> >

Tiket Masuk Pulau Komodo dan Pulau Padar akan Naik Jadi Rp3,75 Juta, tapi ke Pulau Rinca Tetap Sama

Bbc indonesia | 22 Juli 2022, 03:05 WIB
Komodo di Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. (Sumber: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia)

"Ini praktik monopoli bisnis karena menguasai hulu sampai hilir dengan pengelola tunggal yang ditopang korporasi, investasi berkedok konservasi."

"Akibatnya, menyingkirkan warga dan merusak lingkungan dengan pembangunan besar-besaran demi wisata eksklusif. Ini tidak ada hubungan dengan konservasi," katanya.

Saat ini terdapat tiga perusahaan yang mendapatkan izin konsesi, yaitu PT Sagara Komodo Lestari di Pulau Rinca (22,1 hektare), PT Komodo Wildlife Ecotourism di Pulau Padar (274,13 hektare) dan Pulau Komodo (151,94 hektare), serta PT Synergindo Niagatama di Pulau Tatawa (15,32 hektare).

"Kalau bicara konservasi, harusnya izin ratusan hektare itu dicabut dan buat cara sederhana yang mendorong warga menjadi bagian dalam konservasi, bukan dengan menaikkan tarif dan memberi izin korporasi," ujar Venan.

'Presiden Jokowi, dengarkan jeritaan pelaku wisata'

Pengamat pariwisata Taufan Rahmadi meminta Presiden Joko Widodo menyerap aspirasi masyarakat lokal yang menolak kenaikan tarif tersebut.

"Saya berharap agar Bapak Presiden Jokowi mendengar harapan dan jeritan para pelaku pariwisata yang baru saja semangat dan bangkit akibat Covid, tapi pupus karena kebijakan ini," kata Taufan.

Menurut Taufan, solusi yang tepat di Labuan Bajo dan Taman Nasional Komodo adalah bukan dengan sekedar menaikan tarif, tapi menciptakan lingkungan pariwisata berbasis komunitas dengan memberikan program konservasi, edukasi, dan penguatan aturan.

"Itu [tarif] bukan solusi, kita tidak berkaca dari polemik yang terjadi di Borobudur, ketika dinaikan tarifnya atas nama konservasi, teriak semua, ini kan polanya mirip, tidak ada sosialisasi."

"Pemerintah harus lebih kreatif, lebih ulet, lebih mau turun dalam mencari solusi, bukan hanya berbicara di atas kertas, ajak duduk bersama pelaku industri, komunitas di sana, masyarakat desa wisata. Jadi jangan kebijakan diambil secara instan dan berbicara di tatanan elit," katanya.

Menparekraf akan berdiskusi

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno mengatakan telah mendengar banyak aspirasi dan kekhawatiran dari beragam pihak mengenai rencana kenaikan tarif tersebut.

"Ini masih sedang kita finalkan. Rencanannya sakan akan ke Labuan Bajo untuk berdiskusi karena betul banyak yang menyampaikan aspirasi, banyak yang menyampaikan kekhawatiran. Ini yang harus kita dengarkan secara komperhensif dan menawarkan beberapa harapan untuk perbaikan di masa mendatang," kata Sandiaga Uno dalam Weekly Press Briefing (WPB) Kemenparekraf pada Senin (18/07).

Sandiaga menambahkan, aspek konservasi akan menjadi prioritas secara lebih dari aspek komersialiasasi dalam pengelolaan.

"Dan juga aspek dari segi pemberdayaan masyarakat setempat dan membuka peluang ekonomi berkearifan lokal, ini juga yang akan kita dorong dalam konsep pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan," katanya.

Baca juga:

Terkait dengan keluhan masyarakat lokal akan potensi penguasaan oleh korporasi terhadap pariwisata di TNK, Sandiaga mengatakan, izin konsensi berada di luar kewenangan kementeriannya.

Senada, Plt Deputi Bidang Sumber Daya dan Kelembagaan Kemenparekraf Fransiskus Xaverius Teguh menambahkan, dinamika yang terjadi di Labuan Bajo akan dijadikan bahan evaluasi guna peningkatan kualitas pelayanan serta tata kelola destinasi pariwisata.

