> >

Pakar UGM: Indonesia sebagai Ketua G20 Berpeluang Jadi Juru Runding Krisis Rusia-Ukraina

Krisis rusia ukraina | 25 Maret 2022, 06:21 WIB
Tank Rusia berseliweran di Mariupol, Ukraina, Jumat (11/3/2022). Warga Mariupol dilaporkan dipindah paksa ke Rusia oleh pasukan Rusia. (Sumber: AP Photo/Evgeniy Maloletka, File)

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV — Pakar perdagangan ekonomi dunia dan politik internasional dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Riza Noer Arfani, menilai Indonesia sebagai ketua G20 berpeluang menjadi juru runding penyelesaian krisis Rusia-Ukraina.

"Ini sekaligus saatnya menunjukkan secara nyata prinsip politik bebas aktif kita, apalagi dalam pembukaan UUD 1945 kita berkomitmen menjaga perdamaian dan ketertiban dunia," kata Riza seperti diwartakan Antara, Kamis (24/2/2022).

Menurutnta, pernyataan Presiden Joko Widodo di Twitter yang meminta peperangan dihentikan, masih memerlukan sikap berkelanjutan dengan mempertemukan negara-negara yang berkonflik dalam meja perundingan.

Baca Juga: Rusia Berlakukan Jalur Evakuasi Aman Bagi Kapal Internasional yang Terjebak di Pelabuhan Ukraina

Menurut dia, Indonesia sebagai ketua G20 periode ini bisa mengajak Turki, China, dan Rusia untuk duduk bersama membahas progres perbaikan ekonomi jika konflik itu berlarut-larut.

Arfani mengatakan Indonesia dapat memanfaatkan kedekatan dengan China atau Rusia untuk mengupayakan gencatan senjata dan mendudukan keduanya di meja perundingan.

"Jika perlu menggandeng India yang akan memegang keketuaan G20 berikutnya setelah Indonesia atau Brazil sebagai ketua berikut G20 setelah India, jadi diperlukan langkah-langkah luar biasa untuk diplomatik," ujar dia.

Menurut dia, jika konflik berlarut-larut maka kondisi geopolitik dan geoekonomi secara global bisa terdampak cukup serius, termasuk dampaknya bagi negara-negara di Asia Tenggara.

"Dari sisi geopolitik persaingan negara-negara barat dengan Rusia akan berlangsung dalam beberapa waktu ke depan. Selama ini kita melihat Rusia sebagai pewaris negara adikuasa Uni Sovyet. Mereka nampaknya menginginkan status itu tetap ada," kata dia.

Meski tidak secara langsung, kata dia, konflik itu bisa berdampak pada perekonomian Indonesia karena suplai bahan makanan terutama gandum masih bergantung pada kedua negara yang tengah berkonflik.

Penulis : Nurul Fitriana Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV/Antara


TERBARU