> >

Izin 48 Peguruan Tinggi Dicabut sejak 2022, Kemendikbudristek Beberkan Alasannya

Ekonomi dan bisnis | 26 Mei 2023, 12:49 WIB
Ilustrasi perguruan tinggi. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Tekhnologi (Kemendikbudristek) telah mencabut 48 izin operasional perguruan tinggi sejak tahun 2022 hingga bulan Maret 2023. (Sumber: Shutterstock).

JAKARTA, KOMPAS. TV - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Tekhnologi (Kemendikbudristek) telah mencabut 48 izin operasional perguruan tinggi sejak tahun 2022 hingga bulan Maret 2023.

Rinciannya, 31 izin perguruan tinggi dicabut sepanjang 2022 dan 17 izin dicabut pada periode Januari-Maret 2023. Terbaru, pada Rabu (24/5/2023), Kemendikbudristek mencabut 1 lagi izin operasional perguruan tinggi.

Hal itu disampaikan Direktur Kelembagaan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Diktiristek) Kemendikbudristek Lukman, dalam sebuah acara di Padang, Rabu (24/5).

"Tadi siang Direktorat Diktiristek terpaksa mencabut izin operasional sebuah perguruan tinggi yang memiliki 6.800 mahasiswa," kata Lukman.

Sebenarnya, pencabutan izin operasional itu tidak dilakukan secara tiba-tiba. Lukman mengatakan, pihaknga selalu memberi kesempatan selama 6 bulan kepada kampus terkait untuk memperbaiki diri.

"Setiap perguruan tinggi yang dijatuhi sanksi berat diberikan waktu enam bulan untuk memperbaiki masalah yang dihadapi," ujar Lukman seperti dikutip dari Antara.

Jika perguruan tinggi tersebut berhasil menyelesaikan permasalahannya, maka semua hak yang sebelumnya dicabut akan dipulihkan Kemendikbudristek. Termasuk izin penerimaan mahasiswa baru.

"Namun, kalau selama rentang waktu itu tidak bisa memperbaiki kesalahannya maka kita cabut izin operasionalnya," ucapnya.

Ia pun menjelaskan mekanisme pencabutan izin operasional sebuah perguruan tinggi. Setelah mendapat laporan adanya pelanggaran di kampus tersebut, pihak Kemendikbudristek terlebih dahulu melakukan kajian.

Setelah itu, akan diputuskan dijatuhi sanksi ringan, sedang atau berat. Untuk kategori sanksi ringan dan sedang penyelesaiannya dilakukan oleh Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI).

Apabila masalah tersebut masih bisa dimediasi maka tidak perlu sampai ke pusat atau sampai pada pencabutan izin operasional.

Namun, apabila pelanggaran yang dilakukan perguruan tinggi itu tergolong berat, harus diselesaikan langsung oleh Kemendikbudristek.

"Biasanya kita tidak langsung cabut karena ada penghentian pembinaan misalnya tidak boleh menerima mahasiswa, tidak mendapatkan bantuan, tidak boleh wisuda sampai masalahnya selesai," tutur Lukman.

Hal serup juga disampaikan Kepala LLDIKTI Wilayah X Afdalisma. Ia mengatakan, penutupan sebuah perguruan tinggi swasta harus melalui kajian mendalam termasuk pemantauan oleh tim evaluasi kinerja dari Kemendikbudristek.

"Perlu diingat, penutupan perguruan tinggi swasta tidak bisa serta merta harus ada kajian mendalam," sebutnya pada kesempatan yang sama.

Lukman tidak merinci nama-nama 48 perguruan tinggi yang sudah ditutup sejak 2022. Namun ia membeberkan sejumlah alasannya.

Pertama, ada kisruh internal di Perguruan Tinggi. Ia menyampaikan, pertikaian kadang terjadi di antara pengelola perguruan tinggi swasta yang didirikan oleh keluarga atau kelompok.

Konflik itu dapat mengganggu penyelenggaraan pendidikan di perguruan tinggi yang bersangkutan.

"Dari kisruh itu tak jarang terjadi kampus ditutup dan lain sebagainya," kata Lukman.

Kedua, Perguruan Tinggi tersebut tidak memenuhi standar nasional pelaksanaan pendidikan tinggi. Antara lain dalam hal penerapan kurikulum, proses belajar mengajar, dan penilaian.

Dalam beberapa kasus ada perguruan tinggi yang membuka pendaftaran dan menerima mahasiswa. Namun sesudah itu tidak melaksanakan proses pembelajaran secara efektif.

Ketiga, ada kecurangan. Misalnya, pemerintah memberikan beasiswa tetapi Perguruan Tinggi tidak menyalurkannya kepada yang berhak. Faktor keempat, adalah Perguruan Tinggi sudah tidak mampu menerapkan standar yang ditetapkan oleh pemerintah mengenai penyelenggaraan pendidikan tinggi.

Kemendikbudristek mencatat, Lukman ada 4.231 perguruan tinggi dengan 29.821 program studi, sembilan juta mahasiswa, dan 350.000 dosen.

"Di sinilah letak problematikanya, tidak mudah mengelola perguruan tinggi, program studi, dosen dan mahasiswa ketika akan mencabut izin operasional," kata Lukman.

Setiap harinya, Direktorat Jenderal Diktiristek menerima beragam masalah perguruan tinggi di Tanah Air.

Selain yang sudah resmi dicabut, saat ini sudah ada 19 berkas perguruan tinggi yang akan dipelajari Direktorat Jenderal Diktiristek terkait dengan beberapa permasalahan yang sedang dihadapi.

Di satu sisi, ia menyadari pencabutan izin operasional perguruan tinggi memiliki dampak yang luas. Mulai dari ribuan mahasiswa terdampar, dosen hingga dampak perekonomian bagi masyarakat sekitar yang menggantungkan hidupnya dari aktivitas perguruan tinggi seperti indekos, rumah makan dan sebagainya.

Sementara itu, Kepala LLDIKTI Wilayah X Afdalisma mengatakan program kerja yang dirumuskan oleh 220 perguruan tinggi swasta di bawah naungannya diharapkan merefleksikan peranan dan tanggung jawab semua pihak.

Tanggung jawab tersebut meliputi peran Kememdikbudristek, LLDIKTI Wilayah X, Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI), badan penyelenggara hingga institusi perguruan tinggi.

Di samping itu, pihaknya berharap dukungan pemerintah daerah, kabupaten/kota maupun provinsi dalam mendorong perkembangan perguruan tinggi untuk peningkatan mutu para lulusan.

Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Antara


TERBARU