> >

Ironi Kota Layak Anak: 'Saya Berdosa Sekali ketika Melihat Anak Tetangga Dipukuli'

Bbc indonesia | 26 Juli 2022, 14:05 WIB
Ilustrasi. Sejak 2006, pemerintah menyatakan belum ada satu pun wilayah yang mendapat predikat kota layak anak. (Sumber: BBC Indonesia)

Pekan kemarin, dalam rangkaian hari anak nasional, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengumumkan kota perintis layak anak (KLA) kepada 320 kabupaten dan kota.

Namun, sejumlah wilayah yang diberi apresiasi ini disebut belum bebas sepenuhnya dari kasus kekerasan terhadap anak.

Sejak 2006, pemerintah menyatakan belum ada satu pun wilayah yang mendapat predikat kota layak anak.

Baca Juga:

Pegiat hak anak menilai Indonesia "tak akan pernah punya kota layak anak bahkan sampai 20 tahun mendatang", selama kementerian dan lembaga masih bekerja sendiri-sendiri dalam penanganan kekerasan terhadap anak.

Pemerintah mengakui penanganan kekerasan terhadap anak masih belum optimal, dan menjawabnya dengan peraturan Presiden Jokowi teranyar tentang Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap Anak yang disebut bisa "menguatkan kerja bersama”.

Kasus dugaan pencabulan terhadap anak yang dilakukan seorang pejabat BUMD di Solo, Jawa Tengah, mengemuka beberapa pekan sebelum kota ini meraih penghargaan kategori utama sebagai kota perintis layak anak untuk kelima kalinya.

Peristiwa tersebut mempengaruhi warga Solo, Adi Kusuma, tentang rasa aman di kotanya.

Ia punya dua anak perempuan dan mengaku khawatir dengan kasus-kasus kekerasan seksual. "Belum sepenuhnya [aman], tetap ada kekhawatiran,“ katanya.

"Dan, ini menjadi perhatian serius dari semua, dari pemda, orang tua, masyarakat, bahwa kekerasan atau pelecehan seksual pada anak itu masih terjadi, meskipun di daerah yang mendapat predikat layak anak,“ kata warga Solo lainnya, Satriawan yang juga memiliki dua anak perempuan.

Peristiwa lain di wilayah Solo adalah kasus ayah yang diduga memperkosa putrinya sendiri yang terkuak Maret lalu.

Yayasan Kepedulian untuk Anak (Kakak) menyebut kasus kekerasan terhadap anak di Solo "semakin tinggi“.

"Banyak pengaduan di Kakak yang sebenarnya masuk kategori kekerasan seksual, dan tidak berproses hukum,“ kata Direktur yayasan Kakak, Sohim Sariyati.

Yayasan ini telah melakukan pendampingan terhadap 35 anak korban kekerasan seksual di Solo selama 2021.

"Yang tidak melaporkan [ke kepolisian] 31% yang melaporkan 69% itu kasus yang masuk dengan pendampingan intens sehingga keluarga dikuatkan untuk bisa melaporkan,“ kata Sohim, yang menambahkan respons Pemkot Solo terkait hal ini "sudah bagus, cepat dan tanggap serta terbuka dengan pihak lain“.

Sementara itu, Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, mengklaim sejauh ini pihaknya telah melakukan pendampingan terhadap anak yang menjadi korban kekerasan. Ia mengakui kasus kekerasan terhadap anak "pasti ada“ di kotanya.

"Pokoknya, jangan sampai anak-anak yang korban tadi ya, jangan sampai mereka putus sekolah,“ kata putra Presiden Jokowi itu.

Pemkot Solo, kata Gibran, juga telah memberikan gerobak untuk jualan kepada istrinya dari pria yang memperkosa putrinya. "Kemarin bapaknya dipenjara, ibunya kita kasih gawean [pekerjaan],“ katanya.

Bingung tempat mengadu

Kota lain yang mendapat predikat Kota Layak Anak adalah Palangka Raya, Kalimantan Tengah.

Di kota ini juga terdapat kasus kekerasan seksual terhadap anak di mana seorang ayah diduga merudapaksa putri kandungnya, kurang dari satu bulan pemberian penghargaan kategori madya kota perintis layak anak.

Margaretha Winda, warga Palangka Raya, mengatakan sejauh ini kotanya belum secara utuh melakukan penanggulangan terhadap kasus kekerasan anak, termasuk membuka saluran pengaduan.

"Saya juga masih bingung, saya merasa berdosa sekali melihat anak tetangga saya dipukuli,“ katanya.

Margaretha juga menyarankan agar pemkot membuka posko pengaduan ke pelosok agar penanganan kasus kekerasan terhadap anak cepat ditangani.

