> >

Jejak dan Pengaruh Mohammad Natsir: Ulama, Pejuang dan Tokoh Masyumi

Risalah | 26 April 2022, 13:38 WIB
Sosok Mohammad Natsir sebagai Ulama dan Politisi serta pejuang Nasional (Sumber: ANTARA/Dok Keluarga)

Mohammad Hatta, menyebut mosi integral yang ia pancangkan dalam republik ini begitu berarti, diibarakat seperti proklamasi kedua bagi Republik.

Baca Juga: Syekh Ahmad Surkati: Dari Sudan Jadi Ulama Pembaharu Islam dan Mendirikan Al-Irsyad di Indonesia

Jejak Pendidikan, Bandung sebagai Pergerakan

Mohammad Natsir kecil sendiri lahir di Alahan Panjang, Lembah Gumanti, Solok, Sumatera Barat, pada tanggal 17 Juli 1908.

Ia dilahirkan dari tradisi Minangkabau yang taat dalam menjalankan ajaran agama Islam. Natsir memulai pendidikan di Sekolah Rakyat Maninjau selama dua tahun. Berikutnya dia pindah ke Hollandsche-Inlandsche School (HIS) atau sekolah Belanda untuk pribumi di Adabiyah, Padang.

Pada tahun 1923, Natsir melanjutkan studi di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO). Di sini dia mulai aktif dalam kegiatan organisasi. Lulus dari MULO, Natsir merantau ke Bandung untuk belajar di Algemeene Middelbare School (AMS) dan lulus tahun 1930.

Di Bandung inilah, pemikiran dan aktivismenya  mendapatkan tempat. Ia pun belajar banyak dari ulama dan pejuang yang akhirnya jadi mentornya, mulai dari Agus Salim hingga Ahmad Hassan, pendiri Persis, organisasi yang kelak melekat dalam namanya.

Pengaruh Pendidikan Islam, Jadi Tokoh Masyumi

Sejak di Padang, ia tergabung dengan Organisasi Pemuda Jong Islamieten Bond (JIB) dan ketika pindah ke Bandung, ia didapuk jadi ketua periode 1928-1932. Selama di Bandung ini Natsir juga mendirikan Lembaga Pendidikan Islam (Pendis).

Lewat Lembaga Pendis ini namanya melambung, pengaruhnya pun begitu kuat. Pendis adalah sekolah modern yang mengintegrasikan pesantrean dan Pendidikan umum.  Dalam waktu 10 tahun, Pendis berkembang pesat, dan memiliki sekolah dari jenjang TK hingga Sekolah Dasar.

Pada tahun 1938, Natsir mulai aktif berpolitik dengan bergabung dalam Partai Islam Indonesia (PII). Periode tahun 1940-1942, Natsir menjadi Ketua PII Bandung. Pada masa pemerintahan Jepang, Natsir aktif di Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang dibentuk pada 5 September 1942.  

Partai ini kelak berubah dengan Masyumi, sebuah partai besar dalam sejarah yang gabungan dari Nadhlatul Ulama (NU) Muhammadiyah dan sejumlah ormas Islam.

Dalam sejarah, ia juga mencatat pelbagia posisi penting, mulai dari Perdana Menteri hingga Menteri pada masa Bung Karno.  Ia juga dikenal dalam pergaulan Internasional dan dianggap sebagai ulama berpengaruh dunia.

Wafat dan Warisan Abadi

Setelah menghabiskan hampir seluruh hidupnya untuk umat, Mohammad Natsir wafat pada 6 Februari 1993 dan dikebumikan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Karet Bivak, Jakarta Pusat,  sehari kemudian.  Digambarkan, ketika ia wafat orang-orang menyemut dan menangisi kepergiannya.

“Isak tangis dan derai air mata Jemaah tak terhankan di sela-sela salat jenazah. Hujan lebat yang turun mengguyur kota Jakarta sejak subuh tidak mampu menahan mereka untuk mengantarkan tokoh yang mereka agungkan itu. Dua spanduk hijau bertuliskan ‘Kami siap Melanjutkan perjuanganmu, Bapak Natsir’ terpampang. Takbir terus bergema menembus cakrawala terlepas dari bibir para pengantar,” tulisnya.

Ia pun pergi dengan meninggalkan jejak dan pengaruh, serta karya yang cukup banyak. Tercatat ada 45 buku dan ratusan artikel gagasan ia terserak dan terus dipelajari hingga kini. Sosok penting Republik dapat gelar Pahlawan pada 2008 dan gagasannya pun abadi hingga kini. 

Penulis : Dedik Priyanto Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU