> >

Utang Luar Negeri Indonesia Naik, Capai 407,3 Miliar Dolar AS pada Februari 2024

Ekonomi dan bisnis | 20 April 2024, 15:15 WIB
Ilustrasi. Bank Indonesia mencatat, Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Februari 2024 sebesar 407,3 miliar dolar AS, jumlah itu naik 1,4% dari Februari 2023. (Sumber: Antara)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Bank Indonesia mencatat Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Februari 2024 sebesar 407,3 miliar dolar AS. Jumlah itu naik 1,4% dari Februari 2023. 

Dengan kurs rupiah saat ini yang mencapai Rp16.200 per dolar AS, maka utang luar negeri Indonesia itu setara dengan Rp6.516,80 triliun. 

Asisten Gubernur Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono mengatakan, peningkatan tersebut terutama bersumber dari sektor publik, baik pemerintah maupun bank sentral. 

Namun ia menyebut, ULN pemerintah tetap terkendali dan dikelola secara terukur, efisien, dan akuntabel. Ia menjelaskan, ULN terdiri dari utang pemerintah dan utang swasta. 

Baca Juga: Erick Thohir Bantah Instruksikan BUMN Borong Dolar AS di Tengah Pelemahan Rupiah

Posisi ULN pemerintah pada Februari 2024 tercatat sebesar 194,8 miliar dolar AS, atau tumbuh 1,3% (year-over-year/yoy atau dari tahun ke tahun), meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan 0,1% (yoy) pada bulan sebelumnya.

"Perkembangan ULN tersebut terutama disebabkan oleh penarikan pinjaman luar negeri, khususnya pinjaman multilateral, untuk mendukung pembiayaan beberapa program dan proyek pemerintah," kata Erwin dalam keterangan resminya. 

Ia menyampaikan, sebagai salah satu komponen dalam instrumen pembiayaan APBN dan dalam rangka melanjutkan momentum pertumbuhan ekonomi, pemanfaatan ULN terus diarahkan untuk mendukung upaya Pemerintah dalam pembiayaan sektor produktif serta belanja prioritas. 

"ULN pemerintah tetap dikelola secara hati-hati, kredibel, dan akuntabel untuk mendukung belanja," ujarnya.

Antara lain pada sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial (21,1% dari total ULN pemerintah); Administrasi Pemerintah, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib (18,1%); Jasa Pendidikan (16,9%); Konstruksi (13,7%); serta Jasa Keuangan dan Asuransi (9,7%). 

Penulis : Dina Karina Editor : Vyara-Lestari

Sumber :


TERBARU