> >

Di Balik Kisruh Pelarangan Hijab di Sekolah Karnataka yang Perlebar Jurang Antaragama di India

Kompas dunia | 15 Maret 2022, 17:19 WIB
Seorang mahasiswi Muslim India bercadar, tangannya dihiasi dengan henna atau pacar, berbicara dengan temannya saat kumpul aktivis mahasiswa di Kundapur di distrik Udupi, negara bagian Karnataka, Sabtu, 26 Februari 2022. Pengadilan tinggi India hari Selasa (15/3/2022) menguatkan larangan hijab di sekolah Karnataka, mengatakan hijab bukan praktik agama yang penting dalam Islam. (Sumber: AP Photo/Aijaz Rahi)

Hari ini Aliya menikmati privasi yang didapat dari mengenakan hijab, dan rasa kebanggaan agama yang dipancarkan dari hijab, "Itu membuat saya percaya diri."

Ayesha Imtiaz, siswa lain yang dilarang masuk sekolah karena mengenakan hijab, mengatakan dia memakainya sebagai tanda pengabdian kepada Islam, tetapi mengakui ada pendapat berbeda-beda bahkan di antara perempuan Muslim.

“Banyak teman saya yang tidak berhijab di dalam kelas,” kata Imtiaz, 20 tahun. “Mereka merasa diberdayakan dengan caranya sendiri, dan saya merasa diberdayakan dengan cara saya sendiri.”

Di matanya, larangan tersebut memisahkan perempuan menurut keyakinan dan bertentangan dengan nilai-nilai inti India tentang keragaman.

“Ini Islamofobia,” tegas Imtiaz.

Pembatasan hijab juga muncul di tempat lain, termasuk Prancis, yang pada tahun 2004 melarangnya di sekolah.

Negara-negara Eropa lainnya memberlakukan peraturan untuk ruang publik, biasanya ditujukan untuk pakaian yang lebih tertutup seperti niqab dan burqa.

Penggunaan penutup kepala bahkan memecah-belah sebagian masyarakat Muslim.

Baca Juga: Larangan Jilbab Memicu Protes di India, Demi Redakan Ketegangan Sekolah Ditutup Sementara

Aktivis sayap kanan Hindu India Bajrang Dal yang mengenakan selendang safron dan mengibarkan bendera safron menuntut penyelidikan dalam pembunuhan baru-baru ini terhadap salah satu rekan mereka di distrik Shivamogga Karnataka, selama demonstrasi di Udupi, Karnataka, India, 23 Februari 2022. (Sumber: AP Photo/Aijaz Rahi)

Di India, hijab secara historis tidak dilarang atau dibatasi di ruang publik. Perempuan mengenakan hijab adalah hal biasa di seluruh negeri, yang memiliki kebebasan beragama yang diabadikan dalam piagam nasionalnya dengan negara sekuler sebagai landasannya.

Tetapi para kritikus Modi mengatakan India terus-menerus menyimpang dari komitmennya terhadap sekularisme dan hari ini sangat retak di sepanjang garis agama.

Perdana menteri dan pejabat tinggi Kabinet sering melakukan ritual dan doa Hindu di televisi, mengaburkan batas antara agama dan negara.

Sejak menjabat pada tahun 2014, pemerintah Modi mengesahkan sejumlah undang-undang yang oleh para penentangnya disebut anti-Muslim, meskipun partainya menolak tuduhan diskriminatif.

Sementara itu, seruan untuk kekerasan terhadap umat Muslim bergerak dari masyarakat pinggiran menuju arus utama.

Kelompok seperti Human Rights Watch dan Amnesty International memperingatkan, serangan dapat meningkat terhadap umat Muslim, yang secara tidak proporsional terwakili di lingkungan paling miskin di India dan di penjara.

Beberapa sentimen anti-Islam secara khusus menargetkan perempuan, baru-baru ini banyak orang di India marah karena sebuah situs web didirikan untuk menawarkan "pelelangan" palsu terhadap lebih dari 100 perempuan Muslim India terkemuka, termasuk jurnalis, aktivis, artis, dan bintang film.

