> >

9/11: Bagaimana Serangan 9/11 Menyisakan Pahit dan Luka bagi Warga Afghanistan Kini

Kompas dunia | 10 September 2021, 16:27 WIB
Asap membumbung tinggi setelah kedua pesawat menabrak menara World Trade Center di New York 11 September 2001 lalu (Sumber: AP Photo/Richard Drew)

Namun, itu adalah awal dari "pendudukan yang tidak dapat diterima".

"Mereka (Amerika Serikat) mencari alasan untuk datang ke Afghanistan. Itu adalah alasan untuk menduduki tanah ini," tutur Abdul Rahman.

Ketika Taliban menolak untuk menyerahkan pemimpin Al-Qaeda, Osama bin Laden, Amerika Serikat kemudian bergerak, menggulingkan rezim garis keras yang memegang kekuasaan sejak 1996, hanya dalam hitungan minggu.

Tetapi Qiyamuddin, seorang tukang kunci dari Kandahar, mengatakan harapan apa pun yang dia miliki tentang pemulihan negerinya setelah beberapa dekade perang dan konflik, melalui invasi yang dipimpin Amerika Serikat, dengan cepat menguap.

"Mereka membuat kekacauan dengan datang ke sini," kata Qiyamuddin.

Ketika perang makin berlarut-larut, lalu Taliban muncul kembali, pasukan asing dituduh tidak menghormati agama dan tradisi Afghanistan. Korban sipil pun makin banyak.

"Orang-orang optimistis dan orang-orang Afghanistan yang mengungsi mulai kembali, seperti mereka yang mengungsi ke Pakistan dan Iran," kata Qiyamuddin.

"Mereka tidak menyadari bahwa kami akan menghadapi lebih banyak masalah."

Noorullah, seorang guru, ingat menonton berita tentang serangan 9/11 melalui siaran TV yang disembunyikan di ruang bawah tanah rumah seorang kerabat, karena Taliban melarang televisi karena dianggap tidak Islami.

"Kelihatannya mengerikan. Mereka berulang kali menunjukkan menara yang terbakar," katanya.

Masa damai yang singkat terjadi setelah Taliban diusir, tetapi kedamaian itu tidak bertahan lama.

"Ketika Taliban pergi, orang-orang senang, mereka setidaknya bisa menghirup kebebasan," katanya.

Namun seiring berjalannya waktu, dia "mulai percaya bahwa Amerika Serikat datang ke tempat yang salah. Itu adalah jebakan bagi mereka".

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV/France24/AFP


TERBARU