"Karena posisi kantor dinas ada di tengah, bagaimana yang di kota pinggiran gitu untuk mengetahui bahwa ada dinas yang menangani kasus-kasus terhadap anak,“ kata ibu dua anak ini.

Berdasarkan laporan kepolisian Kalimantan Tengah, pada 2021 terdapat 85 kasus anak dan 22 kasus kekerasan fisik. Angka ini meningkat lebih dari dua kali lipat dari tahun sebelumnya, seperti dikutip dari Kompas TV.

Sementara itu, Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pemkot Palangka Raya, Ellya Ulfa menuturkan pihaknya menyiapkan panggilan darurat 112 melalui program Farid-Umi Siaga untuk pelaporan.

"Kerja sama dengan damkar dan Satpol PP,“ katanya.

Belum ada predikat kota layak anak

Bagaimana pun, sejak dimulai 2006 hingga saat ini, belum ada kabupaten dan kota yang menyandang status kota layak anak, kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga.

"Harapan kami dengan kerja-kerja yang luar biasa, penganugrahan KLA bagi kabupaten kota yang mendapatkan predikat, walaupun pratama, itu merupakan upaya yang sudah luar biasa, yang patut kami apresiasi,“ katanya.

Penghargaan yang diberikan kepada kabupaten dan kota selama ini merupakan apresiasi atas usaha untuk menuju kota layak anak.

Dalam hal ini pemerintah memberikan jenjang kategori sebelum wilayah itu disebut sebagai kota layak mulai dari pratama, madya, nindya, dan utama.

Status kota layak anak disebut harus memenuhi 24 indikator, di antaranya penanganan anak korban kekerasan yaitu keberadaan hotline pengaduan, pusat pelayanan terpadu, sarana layanan kesehatan, rumah perlindungan sosial anak, rumah aman, sampai lembaga bantuan hukum.

Baca Juga:

Realisasi kota layak anak diragukan

Pegiat hak anak dari Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, menyangsikan bakal ada kabupaten dan kota yang mendapat predikat kota layak anak selama pemerintah belum menjadikan isu anak sebagai prioritas utama.

"Artinya tidak bisa bagaimana nantinya 10 – 20 tahun lagi, bahwa Indonesia atau masing-masing kota, menjadi kota layak anak,“ kata Arist.

Ia melihat sejauh ini kementerian dan lembaga serta instansi di sampai tingkat kabupaten dan kota berjalan sendiri-sendiri dalam penanganan kekerasan terhadap anak.

"Belum menyatu sebagai visi misi yang akan mencapai Indonesia layak anak. Masih masing-masing [instansi] saja melakukan pekerjaannya,“ katanya.

Peraturan teranyar Presiden Jokowi

Namun, baru-baru ini Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perpres No. 101/2022 Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap Anak. Salah satu pertimbangan perpres tersebut adalah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penghapusan kekerasan terhadap anak belum optimal dalam pencegahan dan penanganan.

Deputi bidang perlindungan khusus anak dari KPPPA, Nahar, mengatakan regulasi ini menjadi awalan untuk menguatkan kerja sama antarlembaga yang selama ini diakui masih "parsial”.

"Ini sebenarnya untuk menguatkan kerja bersama… sehingga stratnas [strategi nasional] ini melibatkan 16 kementerian dan lembaga yang bekerja sesuai tupoksinya masing-masing tetapi, melaksanakan secara bersama-sama,” katanya.

Berdasarkan laporan KemenPPPA, sejak Januari – Juli 2022 setidaknya 8.191 anak telah menjadi korban kekerasan. Jumlahnya diperkirakan akan lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang terakumulasi mencapai 15.914 anak korban kekerasan.

Dari lokasi kejadian, lebih dari 90% kasus terjadi di rumah tangga yang diikuti di lembaga pendidikan, dan ruang publik.

Angka ini menurut Dewi Sri Sumanah dari lembaga amal internasional Save The Children makin “mengkhawatirkan”, dan merupakan peringatan bagi pelbagai pihak.

"Termasuk juga dalam hal ini orang tua, dan juga masyarakat di sekitar lingkungan anak ini perlu waspada,” kata Dewi.

Di samping itu, Dewi juga mengapresiasi perpres terbaru tentang penghapusan kekerasan terhadap anak yang disebut “semangat baru”.

Tetapi ia memperingatkan agar peraturan yang dikeluarkan Presiden Jokowi ini direalisasikan sepenuhnya, dan bukan dijadikan aksi “reaktif dari kasus-kasus viral yang terjadi”.

Wartawan Fajar Sodiq di Solo dan wartawan Ghorby di Palangka Raya berkontribusi dalam liputan ini.

Penulis : Redaksi-Kompas-TV

Sumber : BBC


TERBARU