> >

Ridwan Kamil: Pekerja Kena PHK Akibat Resesi 2023 Akan Dapat BLT

Ekonomi dan bisnis | 18 November 2022, 11:16 WIB
Gubernur Jawa Barat M Ridwan Kamil (Sumber: ANTARA/HO-Humas Pemda Jabar)

"Pertumbuhan ekonomi kita masih positif, gap dengan inflasi juga tidak terlalu jauh, artinya kenaikan harga masih terkendali," lanjutnya.

Begitu pula di Jabar, pertumbuhan ekonomi di kuartal III tahun ini hampir menyentuh 6 persen. Menurut Ridwan Kamil, meningkatnya inflasi lebih karena dipengaruhi oleh harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Sedangkan harga sembako di pasar-pasar tradisional di Jabar masih terkendali.

"Jabar juga mewakili, kita tumbuh tertinggi di kuartal III hampir 6 persen pertumbuhan ekonominya. Inflasi tinggi lebih karena BBM, bukan sembako," katanya.

Sepanjang Januari-September 2022, ada lebih dari 10.000 pekerja yang terkena di PHK di seluruh Indonesia. Mayoritas PHK terjadi di sektor padat karya.

Baca Juga: Apindo DKI Ingin Kenaikan UMP 2023 Dihitung Berdasarkan Putusan PTTUN DKI yang Rp4,5 Juta

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, adanya PHK di Indonesia juga dibarengi dengan pembukaan industri baru yang serupa di tempat lainnya. Sehingga menurutnya, PHK yang terjadi karena relokasi bisnis pengusaha.

“Data kami menunjukkan bahwa betul terjadi penutupan di satu wilayah provinsi, tapi buka di provinsi lain. Judul di media ngeri-ngeri sedap, katanya terjadi PHK massal padahal yang tutup cuma dua perusahaan. Itu saya cek, dan itu cuma relokasi saja,” kata Bahlil di Nusa Dua, Bali, seperti dikutip dari Antara, Senin (14/11/2022).

Ia mengungkapkan, ada izin usaha di Jawa Tengah yang keluar di saat pabrik di Jawa Barat ditutup. Artinya, meski ada kemungkinan terjadi PHK di Jawa Barat, tetapi terjadi penciptaan lapangan kerja baru di Jawa Tengah.

Menurutnya, pabrik sepatu atau pakaian di Jawa Barat kemungkinan tutup karena biaya operasional yang tinggi akibat upah pekerja yang tinggi di wilayah tersebut.

Padahal, profit perusahaan tersebut sangat bergantung dari pendapatan. Sedangkan upah di Jateng memang lebih murah.

“Kalau capex (belanja modal) dia sudah tinggi di satu wilayah, dia akan mencari daerah lain yang capex-nya lebih rendah. Nah kebetulan di Jawa Tengah itu upaya tenaga kerja murah, operasional murah. Harga nasi pecel di Jateng dan Jabar beda, tenaga kerja beda, sewa beda, jadi mereka tutup sebagian di Jabar tapi mereka bangun di Jateng,” tutur Bahlil.

Baca Juga: Waspada! Bukan Cuma Industri Garmen, Ekonom Sebut PHK juga Ancam 5 Sektor Ini

Namun, ia juga mengakui masih harus memeriksa dan mencocokkan data dengan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) terkait isu tersebut.

Tapi selama relokasi bisnis masih dilakukan di dalam negeri seharusnya bukan masalah besar. Ia menilai hal tersebut wajar di industri padat karya.

“Bagi saya selama mereka di RI, oke-oke saja. Yang kita khawatir itu tutup di Jabar, pindah ke negara lain,” ucap mantan Ketua HIPMI itu.

Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Antara


TERBARU