> >

Puluhan Mayat dengan Kondisi Mengenaskan Ditemukan Mengambang di Sungai Perbatasan Ethiopia Sudan

Kompas dunia | 3 Agustus 2021, 06:03 WIB
Para pengungsi Ethiopia tengah berlindung dari terpaan hujan di kamp pengungsi di desa Taya, provinsi Qadarif, Sudan, 31 Juli 2021. (Sumber: AP Photo)

KASSALA, KOMPAS.TV – Sekitar 50 mayat mengambang dan hanyut di sungai perbatasan antara kawasan Tigray di Ethiopia dan Kassala di Sudan selama sepekan terakhir. Kondisi mayat-mayat itu, menurut sumber seorang pejabat Sudan, sungguh mengenaskan, penuh dengan luka tembak dan tangan terikat.

Melansir Associated Press pada Selasa (3/8/2021), masih dibutuhkan penyelidikan forensik untuk menentukan penyebab kematian mayat-mayat itu.

Dua pekerja kesehatan Ethiopia di komunitas perbatasan Sudan di Hamdayet mengonfirmasi temuan puluhan mayat di Sungai Setit itu. Sungai yang di Ethiopia dikenal dengan nama Sungai Tekeze itu mengalir melintasi sejumlah area yang menjadi titik konflik di Tigray.

Dalam konflik yang telah berlangsung selama 9 bulan itu, etnis Tigray menuduh tentara Ethiopia dan sekutu telah melakukan kekejaman saat memerangi pasukan Tigray.   

Baca Juga: Umumkan Penyerangan ke Tigray, Perdana Menteri Ethiopia: Masyarakat Sipil Tak Akan Dilukai

Tewodros Tefera, seorang dokter bedah yang melarikan diri dari kota Humera di Tigray ke Sudan, mengatakan, dua mayat ditemukan pada Senin (2/8/2021).

Satu dari mayat itu, kata Tefera, adalah mayat seorang lelaki dengan tangan terikat, sementara yang lainnya adalah mayat seorang perempuan dengan luka di dada.

Warga pengungsi lainnya juga telah menguburkan setidaknya 10 mayat lain.

Menurut Tefera, mayat-mayat itu ditemukan di bagian hilir Humera, kota di wilayah Tigray di barat-laut Ethiopia yang berbatasan dengan Sudan.

Pada awal November 2020, terjadi pembantaian etnis massal di Humera antara pasukan pemerintah regional Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF) dan pemerintah federal Ethiopia.

Para pengungsi menuding pihak berwenang Ethiopia telah mengusir warga Tigray dan mengklaim Tigray barat adalah tanah mereka.

“Kami mengurus dan menguburkan mayat-mayat yang ditemukan oleh para nelayan,” kata Tefera. “Saya duga, ada lebih banyak mayat di sungai.”

Meski sulit untuk mengidentifikasi mayat-mayat itu, sejumlah mayat memiliki tato nama di tubuh mereka.  

Baca Juga: PBB: Laporan Perkosaan yang Menimpa Perempuan Pengungsi Tigray Ethiopia Meningkat

Seorang dokter lain yang bertugas di Hamdayet mengungkap, sejumlah mayat yang ditemukan juga memiliki tanda wajah yang menunjukkan bahwa mereka merupakan etnis Tigray.

“Saya menyaksikan banyak hal bar-bar,” ujar sang dokter yang identitasnya tak diungkap karena tak berwenang berbicara pada para wartawan. “Beberapa mayat memiliki luka bacokan kapak.”

Pada sang dokter anonim, sejumlah saksi mata menyebut, mereka tak dapat menangkap seluruh mayat yang hanyut lantaran derasnya arus sungai selama musim hujan.

Sebuah akun Twitter buatan pemerintah Ethiopia pada Senin (2/8/2021) menyebut insiden mayat terapung itu sebagai propaganda kebohongan di kalangan tentara Tigray.

Baca Juga: Ethiopia Kembali Tunda Pemilihan Umum Ditengah Ketegangan Bersenjata

Samantha Power, administrator Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (AS), pada Senin (2/8/2021) mengunjungi kamp pengungsi di Sudan yang menampung ribuan rakyat Ethiopia yang melarikan diri dari perang di Tigray.

Power dijadwalkan akan melawat Ethiopia untuk mendesak pemerintah agar mengizinkan pemberian bantuan kemanusiaan di Tigray, kawasan yang dihuni sekitar 6 juta orang. Kawasan itu kini tengah dilanda krisis kelaparan parah. Menurut AS, lebih dari 900.000 orang kini menghadapi ancaman kelaparan.

Badan Pangan Dunia WFP menyatakan tengah bekerja untuk mengirimkan makanan ke Tigray melalui Sudan, kendati ketegangan tengah melanda pemerintahan kedua negara.

Wakil Direktur WFP di Sudan, Marianne Ward menyatakan, negosiasi untuk mengakses wilayah Tigray yang diblokir terbukti cukup sulit. WFP, kata Ward, telah mengirimkan sekitar 50.000 ton gandum ke Ethiopia melalui Sudan.

Penulis : Vyara Lestari Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Associated Press


TERBARU