> >

Benua Asia Tahun 2020 Alami Suhu Terpanas Sepanjang Sejarah

Kompas dunia | 26 Oktober 2021, 16:50 WIB
Asia mengalami tahun terpanas sepanjang sejarah pada 2020, kata Perserikatan Bangsa-Bangsa, Selasa (26/10/2021), menjelang KTT COP26 di Glasgow. Cuaca ekstrem di Asia pada 2020 berdampak besar pada perkembangan benua itu. (Sumber: Straits Times)

JENEWA, KOMPAS.TV - Asia mengalami tahun terpanas sepanjang sejarah pada 2020, kata Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menjelang KTT COP26 di Glasgow. Cuaca ekstrem di Asia pada 2020 berdampak besar terhadap perkembangan benua itu.

Seperti dilansir Straits Times, Selasa (26/10/2021), dalam laporan tahunan "Keadaan Iklim di Asia", Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) yang berada di bawah PBB mengatakan seluruh bagian dari benua Asia terpengaruh.

"Dampak cuaca dan perubahan iklim ekstrem di seluruh Asia tahun 2020 menyebabkan hilangnya nyawa ribuan orang, jutaan orang terlantar dan biaya ratusan miliar dolar, sementara mendatangkan banyak korban pada infrastruktur dan ekosistem," kata WMO.

"Pembangunan berkelanjutan terancam, dengan meningkatnya kerawanan pangan dan air, risiko kesehatan dan degradasi lingkungan jadi makin meningkat."

Laporan itu muncul beberapa hari sebelum COP26, Konferensi Perubahan Iklim PBB di Glasgow yang digelar mulai Minggu (31/10/2021) hingga Jumat (12/11/2021).

Laporan tersebut juga mengungkapkan total kerugian rata-rata tahunan akibat bahaya terkait perubahan iklim.

China menderita sekitar 238 miliar dolar AS, diikuti oleh India sebesar 87 miliar dolar, Jepang dengan 83 miliar dolar dan Korea Selatan sebesar 24 miliar dolar.

Tetapi ketika ukuran ekonomi dipertimbangkan, kerugian tahunan rata-rata diperkirakan mencapai 7,9 persen dari produk domestik bruto untuk Tajikistan, 5,9 persen PDB Kamboja, dan 5,8 persen PDB Laos.

Baca Juga: UNFCCC: Gagalnya KTT COP26 Glasgow akan Antar Dunia ke Kekacauan dan Konflik akibat Perubahan Iklim

India menuntut kompensasi dan pembayaran atas kerugian yang mereka derita akibat bencana iklim, kata Kementerian Lingkungan India, menjelang KTT COP26 Glasgow pada akhir Oktober ini. (Sumber: Straits Times)

Peningkatan panas dan kelembapan diperkirakan akan menyebabkan hilangnya jam kerja di luar ruangan secara efektif di seluruh benua, dengan potensi biaya miliaran dolar.

"Cuaca dan bahaya iklim, terutama banjir, badai, dan kekeringan, memiliki dampak yang signifikan di banyak negara di kawasan ini," kata Kepala WMO Petteri Taalas.

"Jika digabungkan, dampak-dampak ini berdampak signifikan pada pembangunan berkelanjutan jangka panjang."

Pada 2020, banjir dan badai mempengaruhi sekitar 50 juta orang di Asia, mengakibatkan lebih dari 5.000 kematian.

Ini di bawah rata-rata tahunan dalam dua dekade terakhir (158 juta orang terkena dampak dan sekitar 15.500 kematian) "dan merupakan kesaksian atas keberhasilan sistem peringatan dini di banyak negara di Asia".

Tahun terpanas Asia dalam catatan menunjukkan suhu rata-rata 1,39 derajat Celcius di atas rata-rata 1981-2010.

Suhu 38,0 derajat C yang tercatat di Verkhoyansk, Rusia untuk sementara adalah suhu tertinggi yang diketahui di utara Lingkaran Arktik.

Pada 2020, suhu permukaan laut rata-rata mencapai rekor tertinggi di Samudera Hindia, Pasifik, dan Arktik.

Suhu permukaan laut dan pemanasan laut di dan sekitar Asia meningkat lebih dari rata-rata global.

Baca Juga: Bagi Petani Melarat Afghanistan, Dampak Perubahan Iklim Lebih Mengerikan daripada Perang

Ilustrasi perubahan iklim. Sekretaris Eksekutif UNFCCC Patricia Espinosa melalui saluran video langsung di acara Saudi Green Initiative, Minggu (24/10/2021), mengatakan keamanan dan stabilitas global dapat runtuh, krisis migrasi manusia dan kekurangan pangan akan menghadirkan konflik dan kekacauan, jika negara-negara gagal mengatasi emisi gas rumah kaca. (Sumber: thefanatic)

Lautan di Asia telah memanas lebih dari tiga kali lipat rata-rata di laut Arab, dan sebagian Samudera Arktik.

Luas minimum es laut Arktik (setelah pencairan musim panas) pada 2020 adalah yang terendah kedua dalam catatan satelit sejak 1979.

Ada sekitar 100.000 kilometer persegi gletser di Dataran Tinggi Tibet dan di Himalaya, volume es terbesar di luar wilayah kutub dan sumber dari 10 sungai besar Asia.

"Penurunan gletser terjadi semakin cepat dan diproyeksikan massa gletser akan berkurang 20 persen hingga 40 persen pada 2050, sehingga akan mempengaruhi kehidupan dan mata pencaharian sekitar 750 juta orang di wilayah tersebut," kata laporan itu.

"Ini memiliki konsekuensi besar untuk permukaan laut dunia, siklus air regional dan bahaya lokal seperti tanah longsor dan banjir bandang."

Seperempat dari hutan bakau Asia berada di Bangladesh. Namun, hutan bakau di negara yang terkena badai tropis itu menurun 19 persen dari tahun 1992 hingga 2019, kata laporan itu.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV/Straits Times


TERBARU