> >

Sri Mulyani Ungkap Utang Negara Naik Rp 422,7 Triliun pada 2019, Total Jadi Rp 5.340 T

Ekonomi dan bisnis | 16 Juli 2020, 21:12 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (4/7/2017). (Sumber: KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan kewajiban atau utang pemerintah meningkat Rp 422,7 triliun sepanjang 2019. Sehingga utang pemerintah menjadi sebesar Rp 5.340,2 triliun per 31 Desember 2019.

Utang pemerintah itu secara tahunan naik 8,6% dari Kewajiban pemerintah per 31 Desember 2018.

Baca Juga: Bank Dunia Sebut Ekonomi Indonesia Bisa 0 Persen, Sri Mulyani: Tidak Ada yang Yakin Prospek ke Depan

Menurut Sri Mulyani, peningkatan utang tersebut sebagian besar disebabkan oleh penerbitan surat utang negara.

“Peningkatan kewajiban pemerintah pada tahun 2019 sebagian besar berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) neto,” kata Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI, Kamis (16/7), sebagaimana dikutip dari Kontan.co,id.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menegaskan, penerbitan SBN neto itu digunakan terutama untuk memenuhi berbagai kebutuhan prioritas, termasuk pembangunan infrastruktur dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Diketahui, utang pemerintah itu sudah disetujui Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) sebagaimana tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran (P2 APBN) 2019.

Baca Juga: Ujian "Skill Tingkat Dewa" Sri Mulyani

Ilustrasi: uang pengajuan kredit pembiayaan. (Sumber: KOMPAS.COM)

Ekonomi Indonesia Bisa 0 Persen

Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga tengah merosot. Namun Bank Dunia (World Bank) memproyeksikan ekonomi Indonesia bisa bertumbuh 0 persen alias tidak bergerak pada tahun ini.

Proyeksi tersebut didasarkan pada tiga hal. Pertama, apabila pertumbuhan ekonomi global turun sampai dengan minus 5,2% di tahun ini.

Kedua apabila perekonomian Indonesia bisa dibuka kembali sepenuhnya pada bulan Agustus mendatang. Terakhir, apabila tidak ada gelombang infeksi lanjutan dari pandemi Covid-19 ini.

Menanggapi itu, Menkeu Sri Mulyani mengatakan, berdasarkan asumsi tersebut maka sebenarnya pemulihan ekonomi Indonesia menghadapi ketidakpastian.

"Tidak ada yang yakin 100% terhadap prospek ke depan karena pandemi ini. Bahkan Pemerintah Daerah (Pemda) dan Pemerintah Pusat amat baru menghadapi ini," ujar Sri dalam peluncuran Indonesia Economic Prospect, Kamis (16/7).

Sri Mulyani menjelaskan, pertumbuhan ekonomi dibangun dari mobilisasi masyarakat, barang, dan modal. Ketiga faktor itulah yang utamanya akan menopang pertumbuhan ekonomi.

Dengan melihat hal ini, maka Indonesia harus bersiap untuk melihat aspek mana saja yang optimistis akan bertumbuh dan aspek mana saja yang tidak akan bertumbuh.

Pasalnya, seluruh lapisan masyarakat dan pemangku kepentingan tidak menginginkan adanya skenario terburuk.

Ia menilai, ketiga faktor tersebut merupakan area yang akan terus memengaruhi proyeksi ekonomi hingga akhir tahun, bahkan hingga tahun 2021 mendatang.

"Kita selalu berharap yang terbaik dan mempersiapkan yang terburuk. Sebelumnya memang ada kontraksi dari bulan Mei sampai Juni, kalau berlanjut kita akan melihat tren pemulihan di bulan Juli," papar Sri.

Baca Juga: Erick Thohir Tagih Utang Pemerintah Rp113 Triliun di Hadapan Anggota DPR, Ini Rinciannya

Ketahanan Masyarakat

Selain itu, kata Sri, pemerintah akan terus mengidentifikasi ketahanan masyarakat berpenghasilan rendah, apakah mereka bisa bertahan atau tidak.

Sama halnya dengan para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), apakah mereka bisa terus berjalan dan dipulihkan lagi seperti sedia kala.

Ke depannya, pendataan terkait informasi tempat tinggal serta identitas akan terus ditingkatkan oleh pemerintah. Pasalnya, biasanya di dalam sebuah kebijakan yang telah terencana sangat baik, implementasinya masih sering terkendala dalam hal pendataan.

"Apakah infrastrukturnya sudah cukup baik uuntuk mengeksekusi kelompok yang ingin kita jangkau. Misalnya, apakah kita tahu UMKM lokasinya di mana, khususnya mereka yang tidak punya akses ke perbankan. Kita tidak tahu mereka di mana tapi mereka ada. Jadi bukan pemerintah tidak mengidentifikasi, tapi memang kendala itu ada," kata Sri.

Sri memaparkan bahwa ruang fiskal pemerintah saat ini terbatas. Untuk itu evaluasi akan terus dilakukan untuk mengidentifkasi mengapa banyak masyarakat yang belum menikmati stimulus yang diberikan oleh pemerintah.

"Apakah mereka tidak mau atau memang prosesnya yang rumit. Ini akan kita evaluasi. Kalau tidak pick up, akan kami pertimbangkan apakah ini rancangan yang salah? Maka akan kami tingkatkan atau ini memang kebijakan yang salah. Ini adalah sikap terbuka dari pemerintah, karena tidak ada satu kebijakan yang bisa berlaku untuk semua orang," tandasnya.

 

Baca Juga: Terungkap! Erick Thohir Jelaskan Alasannya Datangi KPK, Terkait Utang Garuda

 

Penulis : fadhilah

Sumber : Kompas TV


TERBARU