> >

Gutta Percha, Pohon Langka yang Daunnya Berharga Jutaan Rupiah

Explore indonesia | 14 September 2021, 16:34 WIB
Pohon Gutta Percha di kawasan Perkebunan Sukamaju milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII di Desa Cipetir, Kecamatan Cikidang, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. (Sumber: ANTARA/Aditya Ramadhan)

Penggunaan Gutta Percha meningkat drastis pada awal abad 20. Sebanyak 88 juta kilogram Gutta Percha digunakan sebagai pelapis kabel bawah laut yang membentang sepanjang 200 ribu mil ke seluruh dunia.

Baca Juga: Hijaukan Kampus, Tanam Pohon Buah

Baca Juga: Pria Ini Hasilkan Rp 4 Miliar Per Tahun dari Bisnis Daun Kelor

Permintaan pasar yang tinggi membuat pemerintah kolonial Belanda mendirikan perkebunan Gutta Percha di Sukabumi, Jawa Barat. Mereka juga membangun pabrik pengolahannya pada tahun 1885.

Namun, pada tahun 1921 pabrik itu berhenti beroperasi akibat memudarnya pamor Gutta Percha. Saat itu ditemukan material sintetis plastik yang memiliki senyawa mirip dengan Gutta Percha, dengan harga yang jauh lebih murah.

Asisten Kepala Wakil Manajer PTPN VIII Unit Perkebunan Sukamaju Dadan Ramdan, mengatakan pihaknya terus membudidaya pohon Gutta Percha di lahan konservasi yang sudah disediakan.

"Dari 21.252 hektare lahan yang dimiliki PT PN VIII, 333 hektare lahan di antaranya sengaja kami tanami Pohon Gutta Percha. Selain untuk menjaga ekosistem alam, ini juga sebagai upaya kami melestarikan sejarah," kata Dadan.

Pesanan dari Mancanegara

Tidak jauh dari pepohonan Gutta Percha itu, terdapat bangunan tua berdinding seng. Bangunan itu adalah pabrik pengolahan daun Gutta Percha yang dikelola oleh PTPN VIII. Saat ini pabrik itu masih berproduksi mengolah daun pohon Gutta Percha menjadi getah karet keras berbentuk lempengan bundar bertuliskan "Tjipetir".  

Meski demikian, Pabrik Cipetir hanya beroperasi beberapa kali dalam setahun. Hal itu untuk memenuhi permintaan getah Gutta Percha dari sejumlah negara, di antaranya Korea Selatan, Jepang, dan Jerman.

Mandor Besar atau Pengawas Pengelolaan Pabrik Gutta Percha Cipetir Budi Prayudi, mengatakan, permintaan getah Gutta Percha tidak terlalu banyak. Biasanya hanya sekali dalam dua tahun. 

"Jepang, Korea, dan Jerman biasanya memesan 200 kilogram Gutta Percha satu atau dua tahun sekali. Digunakan untuk keperluan medis," kata dia.

Saat ini, proses pengolahan getah Gutta Percha tidak jauh berbeda dengan proses yang dilakukan pada tahun 1800an. Bahkan cara dan alatnya pun masih sama.

Daun-daun Gutta Percha digiling menggunakan batu bundar berukuran raksasa, yang konon didatangkan langsung dari Italia. Pabrik Cipetir memiliki lima batu penggiling, tetapi saat ini hanya satu yang dioperasikan.  

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Antara


TERBARU