> >

Dear Parents, Simak 4 Gaya Asuh Orang Tua dan Dampaknya terhadap Anak, Jangan Otoriter dan Abai!

Tips, trik, dan tutorial | 24 Juli 2022, 08:30 WIB
Ilustrasi keluarga. (Sumber: Kompas.com/canva)

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Setiap orang tua memiliki cara tersendiri dalam mengasuh anaknya. Perbedaan latar belakang keluarga atau pendidikan orang tua menjadi faktor yang memengaruhi gaya asuh orang tua terhadap anak.

Seorang ilmuwan psikologi perkembangan asal Amerika Serikat Diana Baumrind meneliti perbedaan perilaku anak-anak pra-sekolah pada tahun 1967 dan menemukan bahwa gaya asuh orang tua pada tahap awal perkembangan anak memengaruhi perbedaan perilaku tersebut.

Temuan Diana lantas dikembangkan oleh ilmuwan psikologi perkembangan lainnya dari AS, Eleanor Maccoby dan John Martin dalam tulisan berjudul "Socialization in the context of the family: parent-child interaction" (1983).

Para ilmuwan tersebut menemukan empat gaya asuh orang tua terhadap anak, yakni gaya asuh otoritatif, otoriter, permisif, dan uninvolved-neglectful (abai).

Baca Juga: Wahai Orang Tua, Hindari Jadi Strict Parents, Simak Penyebab dan Pemicunya

Berikut ini penjelasan empat gaya asuh tersebut dan dampaknya terhadap anak:

1. Gaya asuh otoritatif

Gaya asuh authoritative atau otoritatif menekankan komunikasi dua arah antara orang tua dan anak. Orang tua dengan gaya asuh ini akan mendorong anaknya untuk menjadi mandiri dengan tetap memberi batasan dan kendali terhadap anak.

Ciri-ciri orang tua yang menerapkan gaya asuh ini di antaranya bertanggung jawab, mendukung, dan cenderung tidak kasar. 

Mereka juga selalu melibatkan anak dalam komunikasi di dalam keluarga. Saat menerapkan suatu aturan, orang tua dengan gaya asuh ini tidak hanya meminta anak untuk mematuhinya, namun juga menjelaskan alasan aturan tersebut dibuat.

Orang tua otoritatif juga memberi ruang kepada anak untuk berpendapat. Mereka juga memosisikan diri sebagai pendengar.

Anak yang mendapatkan gaya asuh otoritatif cenderung tumbuh menjadi anak yang dapat mengendalikan diri, ceria, dan berorientasi prestasi. Mereka tumbuh dengan sifat yang ramah dan dapat bekerja sama. Sebab, mereka terbiasa melakukan komunikasi dua arah dengan orang tuanya.

Anak dengan gaya asuh ini akan menganggap dirinya berharga, sehingga tidak mudah jatuh ke dalam perilaku negatif, misalnya kekerasan, penggunaan narkoba, dan sebagainya.

Baca Juga: Masa Pandemi Bisa Jadi Waktu Untuk Memperbaiki Pola Asuh Anak

2. Gaya Asuh Otoriter

Gaya asuh authoritarian atau otoriter ditandai dengan tingginya kontrol orang tua terhadap anak. Meski orang tua dengan gaya asuh ini memberi kehangatan, dukungan, dan tanggung jawab kepada anak, mereka cenderung mengekang.

Orang tua yang menerapkan gaya asuh ini cenderung menuntut anak untuk mematuhi keinginan atau aturan yang mereka buat. Mereka juga sering memberikan hukuman ketika anak melakukan kesalahan.

Orang tua otoriter akan membuat dan menerapkan aturan tanpa menjelaskan alasan mereka membuat aturan tersebut kepada anak.

Orang tua dengan gaya asuh ini juga jarang mendengar pendapat anak. Alih-alih melihat sudut pandang anak, mereka justru hanya memaksakan kehendak. 

Anak yang mendapatkan gaya asuh otoriter akan cenderung tumbuh sebagai orang yang pandai dalam mengikuti aturan. Namun, mereka tidak terbiasa mengeksplorasi dan bertindak secara mandiri.

Mereka jarang belajar membuat batasan dan standar kepada diri sendiri, karena orang tua yang menetapkan standar mereka. Mereka menunjukkan ketidakmampuan dan ketidakberanian dalam memulai sesuatu.

Anak juga cenderung memiliki kemampuan komunikasi yang buruk karena sangat jarang mendapatkan kesempatan berpendapat dalam keluarga. Selain itu, mereka cenderung tumbuh menjadi anak yang kurang bahagia, mudah takut, dan mudah khawatir.

