> >

Muncul Ketegangan China-Taiwan-AS, PM Singapura: Masa Depan Sangat Mendung

Ekonomi dan bisnis | 9 Agustus 2022, 07:49 WIB
Presiden RI Joko Widodo ketika menyambut kedatangan PM Singapura Lee Hsien Loong di Bintan, Kepulauan Riau, Selasa (25/1/2022). (Sumber: Kompas.tv/Ant)

SINGAPURA, KOMPAS.TV- Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong menyatakan, masa depan negaranya "sangat mendung" karena ketegangan antara China dengan Taiwan, serta tantangan ekonomi dampak Perang Rusia-Ukraina.

Lee mengatakan, risiko dari ketegangan di Selat Taiwan tidak akan cepat mereda. Karena kecurigaan yang mendalam China terhadap Taiwan, dan kurangnya komunikasi antara Amerika Serikat dan China.

Dalam pidato yang disiarkan televisi menjelang Hari Nasional Singapura pada Selasa (9/8), Lee mengatakan Singapura akan diterpa persaingan dan ketegangan yang intens di kawasan itu.

"Di sekitar kita, badai sedang berkumpul. Hubungan AS-China memburuk, dengan masalah yang sulit dipecahkan, kecurigaan yang mendalam, dan kurangnya interaksi," kata Lee seperti dikutip dari Antara.

Baca Juga: China Terus Kepung Taiwan dengan Latihan Militer: Situasi Ini Hasil Provokasi Amerika

"Ini tidak mungkin membaik dalam waktu dekat. Selain itu, salah perhitungan atau kecelakaan dapat dengan mudah memperburuk keadaan," tambahnya.

Untuk meredam dampak ekonomi ketegangan geopolitik itu, Lee menyebut pemerintah Singapura akan meluncurkan sejumlah kebijakan ekonomi, terutama untuk mengatasi kenaikan harga.

Pasalnya, inflasi Singapura dalam beberapa bulan terakhir merupakan yang tertinggi dalam lebih dari satu dekade. Bank sentral Singapura juga sudah memperketat kebijakan moneter pada 14 Juli, dalam sebuah langkah di luar siklus yang biasa (off-cycle) untuk mengatasi tekanan biaya.

Singapura sebelumnya telah mengumumkan paket dukungan untuk sebagian besar kelompok berpenghasilan rendah untuk membantu mengurangi peningkatan biaya hidup akibat inflasi dan kenaikan harga energi.

Baca Juga: Luhut Minta Kantor Pusat Grab Pindah dari Singapura ke Indonesia

"Dunia tidak mungkin kembali dalam waktu dekat ke tingkat inflasi dan suku bunga rendah yang telah kita nikmati dalam beberapa dekade terakhir," ujar Lee.

Dia kemudian menjelaskan bahwa negara berpenduduk 5,5 juta orang itu harus merencanakan jauh ke depan dan mengubah industri, meningkatkan keterampilan, dan meningkatkan produktivitas.

Seperti diketahui, China menjatuhkan sederet sanksi ekonomi kepada Taiwan, buntut kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke wilayah itu pada 2 Agustus lalu.

Sanksi ini sebagai bentuk protes keras China, yang menganggap AS telah melanggar kedaulatan Negeri Tirai Bambu itu.

Sejak kabar Pelosi akan mengunjungi Taiwan beredar, China telah menghentikan 35 izin impor dari 35 eksportir biskuit dan kue kering di Taiwan. Lalu sejak Rabu kemarin, Otoritas perdagangan China mengumumkan pembatasan perdagangan dengan Taiwan.

Baca Juga: Taiwan Meminta Indonesia Ikut Mengutuk Tindakan Militer China, Disebut Mengancam Stabilitas Regional

China langsung menghentikan pengiriman pasir ke Taiwan. Hal itu pernah dilakukan pada 2007, di mana impor pasir dari China dihentikan selama setahun karena masalah lingkungan.

Kemudian, China juga melarang masuk impor buah jeruk, mackerel dari Taiwan. Pihak China menyebut produk-produk tersebut mengandung residu pestisida yang tinggi.

Namun, menurut Kepala ekonom Asia Pasifik di Natixis di Hong Kong, Alicia García-Herrero, pembatasan perdagangan komoditas pertanian tidak akan memberikan dampak signifikan bagi ekonomi Taiwan.

Sedangkan untuk larangan ekspor pasir, bisa berdampak cukup besar. Pasalnya, Taiwan sedang membangun konstruksi besar-besaran pasca-pandemi.

Baca Juga: Tak Ingin Pemilu Terganggu, Jokowi Minta Proyek-Proyek Segera Diselesaikan

“Ada kekurangan pasir dan kerikil selama beberapa waktu di Taiwan. Saya tidak akan mengatakan itu adalah ekspor utama dari Cina tetapi itu merugikan Taiwan,” kata García-Herrero, dikutip dari Al-Jazeera, Kamis (4/8/2022).

Hal senada diungkapkan pengamat perdagangan Tiongkok di Universitas Manajemen Singapura, Henry Gao. Ia menyebut pasir merupakan sumber daya penting bagi Taiwan karena digunakan untuk sektor teknologi dan militer serta konstruksi.

Tapi tetap saja, penghentian ekspor pasir tidak akan membuat ekonomi Taiwan terpuruk.

“Saya pikir kemungkinan besar Cina akan mengumumkan sanksi ekonomi lainnya, tetapi tidak mungkin efektif kecuali Cina melarang impor terbesarnya dari Taiwan, semikonduktor. Namun, itu akan merugikan Cina sendiri juga, karena begitu banyak perusahaan Cina bergantung pada semikonduktor,” tutur Gao. 

Taiwan adalah produsen terbesar semikonduktor, yang digunakan untuk berbagai industri. Perusahaan Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC) adalah produsen cip semikonduktor yang menguasai 54 persen pangsa pasar semikonduktor dunia pada 2020.
 

Penulis : Dina Karina Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Antara


TERBARU