> >

Ancaman Serangan ISIS Makin Tinggi di Bandara Kabul, Warga Agar Segera Bubar dan Mencari Tempat Aman

Kompas dunia | 26 Agustus 2021, 19:43 WIB
Ancaman serangan dari ISIS makin tinggi, seperti kata intelijen AS, Inggris dan Australia. Untuk itu, mereka meminta warga di luar Bandara Kabul untuk berlindung di tempat aman. (Sumber: The New York Times)

LONDON, KOMPAS.TV - Menteri Angkatan Bersenjata Kerajaan Inggris James Heappey hari Kamis (26/8/2021) mengeluarkan peringatan darurat berdasarkan informasi intelijen yang "sangat, sangat kredibel". Informasi intelijen itu menyebut, kelompok garis keras ISIS merencanakan serangan terhadap mereka yang berkumpul di bandara Kabul untuk terbang keluar dari Afghanistan.

Rencana serangan itu, menurut pemantauan, diduga kuat akan segera terjadi, seperti dilansir France24 mengutip New York Times dan AFP.

Rabu (25/8/2021) malam, kementerian luar negeri Inggris menyarankan warga untuk tidak melakukan perjalanan ke Bandara Internasional Hamid Karzai di Kabul. Di bandara itu, ribuan orang menunggu penerbangan ke luar negeri menjelang batas waktu 31 Agustus. Pada tanggal ini, Amerika Serikat (AS) dan sekutunya wajib menarik pasukan mereka yang tersisa.

Heappey menegaskan, kemungkinan serangan bom bunuh diri oleh milisi Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) menjadi jauh lebih kuat berdasarkan info intelijen. 

"Sekarang ada laporan yang sangat, sangat kredibel tentang serangan yang akan segera terjadi, dan karenanya mengapa saran Kementerian Luar Negeri diubah tadi malam, bahwa orang-orang tidak boleh datang ke Bandara Kabul, mereka harus pindah ke tempat yang aman dan menunggu instruksi lebih lanjut," urai Mr Heappey kepada radio BBC.

“Saya pikir ada sebagian orang dalam antrian di luar bandara yang memutuskan untuk mengambil resiko itu, tetapi laporan tentang ancaman serangan ini memang sangat kredibel. Ada kemungkinan nyata untuk itu,” imbuhnya.

Dia mengatakan negara-negara Barat mengandalkan Taliban untuk keamanan di luar bandara, dan meskipun ada peringatan, masih banyak orang yang menunggu di luar bandara.

“Saya hanya bisa mengatakan ini ancamannya sangat parah. Kami melakukan yang terbaik untuk melindungi mereka yang ada di sana,” kata Heappey.

Baca Juga: Taliban Tunjuk Mantan Tahanan Guantanamo Jadi Menhan Afghanistan, Begini Sosoknya

Gedung Putih murka atas tindakan dua anggota Kongres yang terbang ke bandara Kabul tanpa pemberitahuan, di tengah kekacauan evakuasi, seperti dilansir Associated Press, Rabu, (25/08/2021) (Sumber: The Wall Street Journal)

“Ada kemungkinan saat pelaporan lebih lanjut masuk, kami mungkin dapat mengubah saran keamanan ini dan kembali memproses orang (untuk masuk bandara), tetapi tidak ada jaminan itu kapan.”

Sebelumnya, London mengeluarkan peringatan, "jika Anda dapat meninggalkan Afghanistan dengan aman dan dengan cara lain, Anda harus segera melakukannya".

AS memperingatkan warga yang mencoba mengakses bandara Kabul untuk meninggalkan daerah itu, sementara Australia juga mengutip "ancaman yang sangat tinggi" dari serangan teroris.

Peringatan dari London, Canberra dan Washington pada Rabu malam mendesak warga di luar bandara Kabul untuk bubar dan pindah ke lokasi yang aman.

Peringatan keamanan tentang bandara sangat spesifik.

"Mereka yang berada di Gerbang Abbey, Gerbang Timur, atau Gerbang Utara harus segera pergi sekarang," kata Departemen Luar Negeri AS, mengutip ancaman keamanan yang tidak disebutkan pada Rabu malam.

Peringatan itu datang ketika sekitar 1.500 orang Amerika masih berada di Afghanistan dan mencoba pergi ke bandara untuk pergi sebelum penarikan pasukan AS pada 31 Agustus.

Puluhan ribu warga Afghanistan berkemah di luar batas bandara dalam upaya putus asa untuk melarikan diri pada penerbangan keluar terakhir.

Baca Juga: Dilaporkan Tewas Dibunuh Taliban, Jurnalis Afghanistan Ungkap Itu Bohong Tapi Mengaku Dipukuli

Warga Afghanistan menjejali bandara Kabul, berharap bisa keluar negara itu menghindari kekuasaan Taliban. (Sumber: The New York Times)

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : France24/The New York Times/AFP


TERBARU