> >

Analis: Harga Minyak Tinggi, Embargo Energi Rusia dari Uni Eropa Bisa Jadi Bumerang

Krisis rusia ukraina | 1 Juni 2022, 11:24 WIB
Dari kiri: Perdana Menteri Italia Mario Draghi, Presiden Dewan Eropa Charles Michel, Perdana Menteri Belgia Alexander de Croo dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen bertemu di gedung Europa di Brussels, Selasa, (31/5/2022). (Sumber: AP Photo/Olivier Matthys)

BRUSSELS, KOMPAS.TV - Uni Eropa melarang impor minyak dari Rusia sebagai sanksi atas invasi negara itu terhadap Ukraina. Pimpinan negara di Benua Biru memuji keputusan ini, tetapi analis mengingatkan efektivitasnya.

Diketahui, anggota Uni Eropa sebelumnya memiliki ketergantungan 25% minyak dan 40% gas alam dari Rusia. Kendati begitu, blok Eropa yang beranggotakan 27 negara tetap bersepakat pada Senin (31/5) malam untuk memangkas 90% impor minyak Rusia sepanjang enam bulan kedepan. 

Sanksi hanya berlaku untuk minyak yang terdistribusi via jalur laut, kecuali pada pipa Druzbha yang mengarah pada negara-negara tertentu di daratan Eropa Tengah.

"Sanksi itu memiliki satu tujuan yang jelas: untuk mendorong Rusia mengakhiri perang ini dan menarik pasukannya dan untuk setuju dengan Ukraina tentang perdamaian yang masuk akal dan adil," ungkap Kanselir Jerman Olaf Scholz.

Pada kubu yang sama, Menteri Luar Negeri Ukraina Dmyttro Kuleba memperkirakan keputusan ini bakal merugikan Kremlin senilai puluhan miliar dolar.

"Embargo minyak akan mempercepat hitungan mundur menuju runtuhnya ekonomi Rusia dan mesin perang," ungkap Kuleba.

Namun, pandangan berbeda berdatangan dari para ahli dan peneliti. Chris Weafer, CEO Macro-Advisory mengatakan sanksi larangan minyak mungkin tak efektif untuk saat ini.

"Sekarang, itu tidak terlalu menyakitkan secara finansial bagi Rusia, harga minyak dunia meningkat jauh lebih tinggi dari tahun lalu," kata Chris. 

"Jadi bahkan jika Rusia menawarkan diskon, mereka mungkin menjual minyaknya kira-kira seharga yang dijualnya tahun lalu juga," ujarnya.

Chris juga menyebut India dan Cina bakal jadi ceruk baru bagi Rusia, selepas sanksi itu diterapkan.

Penulis : Rofi Ali Majid Editor : Desy-Afrianti

Sumber : AP


TERBARU