> >

Mumetnya Media Sosial Dunia Hadapi Dilema Taliban di Afghanistan, Bakal Centang Biru?

Kompas dunia | 20 Agustus 2021, 07:05 WIB
Akun Twitter juru bicara Taliban, Suhail Shaheen. Pengambilalihan Afghanistan oleh kelompok Taliban menimbulkan pertanyaan rumit yang membuat mumet raksasa media sosial dunia seperti Facebook dan Twitter, seperti dilansir Radio France International, Kamis, (19/08/2021). (Sumber: Twitter)

PARIS, KOMPAS.TV - Terakhir kali Taliban berkuasa, jejaring sosial adalah sesuatu dari masa depan. Tetapi kali ini, pengambilalihan Afghanistan oleh kelompok Taliban menimbulkan pertanyaan rumit yang membuat mumet raksasa media sosial dunia seperti Facebook dan Twitter, seperti dilansir Radio France International, Kamis (19/08/2021).

Ketika masuknya mereka ke Kabul memicu kepanikan dunia, pejabat Taliban justru menggunakan Twitter untuk memproyeksikan pesan ketenangan bagi publik di dalam dan di luar perbatasan Afghanistan.

Juru bicara resmi Taliban, Suhail Shaheen menggunakan media sosial untuk membantah klaim bahwa Taliban memaksa gadis-gadis muda untuk menikahi gerilyawan mereka dan mengatakan itu adalah "propaganda beracun". Shaheen juga berupaya meyakinkan lebih dari 350.000 pengikutnya di media sosial bahwa berbagai laporan pembunuhan adalah "tidak berdasar".

Fakta bahwa pejabat Taliban mencuit di Twitter menyebabkan kemarahan di antara beberapa kalangan. Tak terkecuali pengikut Donald Trump, bekas presiden Amerika Serikat (AS) yang diblokir Twitter bulan Januari lalu karena dugaan menghasut kekerasan.

"Saya menantikan jawaban segera tentang mengapa mantan Presiden AS dilarang (punya akun Twitter) sementara dua juru bicara Taliban diizinkan untuk tetap punya (dan menggunakan akun Twitter)," sungut anggota kongres AS Doug Lamborn dalam sebuah surat kepada CEO Twitter Jack Dorsey.

Lamborn dan pengkritik lainnya mengatakan, Twitter memberikan Taliban corong megafon kelas dunia, yang memungkinkan kaum militan dengan rekam jejak brutal untuk menampilkan diri mereka sebagai sah.

Di sisi lain, warga Afghanistan sangat ingin tahu lebih banyak tentang apa yang diharapkan dari penguasa baru mereka. Beberapa berpendapat bahwa mencabut alat komunikasi apa pun bertentangan dengan kepentingan publik.

Di WhatsApp, akun juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid tampaknya telah diblokir. Sementara, Financial Times melaporkan, saluran bantuan WhatsApp Taliban yang memungkinkan warga melaporkan terjadinya penjarahan juga ditutup atau diblokir.

Kebijakan Whatsapp itu menuai kritik dari banyak kalangan aktivis. Mereka beralasan, layanan tersebut ternyata berguna bagi publik di tempat-tempat yang sudah dikuasai Taliban. Taliban sendiri saat ini melarang keras penjarahan. 

Baca Juga: Sabar Jadi Strategi Taliban Kembali Berkuasa di Afghanistan

Akun twitter yang diduga milik juru bicara utama Taliban, Zabihullah Mujahid (Sumber: Twitter)

Seorang juru bicara WhatsApp menolak untuk memastikan adanya penutupan akun Taliban, tetapi mengatakan, "Kami berkewajiban untuk mematuhi undang-undang sanksi AS, dan ini termasuk melarang akun yang tampaknya mewakili diri mereka sebagai akun resmi Taliban."

Baca Juga: Oknum Taliban Eksekusi Mati Perempuan yang Tak Pakai Burqa, Padahal Tegaskan Hormati Hak Mereka

Sementara itu pemilik WhatsApp yaitu Facebook, memastikan mereka telah bertahun-tahun memandang Taliban sebagai teroris. Oleh karena itu, mereka memblokir akun-akun Taliban di jaringan ini, serta di Instagram yang juga dimiliki Facebook.

Kebijakan tersebut memicu tanggapan tajam dari Mujahid, pemilik akun Whatsapp yang diblokir, ketika ditanya apakah Taliban akan melindungi kebebasan berbicara. "Perusahaan Facebook, pertanyaan ini harus ditanyakan kepada mereka," katanya sengit.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Radio France International


TERBARU