> >

Isi Kekosongan Hukum soal Kapal Selam Bertenaga Nuklir, Kemlu RI Kirim "Indonesian Paper" ke PBB

Kompas dunia | 31 Juli 2022, 21:19 WIB
Ilustrasi. Laut China Selatan diperkirakan akan semakin memanas. Gugus tempur armada ke-7 Amerika Serikat dipimpin kapal induk paling canggih, USS Ronald Reagan, yang bertenaga nuklir dari kelas Nimitz, berlayar menuju perairan yang disengketakan setelah kunjungan pelabuhan selama lima hari ke Singapura. (Sumber: US Pacific Command)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Indonesia akan mengirimkan proposal yang disebut sebagai "Indonesian Paper" ke Konferensi Peninjauan Traktat Nonprofliferasi Nuklir (NPT Revcon) ke-10 yang digelar di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat pada 1-26 Agustus 2022.

Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Tri Tharyat mengungkapkan, pengiriman working paper berjudul "Nuclear Naval Propulsion" tersebut sebagai pembangun kesadaran atas potensi risiko nuklir.

"Tujuan utama usulan ini adalah untuk mengisi kekosongan aturan hukum internasional terkait kapal selam bertenaga nuklir, membangun kesadaran atas potensi risikonya, serta upaya menyelamatkan nyawa manusia dan kemanusiaan," tutur Tri dikutip dari siaran pers Kemlu, Minggu (31/7/2022).

Pengiriman proposal ini untuk menyikapi pro dan kontra terkait perkembangan program kapal selam bertenaga nuklir.

Negara pengusung mengungkapkan, program ini sejalan dengan perjanjian internasional seperti Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) atau Traktat Nonproliferasi Nuklir.

Baca Juga: Pemerintah Indonesia dan Polisi Kamboja Kembali Selamatkan 7 WNI dari Kejahatan Perdagangan Manusia

Namun negara penentang menganggap program itu merupakan pelanggaran komitmen NPT dan membuka peluang negara pemilik nuklir berkolusi.

"Risiko program ini tidaklah kecil. Jika tidak ditangani dengan baik, dapat terjadi kebocoran nuklir saat transportasi, perawatan, penggunaan, serta pencemaran lingkungan akibat radiasi nuklir yang membahayakan manusia dan sumber daya laut," kata Tri.

Material nuklir yang digunakan dalam kapal selam militer juga rentan untuk diselewengkan menjadi senjata.

Jika tidak diatur dengan ketat, kegiatan ini akan menjadi preseden yang justru akan mendorong proliferasi senjata nuklir. 

Baca Juga: Jokowi dan Presiden Korsel Sorot Ancaman Nuklir Korea Utara, Sepakat Tingkatkan Kerja Sama Ekonomi

Posisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan menambah tingkat kerentanan atas potensi risiko tersebut.

Penulis : Danang Suryo Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU