> >

Presiden Zelenskyy: Tidak ada Perundingan dengan Putin jika Rusia Aneksasi Tanah Ukraina

Krisis rusia ukraina | 28 September 2022, 15:43 WIB
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy bicara di Dewan Keamanan PBB 27 September 2022 (Sumber: AP Photo/Bebeto Matthews)

"Mereka tidak bisa disebut sebagai ekspresi asli dari keinginan rakyat," katanya kepada DK-PBB.

"Tindakan sepihak yang bertujuan untuk memberikan legitimasi pada upaya akuisisi secara paksa oleh satu negara atas wilayah negara lain, sementara mengklaim mewakili kehendak rakyat, tidak dapat dianggap sah menurut hukum internasional."

Wakil duta besar Inggris, James Kariuki, menyebut referendum itu "ilegal dan tidak sah" dan merupakan pelanggaran terhadap kedaulatan dan integritas wilayah Ukraina serta prinsip-prinsip Piagam PBB.

Duta Besar Albania Ferit Hoxha mengatakan referendum adalah ulangan dari skrip yang digunakan Rusia di Krimea, bertentangan dengan konstitusi Ukraina dan "tidak ada hubungannya dengan demokrasi, tidak ada hubungannya dengan kehendak bebas Ukraina."

Duta Besar AS Linda Thomas-Greenfield mengumumkan AS dan Albania akan segera mengedarkan resolusi Dewan Keamanan yang akan mengutuk "referenda palsu," menyerukan semua negara untuk tidak mengakui status referendum, dan menuntut penarikan segera pasukan Rusia dari Ukraina

Resolusi itu pasti akan menghadapi veto Rusia, "tetapi kami berharap dewan lainnya berdiri teguh dan menolak untuk menerima gambar ulang perbatasan," katanya.

Duta Besar AS mengatakan dia mengharapkan Dewan Keamanan memberikan suara pada resolusi akhir pekan ini atau awal pekan depan.

Baca Juga: Intelijen Inggris: usai Referendum, Putin Berencana Umumkan Aneksasi Empat Daerah Ukraina Pekan Ini

Pemimpin separatis Republik Rakyat Luhansk Leonid Pasechnik menunjukkan surat suaranya ketika memilih di TPS referendum bergabungnya Luhansk ke Rusia di Luhansk, Selasa (27/9/2022). (Sumber: Associated Press)

Thomas-Greenfield mengatakan jika Rusia menggunakan hak vetonya, AS dan Albania akan membawa resolusi tersebut ke Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 negara, di mana tidak ada hak veto, "untuk mengirim pesan yang jelas ke Moskow."

Majelis Umum mengadopsi dua resolusi pada bulan Maret, dengan dukungan dari sekitar 140 negara, menuntut segera diakhirinya operasi militer Rusia dan penarikan pasukannya, dan menyalahkan Moskow atas krisis kemanusiaan yang kini melanda banyak negara terutama di negara berkembang berupa kekurangan makanan dan energi, harga yang lebih tinggi dan inflasi yang meningkat.

Duta Besar Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia, mengklaim 100 pengamat internasional independen dari 40 negara mengamati referendum, "dan mereka sangat terkejut dengan antusiasme rakyat."

Dia menuduh pasukan Ukraina menggunakan "kekuatan militer" Barat dalam meningkatkan serangan artileri dan menembaki kota-kota di mana ada referendum "untuk menabur kepanikan di antara warga dan membuat upaya sia-sia untuk pemungutan suara."

 

Nebenzia mengklaim tujuan Barat dalam mendukung Ukraina dan datang ke perbatasan Rusia "adalah untuk melemahkan dan menggembosi Rusia sebanyak mungkin."

"Mimpi mereka adalah memecah Rusia dan tunduk pada keinginannya sendiri," katanya.

Menyinggung kemungkinan lebih banyak referendum dan aneksasi, ia menyebut situasi di Ukraina "mengerikan" dan mengklaim bahwa Kiev telah ditolak tidak hanya oleh rakyat Krimea dan Donbass tetapi juga wilayah Kherson dan Zhaporizhzhia.

"Proses ini akan berlanjut jika Kyiv tidak menyadari kesalahannya dan kesalahan strategisnya dan tidak mulai dipandu oleh kepentingan rakyatnya sendiri, dan tidak secara membabi buta melaksanakan kehendak orang-orang yang memainkannya," kata Nebenzia.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV/Associated Press


TERBARU