> >

Air Mata Bahagia Tumpah Ketika Sekeluarga Terpilih Menunaikan Ibadah Haji

Kompas dunia | 17 Juli 2021, 13:33 WIB
Ilustrasi: Kakbah di Masjidil Haram, Kota Mekah, Arab Saudi. (Sumber: France24 via AFP)

Semua Muslim diharapkan menunaikan ibadah haji ke kota suci Mekah setidaknya sekali dalam hidup mereka jika mereka mampu dan memiliki sarana untuk melakukannya.

Dalam keputusan yang sangat sensitif tahun lalu, otoritas Arab Saudi menjadi tuan rumah haji terkecil dalam sejarah modern untuk mencegahnya menjadi tempat penyebaran dan penularan virus corona yang mematikan.

Pihak berwenang awalnya mengatakan hanya 1.000 peziarah yang diizinkan tahun lalu, tetapi media lokal mengatakan hingga 10.000 ambil bagian.

Meskipun jumlah peziarah yang dipilih tahun ini lebih tinggi, itu masih jauh dari 2,5 juta yang berpartisipasi pada 2019 dari seluruh dunia.

"Saya sangat sedih," kata pedagang pakaian Pakistan Zafar Ullah, 64, kepada AFP seperti dilansir france24 setelah Arab Saudi mengumumkan melarang keikutsertaan peziarah internasional.

"Saya juga ingin pergi haji tahun lalu. Saya sangat berharap untuk melakukannya tahun ini dan bahkan saya telah divaksinasi bersama istri saya."

Baca Juga: Arab Saudi akan Terapkan Denda Rp38,6 Juta bagi yang Masuki Area Haji Tanpa Izin

Tidak ada tempat yang lebih nyata selama bulan suci selain di aula Masjidil Haram di Makkah, di mana sukarelawan dari sektor publik dan swasta dan badan amal bekerja tanpa lelah untuk memeliharanya dan melayani para peziarah dari seluruh dunia. (Sumber: Saudi Press Agency)

Bahkan di antara para peserta ibadah haji yang terpilih, ada yang mengeluhkan mahalnya biaya. Paket haji pemerintah mulai dari sekitar 12.100 riyal ($3.226), tidak termasuk pajak pertambahan nilai.

Tahun lalu, jamaah mengatakan pemerintah Saudi menanggung biaya semua jamaah, menyediakan mereka dengan makanan, akomodasi hotel dan perawatan kesehatan.

Namun terlepas dari biayanya, pelamar mengatakan, menjadi salah satu yang terpilih menambah aura gengsi religius pada haji.

Di tengah pandemi, banyak peziarah menganggap lebih aman untuk berpartisipasi dalam ibadah yang lebih kecil tanpa harus berjejal-jejal di berbagai tahapan ibadah haji. Kerumunan raksasa di setiap tahapan haji itu kerap menciptakan mimpi buruk secara logistik dan kekhawatiran akan bahaya bagi kesehatan.

Bahkan pada tahun biasa, haji membuat para jemaah menderita sejumlah penyakit akibat tertular berbagai virus.

“Perasaan saya tidak dapat digambarkan,” kata Rania Azraq, seorang ibu rumah tangga Suriah berusia 38 tahun di Riyadh, yang akan menghadiri haji tanpa wali laki-laki, yang dulu wajib bagi jemaah perempuan.

"Kamu hanya ingin menangis... dan semakin dekat dengan (Tuhan)."

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Fadhilah

Sumber : Kompas TV/France24


TERBARU