> >

Tayang di Bioskop 22 April 2021, Berikut Tiga Pesan dari Film Dokumenter Pulau Plastik

Film | 11 April 2021, 16:02 WIB
Gede Robi dalam Trailer Film Dokumenter Pulau Plastik (Sumber: Youtube Visinema Pictures)

SOLO, KOMPAS.TV - Tayang di bioskop 22 April 2021, Pulau Plastik merupakan film dokumenter atas perjalanan tiga aktivis, yakni Gede Robi, Tiza Mafira, dan Prigi Arisandi.

Ketiga aktivis ini menolak diam untuk melawan kerusakan lingkungan yang disebabkan plastik sekali pakai. Tidak hanya mereka, dalam film ini juga melibatkan Komunitas Kopernik.

"Kurang dari 5 menit saya sudah menemukan sedotan plastik sedemikian banyak," ucap Gede Robi dalam Trailer Film Pulau Plastik.

Adegan vokalis cum gitaris Navicula menggenggam erat puluhan sedotan di tepi pantai, kemudian disusul oleh penjelasan dari Tiza Mafira yang mengatakan sampah yang datang dari laut merupakan sampah kita.

Dandhy Laksono sebagai sutradara film ini menyampaikan bahwa karakter yang dilibatkan merupakan wujud dari sosok yang tidak hanya bisa bicara advokasi, melainkan pelaku atas hal-hal yang sering diucapkan.

Pulau Plastik: Perjalanan dan Catatan untuk Masa Depan yang juga disutradarai oleh Rahung Nasution merupakan bagian dari kampanye kolaboratif yang dilakukan antara Visinema Pictures, Kopernik, Akarumput, dan Watchdoc Documentary.

Berikut tiga pesan film Pulau Plastik yang disampaikan berkaitan dengan kehidupan masyarakat:

1. Level individu yang terkait dengan perubahan perilaku gaya hidup dan segala macam bentuk konsumsi manusia.

Dandhy menegaskan, pada level ini perilaku gaya hidup yang dimaksud tidak sekadar advokasi, kampanye, dan penelitian semata. Tetapi, bagaimana kemudian orang tersebut bisa mengerjakan apa yang dibicarakan.

2. Level kebijakan publik

Melalui film ini besar harapan dapat turut mendorong perubahan kebijakan politik terkait kebijakan plastik dan kebijakan industri kemasan.

3. Level Bisnis

Hal ini terlihat dari pola aktivitas bisnis Indonesia yang mengutamakan serba instan, butuh kemasan, dan diproduksi massal. Plastik yang mewadahi keinginan bisnis tersebut, kemudian dipakai tanpa dipikirkan ke mana plastik itu berakhir setelah digunakan.

"Dan Indonesia tempat paling nyaman untuk berbisnis model begitu, karena di luar negeri ada aturan yang lebih ketat. Kalau merilis botol plastik harus menyediakan collecting station, di Indonesia liberal banget," pungkas Dandhy.

Penulis : Nurul Fitriana Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU