> >

Iran Nyatakan Sudah Miliki 50 Kilogram Uranium yang Diperkaya 20 Persen

Kompas dunia | 4 April 2021, 12:46 WIB
Penampakan pembangunan fasilitas nuklir di Fordo, Iran, melalui tangkapan satelit. (Sumber: Maxar Technologies via AP)

TEHERAN, KOMPAS.TV -  Kepala Organisasi Tenaga Atom Iran (Atomic Energy Organization of Iran/AEOI) menyatakan Iran telah memproduksi 50 kilogram uranium yang diperkaya 20 persen, seperti dilaporkan kantor berita resmi Iran, Press TV pada Sabtu (03/04/2021).

Proses pengayaan uranium 20 persen itu diluncurkan sebagai bagian dari Rencana Aksi Strategis untuk Melawan Sanksi (Strategic Action Plan to Counter Sanctions) Iran, yang telah disetujui parlemen pada Desember 2020.

Berbicara di forum media sosial Clubhouse pada hari Jumat, Ali-Akbar Salehi mengatakan Iran menerima pembatasan berdasarkan kesepakatan nuklir 2015 dengan kekuatan dunia, yang secara resmi dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA), tetapi tidak melepaskan haknya. .

“Kami menangguhkan beberapa hak untuk sementara waktu. Misalnya, kami tidak memproduksi logam uranium dan plutonium,” tambahnya.

Salehi mencatat Iran seharusnya memproduksi 120 kilogram uranium yang diperkaya 20 persen dalam waktu setahun setelah implementasi Rencana Aksi Strategis untuk Melawan Sanksi, sebuah undang-undang yang disahkan Desember lalu oleh Parlemen Iran.

“Sekarang sudah mencapai 50 kilogram,” perkiraannya.

Baca Juga: Terkait Perjanjian Program Nuklir, Iran dan AS akan Kembali Bernegosiasi Lewat Perantara

Diplomat Iran pada pertemuan virtual dengan Uni Eropa, China, Prancis, Jerman, Russia, Inggris membahas soal nuklir, 2 April 2021 (Sumber: AP Photo)

Salehi berkata, “Jika ada kesepakatan dan Amerika kembali ke JCPOA dan Iran memverifikasi itu, Teheran dapat langsung menghentikan 20% pengayaan dan ekspansi lainnya. Tapi menghapusnya akan membutuhkan waktu 2-3 bulan. ”

"Dalam beberapa bulan mendatang, kami akan menginformasikan kepada masyarakat kabar baik tentang propulsi nuklir," katanya.

Masa depan JCPOA diragukan sejak Mei 2018, ketika mantan presiden AS Donald Trump secara sepihak menarik AS keluar dari kesepakatan dan memberlakukan sanksi "terberat" terhadap Iran.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Fadhilah

Sumber : Kompas TV


TERBARU