> >

Sama-sama Dilanda Covid-19, AS dan Eropa Gunakan Kebijakan yang Kontras

Kompas dunia | 21 Oktober 2020, 03:57 WIB
Warga di Salt Lake City, Utah, Amerika Serikat, melakukan unjuk rasa menolak kebijakan memakai masker, 5 September 2020. (Sumber: Associated Press)

SALT LAKE CITY, KOMPAS.TV - Kasus virus corona kembali melonjak di seluruh Eropa dan banyak negara bagian di Amerika Serikat (AS). Namun reaksi kontras terlihat dari kebijakan yang diterapkan pemerintah di kedua kawasan ini. Pemerintah di Eropa memberlakukan jam malam dan membatasi jarak sosial, sedangkan beberapa gubernur di negara bagian AS menolak memberlakukan aturan memakai masker dan pengetatan aturan lainnya.

Gubernur beberapa negara bagian seperti Tennessee, Oklahoma, Nebraska dan North Dakota, menghadapi panggilan dari dokter dan pejabat kesehatan masyarakat untuk meminta mereka menerapkan aturan memakai masker.

Sedangkan di Utah, lonjakan kasus Covid-19 kembali terjadi setelah sekolah dibuka. Gubernur Utah Gary Herbert menolak untuk memberlakukan mandat memakai masker.

Sebagai gantinya, pada minggu lalu dia mengumumkan bahwa pemerintah Utah hanya akan mewajibkan masker di enam kabupaten (county) dengan tingkat infeksi tertinggi. Sementara itu, semakin banyak rumah sakit di Utah yang kewalahan karena semakin banyaknya pasien yang mereka tangani.

Baca Juga: Inggris Terapkan Aturan Pembatasan Baru, Liverpool Jadi Kota Dengan Risiko Tertinggi

“Kami tidak hanya menangani Covid-19. Kami juga menangani serangan jantung dan stroke serta gagal napas dan semua hal lain yang membutuhkan perawatan di tingkat ICU, "kata Dr. Kencee Graves, kepala petugas medis untuk perawatan rawat inap di rumah sakit Universitas Utah di Salt Lake City.

Unit perawatan intensif di rumah sakit tersebut telah terisi penuh pada akhir minggu lalu. Mereka terpaksa membuka unit perawatan intensif cadangan.

“Semakin cepat kita menjaga satu sama lain dengan memakai masker dan menjaga jarak fisik, maka semakin cepat juga kita bisa mengadakan pertemuan dengan cara yang aman,” kata Graves seperti dilansir dari the Associated Press.

Di Oklahoma, di mana jumlah orang yang dirawat di rumah sakit karena virus corona telah mencapai rekor tertinggi, dokter meminta pejabat pemerintah untuk berbuat lebih banyak.

"Kami membutuhkan aturan yang mewajibkan masyarakat untuk memakai masker. Ini untuk melindungi lebih banyak warga Oklahoma," kata Dr. George Monks, Presiden Asosiasi Medis Negara Bagian Oklahoma, dalam tweet hari Minggu (18/10/2020).

Baca Juga: Kasus Covid-19 Kembali Melonjak, Italia Akan Terapkan Pembatasan Sosial Baru

Namun Gubernur Oklahoma Kevin Stitt telah berulang kali mengatakan bahwa dia tidak berencana untuk memberlakukan mandat memakai masker, dengan alasan dia khawatir aturan itu tidak akan dipatuhi.

Pejabat kesehatan Oklahoma melaporkan rekor tertinggi pada Selasa (20/10/2020). Sebanyak 821 orang dirawat di rumah sakit karena virus corona. Wyoming juga melaporkan rekor jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit karena virus tersebut.

Kasus virus corona di AS melonjak dalam beberapa pekan terakhir dari rata-rata harian sekitar 42.000 kasus pada awal Oktober, menjadi sekitar 58.000 kasus saat ini. Jumlah ini merupakan yang tertinggi sejak bulan Juli, menurut Universitas Johns Hopkins.

Dinamika ini sangat kontras dengan yang terjadi di Eropa. Eropa yang juga tengah menghadapi gelombang baru virus corona. Mereka berjuang melawan virus corona dengan langkah-langkah strategis seperti penguncian (lockdown) dan aplikasi ponsel pintar yang melacak penyebaran virus.

Baca Juga: Belgia Bersiap Hadapi ‘Tsunami’ Virus Corona

Di Irlandia, Perdana Menteri Micheal Martin mengumumkan penguncian mulai Rabu tengah malam. Mereka akan menutup semua toko yang tidak terlalu dibutuhkan, membatasi restoran untuk melakukan layanan, dan mengharuskan warga untuk tetap tinggal dalam jarak lima kilometer dari rumah mereka. Warga juga dilarang melakukan kunjungan ke rumah warga lain.

Aturan ini menandai kembalinya aturan pembatasan sosial yang diberlakukan oleh pemerintah pada Maret lalu, meskipun sebelumnya sekolah, lokasi konstruksi dan industri manufaktur akan tetap buka.

“Jika orang-orang mematuhi aturan pembatasan yang diberlakukan hingga 1 Desember, maka kita akan dapat merayakan Natal dengan cara yang baik," kata Perdana Menteri Irlandia Michael Martin.

Namun keputusan para pemimpin Eropa untuk memberlakukan pembatasan pun menghadapi tentangan keras di tingkat lokal.

Setelah melalui perdebatan panjang, pemerintah Inggris mengatakan telah gagal mencapai kesepakatan dengan Walikota Manchester Andy Burnham, Selasa (20/10/2020). Walikota Manchester menolak langkah-langkah pembatasan baru yang ketat, tanpa bantuan atau subsidi yang mendukung pekerja dari bisnis yang terdampak dari kebijakan ini.

Menteri Perumahan dan Pemerintahan Daerah Inggris Robert Jenrick menyatakan kekecewaannya terhadap Burnham. Ia mengatakan bahwa walikota tidak bersedia mengambil tindakan yang diperlukan untuk mengendalikan penyebaran virus.

"Adalah tindakan tidak benar jika kita menutup tempat kerja warga dan menutup tempat bisnis seseorang, tanpa memberi mereka dukungan yang tepat,” kata Burnham. Dia mengatakan, Manchester tengah mencari dana sebasar 90 juta pound (Rp 1.7 triliun) dari pemerintah pusat untuk membantu masyarakat melewati musim dingin. Namun belum diketahui berapa banyak dana yang akan diterima kota itu.

Sementara itu di Belanda, seorang hakim di Den Haag menolak banding yang diajukan oleh lebih dari 60 bar dan restoran, untuk membatalkan aturan penutupan selama empat minggu yang diatur oleh pemerintah. Belanda juga merupakan salah satu negara di Eropa yang memiliki infeksi virus tertinggi.

Penulis : Tussie-Ayu

Sumber : Kompas TV


TERBARU