> >

Merasa Didiskriminasi, Banyak Warga Muslim Prancis Pindah ke Turki

Kompas dunia | 18 Februari 2022, 17:13 WIB
Sejumlah pejalan kaki sedang melintas di Taksim Square di Istanbul, Turki pada Sabtu, 5 Februari 2022. Kebijakan-kebijakan pemerintah Prancis yang dinilai diskriminatif terhadap muslim, membuat banyak warga muslim negara itu pindah ke luar negeri, termasuk Turki. (Sumber: AP Photo/Emrah Gurel)

ALJIR, KOMPAS.TV - Kebijakan-kebijakan pemerintah Prancis yang dinilai diskriminatif terhadap muslim, membuat banyak warga muslim negara itu pindah ke luar negeri.

Salah satu negara yang menjadi tujuan warga muslim Prancis adalah Turki.

Zeki Tuvati, seorang dokter anestesi Prancis keturunan Aljazair, sempat tinggal di Paris selama hampir 20 tahun. Kini, ia dan keluarganya menetap di Turki.

Tuvati memutuskan meninggalkan Prancis setelah menerima ijazah diploma penyetaraan.

"Sangat susah untuk menjalani tradisi muslim di Prancis. Agama adalah hal yang sangat penting dalam kehidupanku. Itulah mengapa aku memutuskan meninggalkan Prancis," tuturnya kepada Anadolu Agency.

"Aku berpikir tentang negara mana yang akan aku pilih. Yang terpenting adalah harus negara muslim. Selain itu, aku ingin perekonomian dan kehidupan yang bagus. Itulah mengapa aku memilih Turki," kata Tuvati.

Tuvati menyekolahkan anak-anaknya di sekolah-sekolah Turki, dan dia sendiri ingin bekerja sebagai dokter setelah menerima ijazah penyetaraan.

"Anak-anakku sekarang bisa berbahasa Turki, tapi mereka tidak melupakan bahasa Arab," ujarnya.

Baca Juga: Indonesia juga Pesan 2 Kapal Selam dari Prancis, Jubir Kemenhan: Ekskalasi di Laut Natuna Meningkat

"Kami beradaptasi dengan budaya Turki, tapi kami tidak melupakan bahasa dan budaya Aljazair yang merupakan budaya kami."

"Jika anak-anakku tumbuh di Prancis, mereka akan lupa dengan bahasa Arab. Mereka hanya akan berbicara bahasa Prancis, yang bagi kami sangat disayangkan."

Sementara Thibault, mantan pembuat roti di Isere, Prancis, pindah ke Istanbul bersama istri dan kedua anaknya, satu setengah tahun lalu.

Seperti dilaporkan Daily Sabah yang mengutip surat kabar Prancis, Le Journal du Dimanche, Thibault memutuskan pindah ke Turki setelah Islam terus-terusan disorot di Prancis.

Surat kabar Prancis itu juga melaporkan tentang David Bizet yang berasal dari Dijon, wilayah sebelah timur Prancis.

Bizet yang kini memeluk Islam telah tinggal di Turki sejak 2019.

Dia membuat grup Facebook bernama "Migration to Turkey" atau "Bermigrasi ke Turki" pada Oktober 2020. Grup Facebook itu kini memiliki 2.000 anggota.

"Hampir tidak ada pekan tanpa pesan dari warga Prancis yang sudah atau ingin menetap di Turki," bunyi unggahan di grup Facebook itu, belum lama ini.

Le Journal du Dimanche menyebut ratusan warga Prancis telah pindah ke Turki.

Baca Juga: Enam Pemimpin Oposisi Turki Bertemu, Susun Rencana Dongkel Erdogan?

Sentimen anti-Islam

Sentimen anti-Islam di Prancis semakin menjadi-jadi dalam beberapa tahun terakhir.

Pada Oktober 2021, Presiden Prancis Emmanuel Marcon mengatakan "Islam adalah agama yang sedang mengalami krisis saat ini, (di) seluruh dunia."

Dia juga mengatakan, adanya kebutuhkan untuk "membebaskan Islam di Prancis dari pengaruh-pengaruh luar."

Dua bulan kemudian, pemerintah Prancis mengajukan draf undang-undang untuk memerangi apa yang mereka sebut sebagai "separatisme Islamis" dan ideologi yang digambarkan sebagai "musuh Republik."

Para pengkritik menilai "undang-undang separatisme" tersebut bersifat diskriminatif dan membidik komunitas muslim Prancis yang berjumlah sekitar 5,7 juta jiwa, yang terbesar di Eropa.

Selain undang-undang tersebut, pemerintah Prancis sebelumnya sudah membuat peraturan-peraturan yang dianggap diskriminatif terhadap warga muslim.

Baca Juga: Turki Perbaiki Hubungan Diplomatik dengan Israel, Presiden Israel Langsung Datang Pertengahan Maret

Melansir Al Jazeera, peraturan-peraturan tersebut antara lain larangan penggunaan hijab di sekolah-sekolah negeri pada 2004, dan larangan penggunaan cadar di ruang-ruang publik pada 2010.

Selain itu, seperti dilansir Time, pada April 2021, Senat Prancis meloloskan amendemen rancangan "undang-undang separatisme" yang akan melarang perempuan di bawah 18 tahun untuk mengenakan hijab di tempat umum.

Amendemen lainnya yang juga bagian dari undang-undang tersebut adalah larangan mengenakan hijab bagi ibu-ibu yang menemani putra-putrinya dalam tur sekolah, dan larangan mengenakan baju renang yang menutup seluruh tubuh yang biasanya dipakai perempuan muslim.

 

Penulis : Edy A. Putra Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Anadolu Agency/Daily Sabah/Al Jazeera/Time


TERBARU