Baca Juga: China Tekan Muslim Utsul di Sanya, Simbol Islam dan Penggunaan Jilbab Dilarang

Ayesha Imtiaz, seorang siswa Muslim India yang dilarang sekolah karena mengenakan hijab duduk untuk wawancara dengan Associated Press di sebuah kafe di Udupi, negara bagian Karnataka, India, Kamis, 24 Februari 2022. (Sumber: AP Photo/Aijaz Rahi)

Mahasiswa Muslim menuduh di balik protes tandingan di Karnataka ada Hindu Jagran Vedike, sebuah kelompok nasionalis yang terkait dengan Rashtriya Swayamsevak Sangh, sebuah organisasi Hindu sayap kanan yang secara ideologis terkait dengan partai politik Modi.

Mahesh Bailur, seorang anggota senior Hindu Jagran Vedike, membantah kelompoknya mengorganisir demonstrasi dan mengatakan mereka hanya menawarkan “dukungan moral” kepada selendang safron dan tujuan mereka.

“Saat ini gadis-gadis ini menuntut hijab di perguruan tinggi. Besok mereka akan ingin berdoa di sana. Akhirnya, mereka akan menginginkan ruang kelas yang terpisah untuk diri mereka sendiri,” katanya. "Ini tidak bisa diterima."

Bailur, 36, adalah pendukung teori konspirasi yang mendiskreditkan bahwa Muslim berencana untuk mengubah penduduk Hindu India dan akhirnya menjadikannya sebagai negara Islam. Tuntutan berhijab di kelas, menurutnya, adalah bagian dari itu.

Manavi Atri, seorang pengacara hak asasi manusia yang berbasis di Bengaluru, ibu kota Karnataka, mengatakan larangan hijab adalah salah satu dari banyak serangan terhadap ekspresi identitas Muslim di India saat ini, yang menurutnya melanggar prinsip-prinsip netralitas negara dalam masalah agama, dan menggelembungkan "filosofi kita-versus- mereka” di negara yang terbelah oleh perpecahan sektarian.

Yang paling meresahkan, kata Manavi, adalah tekanan yang diberikan pada anak perempuan dan perempuan muda di tahun-tahun pembentukan mereka.

Baca Juga: Taliban Afghanistan: Burqa Tidak Wajib, Hijab yang Wajib di Afghanistan

Seorang gadis Muslim India berhijab berjalan melewati gadis-gadis lain yang mengenakan burqa di sebuah pantai di Udupi, Karnataka, India, 25 Februari 2022. Hijab dipakai oleh perempuan Muslim untuk menjaga kesopanan atau sebagai simbol agama, seringkali dilihat bukan hanya sekedar pakaian tetapi sesuatu yang diamanatkan oleh iman mereka. Para penentang menganggapnya sebagai simbol penindasan, para pendukung hijab menyangkal, mengatakan maknanya tergantung masing-masing individu, termasuk ekspresi kebanggaan identitas Muslim. (Sumber: AP Photo/Aijaz Rahi)

“Pilihan (antara pendidikan dan keyakinan) yang dipaksakan orang ini bukanlah pilihan yang harus dilakukan di usia itu,” katanya.

Dalam kasus pengadilan, pengacara negara bagian Karnataka berargumen Al-Qur'an tidak secara jelas menetapkan mengenakan hijab sebagai praktik spiritual yang penting, jadi melarang penggunaan hijab menurut pengadilan tinggi tidak melanggar kebebasan beragama.

Banyak Muslim menolak penafsiran itu.

Pada hari Jumat baru-baru ini, Rasheed Ahmad, imam kepala masjid agung Udupi, menyampaikan khotbah di hadapan ratusan jemaah. Suaranya menggelegar melalui pengeras suara yang dipasang di menara, dia mencerca larangan itu sebagai serangan terhadap Islam.

“Hijab bukan hanya hak kami,” katanya kemudian dalam sebuah wawancara, “tetapi perintah dari Tuhan.” Aliya Assadi, mengatakan dia dan yang lainnya bertekad untuk menang. 

“Kami adalah perempuan Muslim pemberani,” katanya, “dan kami tahu bagaimana memperjuangkan hak-hak kami.”

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Associated Press


TERBARU