"Kita mencermati secara serius dinamika yang terjadi, tapi yang jelas, kita mengutamakan pilihan-pilihan yang tentu pertama kelestarian lingkungan, juga untuk masyarakat, dan juga wisata," kata Teguh.

Empat fokus konservasi

Sebelumnya, Koordinator Pelaksana Program Penguatan Fungsi di TN Komodo Carolina Noge mengatakan, tiket masuk sebesar Rp3,75 juta itu akan mengakomodir beragam kegiatan pariwisata.

Angka itu didapatkan dari hasil kajian sejumlah tim ahli bahwa biaya konservasi yang harus dibayarkan di kisaran Rp2,8 juta hingga Rp5,8 juta, dengan jumlah kunjungan 219.000 sampai 292.000 orang.

Carolina menambahkan, biaya tersebut nanti akan dialokasikan untuk jasa konservasi yang berfokus pada empat hal, yaitu penguatan kelembagaan dengan semakin banyak kajian ilmiah, pengamanan dan pengawasan, pemberdayaan masyarakat, serta pemberdayaan wisata alam TNK.

Dalam siaran pers Juni lalu, Wakil Menteri LHK Alue Dohong mengatakan perlu dilakukan pengaturan pembatasan jumlah pengunjung untuk meminimalisir dampak negatif dari kegiatan wisata alam terhadap kelestarian komodo.

Berdasarkan kajian Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK melalui BTNK, jumlah turis ideal per tahun di Pulau Komodo berjumlah 219.000 orang dan Pulau Padar 39.420 jiwa atau sekitar 100 orang per waktu kunjungan.

Empat temuan peneliti

Pengajar studi amfibi dan reptil dari Institut Pertanian Bogor (IPB) yang pernah melakukan penelitian terhadap komodo, Mirza Kusrini, mengatakan terdapat empat temuan terkait ekosistem dan kondisi biawak tersebut.

Pertama, terjadi perubahan perilaku komodo ketika berinteraksi dengan manusia. Komodo cenderung lebih tenang dan 'jinak' saat intens bertemu dengan manusia, sebaliknya, komodo terlihat lebih agresif atau buas jika jarang berinteraksi.

Kedua, kondisi populasi dan habitat komodo berada dalam kondisi yang masih terjaga. Data KLHK, jumlah Komodo pada 2018 sebanyak 2.897 individu dan pada tahun 2019 bertambah menjadi 3.022 individu atau bertambah 125 individu.

Konsentrasi populasi mereka berada di Pulau Komodo dan Pulau Rinca, hanya sebanyak tujuh individu di Pulau Padar, 69 di Gili Motang, dan 91 di Nusa Kode.

Ketiga, terdapat ancaman terhadap komodo yang berasal dari masuknya spesies lain, seperti kodok buduk, dan juga persepsi masyarakat yang cukup rendah terhadap konservasi di sana.

Keempat, terdapat komodo di luar taman nasional yang kurang mendapatkan perhatian sehingga memiliki potensi ancaman yang besar.

Populasi biawak komodo di kawasan TNK berada di lima pulau utama, yaitu di Pulau Komodo, Rinca, Padar, Nusa Kode (Gili Dasami) dan Gili Motang.

Sementara di Pulau Flores tercatat biawak komodo dapat ditemukan di empat kawasan konservasi, yaitu Cagar Alam Wae Wuul, Wolo Tado, Riung, dan di Taman Wisata Alam Tujuh Belas Pulau, tepatnya di Pulau Ontoloe.

Terkait dengan wacana kenaikan tarif untuk kepentingan konservasi, Mirza menyebut itu sebagai langkah yang bagus.

Namun yang perlu ditekankan, katanya, adalah kejelasan atas perhitungan dan pembagian dana tersebut untuk kebutuhan konservasi demi keberlangsungan komodo dan habitat mereka di masa mendatang, serta keberlangsungan masyarakat lokal di sana.

 

Penulis : Redaksi-Kompas-TV

Sumber : BBC


TERBARU