> >

Lockdown di kota Melbourne, Mahasiswa Asing: Rasanya Seperti di Neraka

Kompas dunia | 21 September 2020, 05:53 WIB
Ilustrasi mahasiswa internasional di Australia. (Sumber: Kompas.com / ABC News)

MELBOURNE, KOMPAS.TV - Pandemi yang disebabkan oleh virus corona, membuat berbagai lapisan masyarakat merasakan hidup yang semakin kelam. Beratnya hidup semakin dirasakan oleh mahasiswa yang hidup di perantauan.

Australia adalah satu dari sekian banyak negara yang menjadi tempat tujuan bagi mahasiswa dunia yang ingin menuntut ilmu. Pandemi corona membuat kehidupan mahasiswa di negeri kangguru ini semakin sulit.

Kesulitan terutama dirasakan oleh mahasiswa yang berada di kota Melbourne. Negara bagian Victoria dengan Melbourne sebagai ibukotanya, mengalami masa penguncian atau lockdown yang cukup panjang dan ketat.

Pada bulan Maret lalu, Raiyan Chowdhury adalah seorang lelaki muda yang merasa seluruh hidupnya terkontrol dengan baik. Dia tinggal di daerah Chadstone, yaitu di Melbourne bagian tenggara. Dia mengambil kuliah untuk menjadi seorang juru masak, dan bekerja paruh waktu di sebuah tempat minum.

Namun ketika pandemi melanda, dia kehilangan pekerjan, kehabisan tabungan dan kemudian kehilangan tempat tinggal. Semua kepedihan ini ternyata belum usai. Ia kemudian mendapatkan kabar bahwa seluruh keluarganya di Bangladesh positif terinfeksi Covid 19.

“Saya merasa seperti di neraka,” ujar Raiyan seperti dilansir dari ABC Australia. “Saya merasa sangat ketakutan. Saya merasakan tekanan mental yang sangat berat,” tambahnya lagi.

Raiyan mengaku sangat depresi. Selain berbicara dengan kedua orangtuanya, dia tidak berkomunikasi dengan orang lain selama satu bulan penuh. Ia sempat mempertimbangkan untuk kembali ke Bangladesh, namun situasi yang sulit pun akan dihadapinya jika memutuskan untuk pulang.

Kembali ke Bangladesh, berarti dia harus kehilangan mimpi untuk menjadi juru masak di Melbourne, sebuah cita-cita yang dia impikan sejak lama. Pulang ke tanah air juga akan menambah beban bagi keluarga, yang saat ini pun tengah berjuang untuk bisa sembuh dari Covid 19.

Namun perlahan-lahan, ia mulai menemukan jalan untuk bertahan hidup di tempat perantauan. Pemuda berusia 19 tahun ini kemudian mendapatkan bantuan sebesar 1.100 dolar Australia (sekitar Rp 11.800.000) dari pemerintah Victoria. Dari dana bantuan itu, dia membeli sepeda elektrik. Sepeda ini dia gunakan untuk bekerja sebagai pengantar makanan di aplikasi Uber Eats.

Namun masalah tidak serta merta selesai. Bagai jatuh dan tertimpa tangga, sepeda yang baru dibelinya kemudian hilang karena dicuri oleh orang tak bertanggung jawab.

Penulis : Tussie-Ayu

Sumber : Kompas TV

Tag

TERBARU