> >

Harga Mi Instan Bakal Naik, Indonesia Bisa "Kolaps" jika Terus Bergantung pada Gandum Impor

Bbc indonesia | 13 Agustus 2022, 18:21 WIB
Ni Made Kartini, pemilik toko sembako di Pasar Katrangan, Denpasar, Bali, menunjukkan produk mi instan di tengah kabar kenaikan harga bahan makanan tersebut akibat naiknya harga gandum, Kamis (11/8/2022). (Sumber: ANTARA/Ni Putu Putri Muliantari)

"Lebih rendah dibanding beras medium yang harganya Rp10.400," ujar Dwi Andreas Santosa kepada Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Kamis (11/08).

Kedua karena sesuai dengan selera orang Indonesia.

"Gandum ini mengubah selera dan pola makan. Itu dilakukan industri gandum puluhan tahun dengan mengeluarkan dana ratusan triliun. Anak sekarang disuruh makan pecel yang merupakan pangan lokal kita mau tidak? Tidak kan. Tapi kalau ditawari pizza, pasti langsung mau," sambungnya.

Ketiga, tidak adanya diversifikasi pangan. Sejak kebijakan menjadikan beras sebagai makanan pokok nasional di masa pemerintahan Orde Baru, konsumsi bahan pangan lokal seperti sagu, jagung, dan sorgum menurun.

Namun belakangan, konsumsi beras nasional juga mulai turun dan telah tergeser oleh gandum.

"Pertumbuhan konsumsi pangan dari gandum di Indonesia tiap tahun naik 16,5% bisa dibayangkan?" ujarnya.

Itu mengapa Andreas memprediksi konsumsi gandum di Indonesia dalam 30 tahun mendatang bisa mencapai 50% atau mengalahkan beras.

Kondisi tersebut, katanya, bukan suatu hal yang baik mengingat selama tiga tahun berturut-turut Indonesia menjadi negara importir gandum terbesar di dunia.

Badan Pusat Statitik (BPS) mencatat angka kebutuhan impor gandum Indonesia pada 2019 sebesar 10,69 ton; kemudian pada 2020 mencapai 10,29 ton; dan tahun 2021 naik menjadi 11,17 ton.

Indonesia, menurut Andreas, bahkan bisa "kolaps" kalau harga gandum dunia meroket seperti sekarang atau jika negara yang memproduksi gandum memutuskan menghentikan ekspornya.

"Kalau ada goncangan harga gandum dunia, kolaps lah Indonesia."

Apa yang bisa dilakukan pemerintah?

Untuk mengatasi besarnya ketergantungan Indonesia pada sumber pangan impor, Andreas mengatakan satu-satunya jalan adalah mulai dari sekarang melaksanakan kebijakan diversifikasi pangan dengan sungguh-sungguh. Sebab kalau menanam gandum tak cocok dengan iklim di Indonesia.

Pengamatannya, program-program pengembangan pangan lokal yang menyasar komoditas seperti sagu, aneka umbi, hingga labu kuning kerap gagal lantaran masih tingginya ketergantungan terhadap beras.

Komisi IV DPR dari Partai PDI Perjuangan, Ono Surono, membenarkan pernyataan Andreas itu. Kata dia, gagalnya program diversifikasi pangan disebabkan tidak adanya rencana strategis pembangunan pertanian yang dibuat oleh pemerintah.

"Pemerintah harus punya blue print (cetak biru) pembangunan pertanian. Harus ada pola pembangunan berencana yang mengintegrasikan semua menjadi pegangan seluruh instansi pemerintah mulai dari pusat hingga desa," jelas Ono Surono kepada BBC News Indonesia, Kamis (11/8).

Rencana strategis pembangunan pertanian itu, ujarnya, bisa dengan menyerahkan lahan mangkrak yang dikuasai korporasi untuk dikelola masyarakat menanam tanaman berbasis kearifan lokal. Ia mencontohkan sentra tanaman jagung bisa dibudayakan di Sulawesi dan sagu di Papua.

Dalam skala lebih kecil, mendorong pertanian berbasis pekarangan rumah. Yaitu memanfaatkan kelompok ibu-ibu di tiap desa untuk menanam tanaman pangan.

"Ini harus diintegrasikan semua kekuatan pemerintah. Termasuk TNI-Polri, masyarakat juga harus dilibatkan. Kadang masyarakat diberi program tanpa didampingi, dipaksa cetak sawah padahal air susah."

"Sebab mau tidak mau, pangan menjadi kekuatan sebuah negara menghadapi ancaman ke depan. Kalau tidak diperhatikan, ya tidak akan kuat negara itu."

Soal anggaran, Kementerian Pertanian memiliki anggaran Rp90 triliun. Dana sebesar itu dapat difokuskan untuk program-program pertanian.

"Tinggal sekarang apakah itu (program pertanian) kurang menjadi fokus pemerintah?"

Dirjen Tanaman Pangan Suwandi belum menjawab permintaan wawancara BBC News Indonesia.

Tapi untuk mencari alternatif pengganti gandum serta mengurangi ketergantungan impor terhadap produk pangan tersebut, pemerintah sedang mengembangkan sentra sorgum di Nusa Tenggara Timur.

Penulis : Redaksi-Kompas-TV

Sumber : BBC


TERBARU