> >

Hampir 100 Orang Tewas akibat Badai di Filipina, Banyak Korban Terkubur

Kompas dunia | 31 Oktober 2022, 12:09 WIB
Tim penyelamat membawa mayat di kota Datu Odin Sinsuat Maguindanao, Filipina pada Minggu 30 Oktober 2022. Hampir 100 orang tewas dalam salah satu badai paling merusak yang melanda Filipina tahun ini. (Sumber: The Associated Press.)

MANILA, KOMPAS.TV — Hampir 100 orang tewas dalam salah satu badai paling merusak yang melanda Filipina tahun ini pada pekan lalu. Selain itu, puluhan orang lainnya dikhawatirkan hilang setelah penduduk desa melarikan diri ke arah yang salah dan terkubur dalam tanah longsor yang sarat batu.

Warga mengira air pasang gelombang datang dari arah laut dan banyak yang berlari untuk menghindari tsunami ke arah gunung. Ternyata bencana datang justru dari longsoran gunung.

Jumlah korban tewas hingga saat ini mencapai 98 orang. Sebanyak 53 di antaranya berasal dari provinsi Maguindanao, yang berada di wilayah otonomi Muslim, yang dibanjiri hujan lebat yang luar biasa yang dipicu oleh Badai Tropis Nalgae. Badai bertiup ke Laut Cina Selatan pada hari Minggu, meninggalkan jejak kehancuran yang besar.

Tim penyelamat yang dilengkapi dengan buldoser dan backhoe melanjutkan penyelamatan mereka hingga hari ini di desa Kusiong selatan di Maguindanao. Sebanyak 80 hingga 100 orang, termasuk seluruh keluarga, dikhawatirkan telah terkubur oleh tanah longsor yang sarat batu atau hanyut. 

Baca Juga: Mengenal 3 Kasino Tempat Langganan Lukas Enembe Berjudi di Singapura, Malaysia dan Filipina

“Banjir bandang dimulai sejak Kamis malam,” kata Naguib Sinarimbo, yang merupakan Menteri Dalam Negeri untuk wilayah otonomi Bangsamoro yang dijalankan oleh mantan gerilyawan separatis di bawah pakta perdamaian.

Lebih dari 1,9 juta orang terkena dampak dari badai, termasuk lebih dari 975.000 penduduk desa yang mengungsi ke pusat evakuasi atau rumah kerabat. Lebih dari 4.100 rumah dan 16.260 hektar padi dan tanaman lainnya rusak akibat banjir pada saat negara itu bersiap menghadapi krisis pangan yang mengancam karena gangguan pasokan global.

Sinarimbo mengatakan penghitungan resmi orang hilang mungkin masih akan bertambah, karena dikhawatirkan ada banyak orang yang hilang sekeluarga dalam tanah longsor besar yang melanda Kusiong. Seluruh keluarga mungkin telah terkubur dan tidak ada anggota yang tersisa untuk memberikan nama dan rincian orang hilang kepada pihak berwenang.

Bencana di Kusiong, yang sebagian besar dihuni oleh kelompok etnis minoritas Teduray, sangat tragis karena lebih dari 2.000 penduduk desanya telah melakukan latihan kesiapsiagaan bencana setiap tahun selama beberapa dekade untuk bersiap menghadapi tsunami karena sejarah yang mematikan. “Tapi mereka tidak siap menghadapi bahaya yang bisa datang dari Gunung Minandar, di mana desa mereka terletak di kaki bukit,” kata Sinarimbo.

“Ketika orang-orang mendengar lonceng peringatan, mereka berlari dan berkumpul di sebuah gereja di tempat yang tinggi,” kata Sinarimbo kepada The Associated Press pada hari Sabtu, mengutip laporan dari penduduk desa Kusiong.
“Masalahnya kini bukan tsunami yang menggenangi mereka, tetapi air dan lumpur yang turun dari gunung dalam volume besar,” katanya.

Penulis : Tussie Ayu Editor : Desy-Afrianti

Sumber : The Associated Press


TERBARU