> >

Ekonom INDEF: gara-gara Oligarki, Aset 4 Orang Terkaya di RI setara Harta 100 Juta Rakyat Miskin!

Ekonomi dan bisnis | 6 Januari 2023, 06:45 WIB
Arsip foto Prof Didin S Damanhuri, ekonom senior di Institute For Development of Economics and Finance (INDEF). (Sumber: Antara)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Prof Didin S Damanhuri selaku ekonom senior di Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyatakan, oligarki di era Reformasi telah meningkatkan ketimpangan di Indonesia.

"Di era Orde Baru, oligarki ekonomi dikontrol Soeharto yang otoriter dan tidak demokratis. Meski 200 konglomerat ketika itu menguasai 62 persen PDB (produk domestik bruto, -red), tetapi tidak sampai mendikte politik," ungkap dia, Kamis (5/1/2023), dalam diskusi publik Catatan Awal Tahun 2023 dari Ekonom Senior INDEF

Ekonom senior INDEF itu mengakui pemerintahan Soeharto sukses memenuhi kebutuhan pokok rakyat yang terjangkau dan stabil, di mana "perekomian relatif merata, rasio gini pengeluaran rata-rata 0,32."

Rasio gini sendiri merupakan indikator yang menunjukkan tingkat ketimpangan pembagian pendapatan relatif antar-penduduk suatu wilayah.

Beda dengan sekarang, menurut Damanhuri, "demokrasi politik berjalan, tetapi oligarki ekonomi mengendalikan politik. Dampaknya ketimpangan makin buruk, rasio gini pengeluaran rata-rata sekitar 0,39."

"Harta empat orang terkaya sama dengan harta 100 juta penduduk Indonesia paling miskin," ungkap dia.

Baca Juga: Forbes Rilis Daftar Orang Terkaya di Indonesia, Bos Rokok Tekor, Bos Batu Bara Naik 5 Kali Lipat!

Damanhuri menjelaskan, kian banyaknya oligarki di era Reformasi terjadi, "karena mereka dibiarkan menjadi investor politik di semua tingkatan, seperti pemiihan gubernur, wali kota, bupati, dan presiden."

Hal tersebut dianggap bisa menjauhkan proses transisi dari demokratisasi politik menuju demokrasi substansial.

"Maka dibutuhkan reformasi mendasar sistem politik yang dapat menjamin tercapainya demokrasi ekonomi," tegas Damanhuri.

Sebagai solusi atas masalah ini, Damanhuri menyarankan adanya political reform dengan menekan ongkos proses politik dan menyederhanakan prosedur kampanye.

Itu termasuk "menghilangkan berbagai modus pemberian 'mahar' politik, korupsi politik, dalam setiap penentuan calon untuk pemilihan presiden, legislatif, maupun kepala daerah." 

Baca Juga: PKS Ungkap Deklarasi Koalisi Perubahan Batal karena Oligarki: Pemodal Nggak Boleh Kuasai Kita

 

 

Penulis : Rofi Ali Majid Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU