> >

Tak Hanya Jokowi yang ke Medan Perang, Soeharto pun Pernah Teken Kontrak Mati di Sarajevo demi Ini

Kompas dunia | 25 Juni 2022, 20:53 WIB
Arsip perang di Bosnia-Herzegovina. (Sumber: NATO)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Presiden Jokowi diagendakan mengunjungi Ukraina dan Rusia pada akhir Juni 2022. Kunjungan itu dilakukan ketika kedua kubu sedang berperang.

Akan tetapi, Jokowi bukan satu-satunya pemimpin Indonesia yang mengunjungi lokasi perang. Sebelumnya, Presiden RI kedua Soeharto juga pernah melawat ke medan konflik di Sarajevo, Bosnia-Herzegovina, Balkan.

Kisah Soeharto mengunjungi medan perang di Eropa Tenggara itu diabadikan oleh mantan Kapuspen TNI Sjafrie Sjamsoeddin dalam buku Pak Harto, The Untold Stories (2011).

Dalam buku itu dijelaskan bahwa Soeharto mengunjungi Bosnia-Herzegovina yang tengah dilanda huru-hara pada 1995. Tahun-tahun tersebut bukan waktu yang ramah bagi wilayah Eropa Tenggara.

Lima tahun sebelumnya, pada 1990, Yugoslavia dilanda perang akibat gesekan antaretnis serta agama, selepas kematian Presiden Joseph Broz Tito pada 4 Mei 1980. 

Konflik itu menyebabkan Yugoslavia pecah menjadi beberapa negara, sementara konflik masih memanas selama beberapa tahun berikutnya.

Baca Juga: Pembangkang Kebijakan Arab Saudi Dibunuh dan Disiksa Secara Seksual di Penjara

Kunjungan Soeharto dimulai pada 13 Maret 1995 dengan mendatangi Zagreb, Kroasia. Di negara pecahan Yugoslavia itu, Soeharto bersua Presiden Franjo Tudjman dan Perdana Menteri Nikica Valentic di Istana Dvetce.

Kontrak Mati

Ketika acara makan malam berlangsung, tiba-tiba Soeharto menyatakan keinginannya berkunjung ke Sarajevo, wilayah yang kini jadi ibu kota Boznia-Herzegovina.

Para rombongan, termasuk Menteri Sekretaris Negara Moerdiono dan Menteri Luar Negeri Ali Alatas terkejut, sebab Sarajevo saat itu merupakan wilayah berbahaya.

Diketahui, lokasi tersebut sedang dikepung tentara Serbia yang menempatkan penembak jitu jarak jauh atau sniper.

Mereka dikenal kerap menembaki siapapun yang lewat, baik sipil maupun tentara, bahkan utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Saking berbahayanya, Jenderal Bernard Janvier yang mengomandoi pasukan PBB di Bosnia sempat melarang Soeharto mendatangi lokasi itu.

Akan tetapi, Soeharto nekat, meski Janvier mengatakan tak bisa menjamin keselamatan sang presiden.

Tak bisa dicegah, Soeharto akhirnya meneken 'kontrak mati' yang menyatakan PBB tak menjamin keselamatan rombongan dari Indonesia.

Soeharto Enggan Pakai Rompi Antipeluru

Kisahnya tidak berhenti di situ. 

Sepanjang kunjungan sejak pesawat lepas landas, Soeharto juga enggan memakai jaket rompi antipeluru yang beratnya ditaksir 12 kilogram.

Baca Juga: Mengerikan, Angka Aborsi di Inggris Capai Rekor Tertinggi, Dianggap karena Masalah Ekonomi

Padahal, seluruh anggota rombongan, termasuk jurnalis dan juru foto kepresidenan telah mengenakan pengaman sesuai standar.

Setiba di Sarajevo, Presiden RI kedua itu langsung disambut Yashusi Akashi selaku utusan PBB. Rombongan lantas melanjutkan perjalanan untuk bertemu Presiden Bosnia-Herzegovina Alija Izetbegovic.

Dalam perjalanan, rombongan diangkut menggunakan arak-arakan panser VAB buatan Prancis. Soeharto menempati panser ketujuh demi mengelabui para penyerang.

Lancar di perjalanan, rombongan akhirnya selamat hingga bertemu dengan presiden negara itu.

Baca Juga: Kisah Anne Frank dan Buku Hariannya tentang Kekejaman Nazi Jadi Tema Google Doodle Hari Ini

Menengok Anggota yang Sedang Susah

Selepas pertemuan, dalam perjalanan pulang, Sjafrie yang ketika itu menjabat sebagai Komandan Grup A Paspampres, lantas bertanya akan maksud Soeharto mengunjungi Sarajevo, Bosnia-Herzegovina.

Soeharto menjawab, "Ya kita kan tidak punya uang. Kita ini pemimpin Negara Non-Blok, tetapi tidak punya uang." 

"Ada negara anggota kita susah, kita tidak bisa membantu dengan uang, ya kita datang saja. Kita tengok," tegas Soeharto.

Baca Juga: Separatis Pro-Rusia Klaim 600 Tentara Ukraina Menyerah saat Mundur dari Sievierodonetsk

 

Penulis : Rofi Ali Majid Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas.com


TERBARU