> >

Kasus Herry Wirawan Terungkap saat Santriwati 16 Tahun Beli Alat Uji Kehamilan di Warung (3)

Bbc indonesia | 6 April 2022, 23:22 WIB
Herry Wirawan, terdakwa pemerkosa 13 santriwati di Bandung, Jawa Barat yang diganjar hukuman mati dan dirampas harta serta asetnya akibat kejahatannya. (Sumber: Kejati Jabar)
Pelaku 'mengeksploitasi korban'

"Waktu itu kami langsung berkoordinasi dengan pihak Polda, NGO, bersepakat untuk sementara kami tetap berproses, artinya kiainya tetap diproses, [hukum], korban juga mendapat pendampingan."

"Kita menyelesaikan [kasusnya], tapi kemudian tidak menjadi urusan publik. Karena kalau nanti urusan publik, ramai tapi kasusnya belum selesai. Itu pendekatan kami waktu itu," jelas Waryono.

Ia mengingatkan publik agar tidak mudah menyebut tempat mengaji sebagai pesantren karena menurut Undang-Undang Pesantren, pesantren itu harus memenuhi sejumlah persyaratan.

"Nah di masyarakat ini kan gampang sekali menyebut rumah mengaji sebagai pesantren, padahal dia tidak memenuhi kualifikasi disebut pesantren menurut regulasi," kata Waryono.

Dijelaskan oleh Waryono, saat ini Kementerian Agama tengah mendalami kasus ini, seraya memastikan kualifikasi pesantren yang disebut dimiliki dan dikelola oleh Herry, termasuk kualifikasinya sebagai 'kiai'.

"Kalau ini benar, sebenarnya kualifikasinya bukan kiai. Kalaupun layak baru ustaz ," jelas Waryono.

Tak ada pedoman pencegahan

Ini bukan kali pertama kasus kekerasan seksual terjadi di lingkungan pesantren.

Beberapa waktu lalu, anak kiai pemilik pesantren Shiddiqiyah di Jombang, Jawa Timur, dituduh melakukan kekerasan terhadap sejumlah santri sejak 2017.

Saksi yang melaporkan kasus itu justru diancam dengan UU ITE.

Fenomena kekerasan seksual di pesantren yang berulang, disebut oleh aktivis perempuan Nong Andah Darol Mahmada karena kuatnya relasi kuasa di lingkungan pesantren.

"Justru itu yang harus dibongkar. Mungkin pesantren dianggap sebagai institusi berdasarkan Islam atau mendidik nilai-nilai Islam lalu percaya aja bahwa tidak akan melakukan hal yang dilakukan Herry ini.

"Karena beranggapan seperti itu lah, kita semua akhirnya kecolongan," kata dia.

Senada, Siti Aminah Tardi dari Komnas Perempuan menegaskan yang perlu dilakukan saat ini adalah memberikan penegakkan hukum terhadap kasus kekerasan seksual di pesantren,

"Bahwa pesantren tidak kebal terhadap hukum pidana," katanya.

Ia menyebut selama ini "belum ada intervensi" pengawasan di pesantren, termasuk terkait kekerasan seksual.

Baca juga:

Undang-Undang Pesantren, menurut Siti Aminah, tidak mengatur kewajiban tentang membangun ruang aman bagi seluruh komunitas pesantren, termasuk pengawasan kekerasan seksual.

"Dari segi pengawasan, harus didorong langkah-langkah responsif dari Kementerian Agama untuk melakukan pencegahan, kemudian memberikan panduan penanganan kalau ada kekerasan seksual," jelas Siti.

Saat ini, baru ada pedoman pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual pada perguruan tinggi keagamaan Islam, namun belum ada pedoman serupa untuk lingkungan pesantren.

Sesuatu kekurangan yang diakui oleh Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama, Waryono.

"Kami tidak membuat, atau belum membuat pedoman, tapi kami bersama Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak, membuat pedoman bagaimana pesantren itu ramah anak, ramah santri," kata Waryono.

"Kita preventif, jangan sampai anak-anak santri yang dipercayakan ke pesantren itu kemudian mengalami sesuatu yang tidak diharapkan. Makanya kami membuat pedoman pesantren ramah anak," imbuhnya.

Pedoman itu mengatur bagaimana anak-anak santri itu nyaman dalam tumbuh kembangnya.

"Salah satunya, tidak mendapat kekerasan seksual," tegasnya.

Menyoal kasus kekerasan di lingkungan pesantren yang banyak terjadi, Waryono beralasan kasus itu sering terjadi di lembaga pendidikan Islam yang melabeli diri sebagai pesantren.

"Jangan-jangan, dia hanya menggunakan label pesantren, tapi belum memenuhi regulasi. Tapi kami juga merasa bertanggung jawab bagaimanapun dia anak bangsa yang harus dilindungi, baik dia di pesantren yang sesuai regulasi, ataupun tidak."

Ia menambahkan banyak pesantren enggan diintervensi dan tertutup dari dunia luar. Hal ini menjadi problematis ketika terjadi kekerasan seksual di pesantren tersebut.

"Problemnya di situ, sehingga kami tidak bisa lebih jauh mengawasi ini total di dalamnya pesantren itu prakteknya seperti apa. Kita nggak bisa masuk, karena itu otoritas kiai sepenuhnya."

Ke depan, Waryono menambahkan, di samping memiliki buku pedoman, pihaknya akan membuat langkah-langkah pencegahan kekerasan seksual di lingkungan pesantren.

Adapun anggota DPRD Kota Bandung, Yoel Yasaphat mengatakan, yang bisa dilakukan saat ini untuk mencegah kekerasan seksual di lingkungan pesantren adalah memperketat izin dari pesantren-pesantren yang ada.

"Kadang-kadang mereka bikin panti asuhan, tapi dibikin untuk pesantren. Jadi izinnya apa dipakai apa, jadi ini perlu ada controling dan nggak cuma ngeluarin izin saja, tapi pelaksanaannya harus dilihat," katanya.

Merujuk data Kementerian Agama, saat ini ada lebih dari 35.000 pesantren yang memiliki izin di Indonesia.

 

Wartawan di Bandung, Yulia Saputra berkontribusi untuk artikel ini.

Catatan editorial: Artikel ini diperbarui pada 10 Desember untuk menambahkan pernyataan Wagub Jabar bahwa dia tidak pernah berkunjung ke sekolah atau yayasan milik HW.

 

Penulis : Vyara-Lestari

Sumber : BBC


TERBARU