> >

Tiga Terpidana Mati Jepang Tuntut Hukuman Gantung Dihapus karena Kejam, Minta Ganti Rugi

Kompas dunia | 29 November 2022, 20:15 WIB
Tiga terpidana mati Jepang hari Selasa (29/11/2022) menggugat pemerintah karena menganggap eksekusi hukuman gantung itu kejam dan menuntut ganti rugi. (Sumber: Unsplash)

TOKYO, KOMPAS.TV - Tiga terpidana mati Jepang hari Selasa (29/11/2022) menggugat pemerintah karena menganggap eksekusi hukuman gantung itu kejam dan oleh karenanya harus dihapuskan. Mereka juga menuntut ganti rugi, kata pengacara mereka.

Jepang adalah salah satu dari sedikit negara ekonomi maju yang masih menerapkan hukuman mati, dan hukuman gantung menjadi satu-satunya metode eksekusi selama sekitar satu setengah abad.

Tiga terpidana mati di pusat penahanan Osaka, yang identitasnya belum diungkapkan, tengah mengupayakan perintah pembatalan terhadap kematian dengan cara digantung, kata Kyoji Mizutani sang pengacara.

Mereka juga menuntut ganti rugi sebesar 33 juta yen, tambahnya, atas tekanan psikologis yang ditimbulkan sejak mereka dijatuhi hukuman mati, semuanya sejak tahun 2000.

Kemenangan hukum tuntutan ini akan memaksa perombakan undang-undang eksekusi mati di Jepang, di mana dukungan publik untuk hukuman mati terbilang tinggi, meskipun ada kritik internasional.

Lebih dari 100 orang menunggu pelaksanaan hukuman mati, termasuk banyak pembunuh berantai.

Eksekusi biasanya dilaksanakan lama setelah hukuman, dan narapidana ditahan selama bertahun-tahun di sel isolasi. Mereka diberitahu tentang kematian mereka yang akan datang hanya beberapa jam sebelumnya.

Baca Juga: Lima Hukuman Mati yang Paling Keji Sepanjang Sejarah

Ketika saatnya tiba, narapidana yang ditutup matanya dibawa ke suatu tempat dengan kaki terikat dan tangan diborgol sebelum pintu jebakan terbuka di bawah mereka.

Mekanismenya dipicu di ruangan yang berdekatan, dan beberapa petugas masing-masing menekan tombol secara bersamaan, tanpa ada yang tahu tombol mana yang "hidup".

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV/Straits Times


TERBARU