> >

Duh, Pakar Sebut Harga Pangan Akan Terus Naik hingga 2024

Ekonomi dan bisnis | 22 Juni 2022, 15:58 WIB
Petani gandum di Mesir. Mesir sedang mencoba meningkatkan produksi gandum dalam negerinya karena perang menekan pasokan gandum internasional, yang diandalkan oleh negara-negara Timur Tengah dan Afrika untuk memberi makan jutaan orang yang hidup dari roti bersubsidi. (Sumber: AP Photo/Amr Nabil, File)

Seperti diketahui, Ukraina adalah pemasok 12 persen gandum global dan merupakan produsen minyak bunga matahari terbesar. Akibat perang, produksi gandum Ukraina anjlok dan tidak bisa diekspor. Dwi mengatakan produksi gandum Ukraina akan turun 55 persen di 2022.

"Pertanian Rusia juga menghadapi kendala serius. Gangguan terkait iklim tidak ada, tapi sanksi dan embargo me-nyebabkan Rusia kekurangan pasokan alat-alat pertanian dan input produksi lainnya, dan ini akan menurunkan hasil pertanian Rusia. Selain itu, hambatan ekspor menyebabkan minat petani untuk berproduksi menurun," terang Dwi.

Ia menghitung, jika perang terus berlanjut, dunia akan kehilangan potensi produksi sebesar 60 juta ton gandum, 38 juta ton jagung dan 10,5 juta ton barley, demikian juga minyak nabati.

Kondisi itu akan sangat berdampak pada Indonesia, yang masih banyak mengimpor bahan pangan. Menurut Dwi, untuk terhindar dari bahaya krisis pangan, Indonesia harus mengurangi ketergantungan impor dan menggenjot produksi pangan.

Baca Juga: 10 Negara Batasi Ekspor Pangan & Pupuk Akibat Perang Rusia-Ukraina

"Satu-satunya upaya yang bisa dilakukan adalah meningkatkan produksi pangan yang ditempuh bukan melalui wacana maupun jargon, melainkan melalui upaya peningkatan harga di tingkat usaha tani," kata Dwi.

"Pemerintah perlu membalikkan kebijakan pangan yang saat ini terlalu berat ke konsumen menjadi ke produsen, Jika petani sejahtera, maka produksi pangan meningkat dan sejahteralah kita," sambungnya.

 

Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Harian Kompas


TERBARU