Baca Juga: 5 Dampak Strict Parents Terhadap Anak: Suka Berbohong hingga Jadi Pelaku Bullying

3. Gaya asuh permisif

Gaya asuh permissive-indulgent atau permisif merupakan kebalikan dari gaya asuh otoriter. Orang tua yang menerapkan gaya asuh permisif sangat terlibat, hadir, dan bertanggung jawab kepada anak. 

Akan tetapi, orang tua dengan gaya asuh ini cenderung memanjakan anak. Mereka hanya memberikan sedikit tuntutan atau aturan kepada anak. 

Mereka juga mendidik anak dengan membiarkan anak melakukan hal-hal yang mereka mau dan inginkan. Orang tua tipe ini mementingkan keterpenuhan kebutuhan anak, bukan keinginan orang tua.

Anak dari orang tua permisif tumbuh menjadi anak yang manja, egosentris, cenderung tidak patuh, tidak bisa menghargai orang lain, serta tidak dapat mengendalikan perilaku dan keinginan mereka.

Kemudahan dalam mendapatkan sesuatu yang mereka inginkan membuat mereka tidak bisa mengembangkan kemampuan untuk berusaha mencapai sesuatu, egois, dan terbiasa menggantungkan kebutuhan pada orang tua.

Penelitian juga menunjukkan bahwa anak-anak dari orang tua permisif cenderung memiliki prestasi akademik yang lebih rendah dibandingkan dengan orang tua otoritatif atau otoriter. Merka juga cenderung mengembangkan perilaku menyimpang, misalnya menggunakan narkoba. 

Selain itu, mereka juga kurang termotivasi untuk bersekolah dan terlibat dalam kegiatan berorientasi positif. Saat remaja, anak-anak ini cenderung suka membolos dan menunjukkan perilaku nakal.

Baca Juga: Komunikasi Orangtua yang Keliru dapat Berpengaruh ke Perkembangan Anak

4. Gaya asuh abai

Gaya asuh uninvolved-neglectful atau abai ditunjukkan dengan sikap orang tua yang cenderung dingin. Mereka juga memberikan sedikit kendali terhadap anak.

Orang tua dengan gaya asuh ini cenderung mengabaikan kebutuhan anak. Mereka lebih mementingkan pekerjaan, karier, atau kekayaan daripada kebutuhan biologis maupun psikis anak.

Gaya asuh ini dapat dikatakan menelantarkan anak, karena orang tua tidak peduli dengan anak mereka sendiri.

Anak yang diasuh dengan pola abai ini akan tumbuh dengan kemampuan sosialisasi yang buruk. Sebab, mereka tidak mendapat kasih sayang dan kehangatan dari orang tua,

Anak dari gaya asuh ini juga tidak memiliki kedekatan secara emosional dengan orang tuanya, sehingga mendorong tumbuhnya perilaku menyimpang di masa remaja mereka.

Mereka juga memiliki kepercayaan diri yang rendah serta cenderung rentan mengalami gejala depresi daripada anak dengan gaya asuh lainnya.

Berdasarkan empat gaya asuh tersebut, orang tua yang menerapkan gaya asuh otoritatif lah yang paling memberikan dampak positif terhadap perkembangan anak.

Cara membangun gaya asuh otoritatif

Melansir dari situs Lembaga Mahasiswa Psikologi UGM, ada empat cara yang dapat dilakukan oran tua atau calon orang tua untuk membangun gaya asuh otoritatif.

Pertama, bersikaplah hangat dan suportif. Ini mendorong perkembangan kemampuan komunikasi anak. 

Kedua, usahakan tidak menggunakan hukuman fisik sebagai upaya pendisiplinan, supaya anak tidak berkembang menjadi pribadi yang penakut dan memiliki agresi. Alih-alih memberikan hukuman, ajari dan beri pemahaman kepada anak dengan cara yang lembut ketika mereka melakukan kesalahan. 

Ketiga, libatkan anak dalam dinamika keluarga, baik dalam pembuatan peraturan di rumah, maupun keputusan penting keluarga. Ini mendorong anak belajar mengembangkan perspektif dan mengasah kemampuannya dalam bekerja sama. 

Terakhir, bantu anak untuk dapat memahami dan mengatur emosinya. Ini akan mendorong anak dapat belajar mengatur diri dan mengurangi kecenderungan anak menjadi depresi di masa depan. 

 

Penulis : Nadia Intan Fajarlie Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU