> >

Untaian Panjang Doa untuk Leluhur saat Ziarah di Pekan Terakhir Jelang Ramadan

Tradisi | 28 Maret 2022, 09:30 WIB
Ziarah ke makam keluarga atau leluhur menjelang bulan suci Ramadan menjadi tradisi sebagian umat Muslim di Indonesia, termasuk Yogyakarta. (Sumber: Kompas TV/Kurniawan Eka Mulyana)

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Ziarah ke makam keluarga atau leluhur menjelang bulan suci Ramadan menjadi tradisi sebagian Muslim di Indonesia, termasuk Yogyakarta.

Suara sapu lidi yang menggesek tanah terdengar di sisi barat halaman depan kompleks makam Ki Ageng Karang Lo, di Jl Karangturi, Wiyoro, Baturetno, Kecamatan Banguntapan, Bantul, sore itu, Minggu (27/3/2022).

Kepulan debu yang dihasilkan sedikit menghalangi pandangan. Namun, pria paruh baya yang menggenggam gagang sapu itu tak menghentikan aktivitasnya.

Tangan dan lengannya bergerak seperti mendayung, melontarkan debu serta kerikil kecil yang terkena ujung lidi. Dia melanjutkan kerjanya hingga sejumlah daun kering terkumpul di satu titik.

Beberapa meter di sebelah timurnya, Ansyori, pria berusia 65 tahun, yang merupakan juru kunci kompleks makam itu, duduk di lantai beralaskan tikar.

Warna rambutnya yang keperakan dan guratan keriput di ujung matanya, menunjukkan usia Ansyori yang tak lagi muda.

Sebatang rokok terselip di antara telunjuk dan jari tengah tangan kanannya. Asap putih tipis mengepul dari bara api di ujung rokok setelah ia mengisapnya perlahan. Kemudian asap yang lebih tebal diembuskan dari bibirnya.

Baca Juga: Ziarah Kubur Jelang Ramadan: Berikut Doa, Zikir dan Tata Caranya

Hari itu merupakan Minggu terakhir sebelum memasuki Ramadan 1443 H atau 2022. Ini adalah waktu-waktu sibuk untuk para juru kunci kompleks makam di Yogyakarta.

Sepertinya hari ini Ansyori juga sibuk dengan aktivitasnya, itu terlihat dari keringat yang masih membasahi sebagian leher dan dahinya.

"Saya sudah 35 tahun jadi juru kunci si sini, meneruskan bapak saya," tutur Ansyori sore itu.

Ziarah Makam Jelang Ramadan

Ansyori mengaku sudah menjadi juru kunci kompleks makam itu sejak usianya masih 30 tahun. Sehingga, dia cukup hafal waktu-waktu kunjungan para peziarah.

Ia membenarkan bahwa hari-hari menjelang bulan suci Ramadan merupakan waktu sibuk baginya. Hari lain yang juga menjadi waktu sibuknya adalah hari pertama hingga ketiga Idulfitri.

Pada waktu-waktu itu biasanya cukup banyak peziarah yang datang ke makam. Tak jarang mereka datang bersama rombongan, untuk mendoakan keluarga atau leluhur yang telah wafat.

Namun, pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak dua tahun terakhir, diakuinya cukup berpengaruh terhadap kunjungan peziarah.

"Dua tahun terakhir, (peziarah) yang datang cuma sedikit. Banyak yang tidak bisa ke mana-mana karena pandemi," jelasnya.

Lima anak kecil menabur bunga di makam keluarga mereka yang dimakamkan di kompleks makam Ki Ageng Karang Lo, Bantul, Minggu (27/3/2022). (Sumber: Kompas TV/Kurniawan Eka Mulyana)

Penjelasannya terhenti saat pria paruh baya yang tadi menyapu, menanyakan sesuatu pada Ansyori. Keduanya sempat bercakap dari jarak beberapa meter. Kemudian, Ansyori kembali menceritakan pengalamannya sebagai juru kunci.

Biasanya, hari Sabtu dan Minggu terakhir menjelang bulan suci Ramadan, jumlah pengunjung yang berziarah ke makam mencapai puncaknya.

Tahun ini jumlah peziarah yang datang menjelang Ramadan kembali banyak. Dalam dua hari terakhir, sudah puluhan orang yang datang ke kompleks makam itu untuk berziarah.

Meski demikian, Ansyori mengaku tidak mengetahui pasti jumlah peziarah yang datang dalam dua hari ini.

"Coba lihat di buku tamu. Kadang-kadang orang menulis di situ. Tapi lebih banyak yang tidak mengisi buku tamu."

Pada bulan Ruwah atau menjelang Ramadan, kata Ansyori, nyekar atau berziarah ke makam biasanya dirangkaikan dengan ruwahan, berupa pembuatan tiga jenis kue tradisional, yakni ketan, kolak, dan kue apem.

Ketiga penganan tradisional itu mengandung makna dan filosofi, tetapi ia tidak menjelaskan secara rinci tentang filosofi itu.

Percakapan kembali terhenti saat rombongan peziarah tiba di tempat itu. Dua guci berukuran kecil yang terletak tepat di belakang pintu gerbang makam, menyambut para peziarah dan siapa pun yang datang.

Ansyori ramah menyapa. Sepertinya ia cukup akrab dengan beberapa anggota rombongan itu. Ia kemudian mempersilakan mereka menuju makam keluarga yang dituju.

Sore merangkak pelan menuju senja. Desir angin dan gesekan dedaunan terdengar mengiringi rapal doa yang terucap dari bibir pria peziarah bersarung.

Dengan lancar ia melantunkan harapan untuk sang ayah yang telah meninggal. Matanya terkatup, sementara kedua tangannya menengadah, sama seperti anggota keluarganya yang berziarah di situ.

Seusai berdoa, lima anak kecil yang ikut dalam rombongan itu, perlahan menaburkan bunga berwarna merah dan putih di atas pusara. Tangan-tangan mungil mereka bergantian menjumput kembang dari keranjang. Aroma khasnya menyebar terbawa angin.

"Saya tiap tahun nyekar (berziarah) ke makam bapak di sini," kata seorang wanita peziarah bernama Wiwik (39).

Ziarah ke makam keluarga atau leluhur menjelang bulan suci Ramadan menjadi tradisi sebagian umat Muslim di Indonesia, termasuk Yogyakarta. (Sumber: Kompas TV/Kurniawan Eka Mulyana)

Menurutnya, kedatangan mereka berziarah bukan sekadar tradisi, tetapi juga untuk mendoakan dan memohonkan ampunan untuk keluarga yang telah meninggal sebelum menjalankan ibadah puasa.

"Jadinya kan kita puasa bisa lebih fokus, lebih bersih diri dan hati."

"Bukan cuma kita yang masih hidup, yang meninggal pun kita harapkan mendapat ampunan dan rahmat," tuturnya.

Tradisi di Keraton Yogyakarta

Tradisi berziarah ke makam keluarga atau leluhur menjelang bulan suci Ramadan bukan hanya dilakukan oleh masyarakat umum di Yogyakarta.

Hal yang sama namun dengan cara dan aturan yang berbeda juga dilaksanakan oleh pihak Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau Keraton Kesultanan Yogyakarta.

Ziarah ke makam para leluhur menjelang Ramadan tersebut dikenal dengan nama Kuthomoro, yang berlangsung selama tiga hari pada bulan Ruwah dalam kalender Jawa.

Berbeda dengan ziarah yang dilakukan masyarakat umum, pada tradisi Kuthomoro, Abdi Dalem  Keparak Keraton Yogyakarta meyiapkan ubarampe berjumlah 400 buah.

Ubarampe yang disiapkan di antaranya minyak wangi (lisah konyoh), uang untuk membeli bunga tabur (yatra tindih), dan serbuk kayu cendana (ratus), kemudian diinapkan semalam di Gedhong Prabayeksa.

“Seluruh ubarampe yang digunakan merupakan benda-benda beraroma harum, hal ini melambangkan keluhuran, keharuman, dan menjunjung tinggi nama-nama leluhur yang telah tiada,” demikian tertulis di laman resmi Keraton Yogyakarta.

Prosesi Kuthomoro bertujuan untuk mengirim doa dan memohonkan ampunan untuk para leluhur yang dikebumikan di makam milik Keraton Yogyakarta.

Pelaksanaan Kuthomoro tahun ini dimulai tanggal 13 Ruwah atau Kamis (17/3/2022). Prosesi berawal dengan penyerahan seluruh ubarampe dari Abdi Dalem Keparak kepada Abdi Dalem Kanca Kaji dan Suranata di Bangsal Pengapit.

Baca Juga: Mengenal Sejarah Salat Tarawih, Ibadah Khusus Bulan Suci Ramadan

Selanjutnya, ubarampe dibawa ke Kawedanan Pengulon dan disisihkan sedikit untuk kerabat keraton yang hendak berziarah setelah prosesi Kuthomoro selesai.

Prosesi tradisi ziarah kubur menjelang bulan Ramadan oleh pihak Keraton Yogyakarta, yang disebut Kuthomoro. (Sumber: kratonjogja.id)

Pada tanggal 14 Ruwah atau Jumat (18/3/2022), sejumlah Abdi Dalem Pengulon mengantar ubarampe ke pemakaman Kotagede dan dilanjutkan ke Kantor Bupati Puralaya Imogiri.

Selain kedua makam tersebut, ada sekitar 58 makam Kagungan Dalem lain di luar Daerah Istimewa Yogyakarta  yang memperoleh kiriman ubarampe melalui paket pos. 

Seorang Abdi Dalem, Mas Riyo Sari Hartoko menyampaikan, ubarampe Kuthomoro makam di luar Yogyakarta dikirim melalui paket pos pada tanggal 13 Ruwah.

“Sementara, kami (Kawedanan Pengulon) mengantar ubarampe ke Kotagedhe dan Imogiri pada keesokan harinya (14 Ruwah).”

Sedangkan Abdi Dalem juru kunci makam Kagungan Dalem di wilayah Yogyakarta (kecuali Kotagedhe dan Imogiri) akan mengambil  ubarampe langsung ke Kawedanan Pengulon.

Selanjutnya, prosesi ziarah dilaksanakan pada Sabtu pagi (19/3/2022) atau 15 Ruwah.

Di makam Imogiri, arak-arakan Abdi Dalem Puralaya membawa ubarampe ziarah dengan menggunakan jodhang.

Para Abdi Dalem tersebut berjalan kaki mulai dari Kabupaten Puralaya hingga menaiki tangga makam Imogiri.

Kemudian, setibanya di Bangsal Srimanganti, pendapa di pintu masuk makam Sultan Agung, doa bersama digelar sebelum memulai prosesi ziarah yang berpusat di makam Sultan Agung.

Kegiatan doa bersama dan pembacaan tahlil untuk Sultan Agung dan raja-raja yang telah wafat tersebut dipimpin oleh Mas Wedana Rekso Jogowasito Danarto.

Setelah prosesi ziarah di Kotagede dan Imogiri selesai, kemudian bisa dilaksanakan ziarah makam kagungan dalem lainnya.

 “Ziarah makam kagungan dalem lainnya baru akan diselenggarakan setelah ziarah makam Kotagede dan Imogiri selesai, yakni keesokan harinya,” tutur Mas Riyo Sari Hartoko.

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV


TERBARU