Rupiah Melemah, Erick Thohir Minta BUMN Tinjau Ulang Utang dan Lakukan Uji Stres
Ekonomi dan bisnis | 18 April 2024, 21:35 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir meminta BUMN mengantisipasi dampak gejolak ekonomi dan geopolitik dunia, salah satunya pelemahan rupiah.
Erick mengatakan BUMN harus melakukan langkah cepat dalam meminimalisasi dampak global melalui peninjauan ulang biaya operasional, belanja modal, utang yang akan jatuh tempo, rencana aksi korporasi. Selain itu, melakukan uji stres untuk melihat kondisi BUMN dalam situasi terkini.
Dia juga meminta BUMN perbankan menjaga secara proporsional porsi kredit yang terdampak oleh volatilitas rupiah, suku bunga, dan harga minyak.
"BUMN yang memiliki utang luar negeri atau berencana menerbitkan instrumen dalam dolar AS agar mengkaji opsi hedging untuk meminimalisasi dampak fluktuasi kurs," kata Erick di Jakarta, Rabu (17/4/2024), dikutip dari laman resmi Kementerian BUMN.
Baca Juga: Jokowi Tunjuk Luhut jadi Koordinator Investasi Apple di Ibu Kota Nusantara
"Seluruh BUMN diharapkan dapat waspada dan awas dengan memantau situasi saat ini, mengingat kemungkinan terjadi kenaikan tingkat suku bunga dalam waktu dekat," tambahnya.
Erick menerangkan, inflasi Amerika Serikat sebesar 3,5 persen membuat langkah Bank Sentral AS, The Fed, menurunkan suku bunga acuan (Fed Fund Rate) tidak akan terjadi dalam waktu dekat.
"Situasi geopolitik juga semakin bergejolak dengan memanasnya konflik Israel dan Iran beberapa hari yang lalu," ujar Erick.
Kondisi itulah yang memicu penguatan dolar AS terhadap rupiah serta kenaikan harga minyak.
Baca Juga: Rupiah Melemah, Industri Makanan-Minuman Sangat Terdampak, Minta BI Intervensi
"Harga minyak ini bahkan diprediksi beberapa ekonom bisa mencapai 100 dolar AS per barel apabila konflik meluas dan melibatkan Amerika Serikat," ucap Erick.
Dua hal tersebut telah melemahkan rupiah menjadi Rp16.000-16.300 per dolar AS dalam beberapa hari ke belakang. Nilai tukar ini bahkan bisa mencapai lebih dari Rp16.500 apabila tensi geopolitik tidak menurun.
Erick menilai, situasi ekonomi dan geopolitik tersebut sudah dan akan berdampak kepada Indonesia melalui capital outflow. Di mana investor pasar keuangan akan menempatkan dana mereka di AS, sehingga memicu melemahnya rupiah dan naiknya imbal hasil obligasi.
Kemudian juga semakin mahalnya biaya impor bahan baku dan pangan karena gangguan rantai pasok karena konflik Iran-Israel.
"Dan akan menggerus neraca perdagangan Indonesia," sambungnya.
Baca Juga: Rupiah Tembus Rp16.200/Dollar AS, Ekonom Ingatkan Stabilitas Politik dalam Negeri Dijaga
Menanggapi arahan Menteri BUMN, Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati mengatakan pihaknya secara intens terus memantau perkembangan terkini.
Nicke menyebut fluktuasi minyak dunia akan kian dinamis setelah meningkatnya ketegangan yang terjadi di Timur Tengah.
"Kita sejak awal telah menyiapkan upaya dalam mengendalikan biaya, mulai dari seperti pemilihan crude yang optimal, pengelolaan inventory, efisiensi biaya pengangkutan dan maksimalisasi produksi high valuable product," ungkap Nicke.
Hal serupa juga dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (BRI). Dirut BRI Sunarso memastikan BRI akan menerapkan langkah ketat dalam rencana aksi korporasi ke depan.
Baca Juga: Satgas PASTI OJK Blokir 602 Pinjol Ilegal, Pinpri, dan Investasi Bodong
BRI, lanjut Sunarso, juga berkomitmen penuh menjaga porsi kredit yang terdampak oleh volatilitas rupiah, suku bunga, dan harga minyak secara proporsional.
"Tentu seperti arahan Pak Menteri, kita akan melaksanakan uji stres dan juga memonitor dengan saksama dampak ekonomi dan geopolitik global terhadap kondisi di tanah air," ungkapnya.
Penulis : Dina Karina Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : KOMPAS TV