> >

Serangan Umum 1 Maret 1949: Siapa Penggagasnya?

Bbc indonesia | 15 Maret 2022, 21:12 WIB
Keputusan Presiden tentang Serangan Umum 1 Maret 1949, yang sempat menyulut polemik, didasarkan kajian atas sekitar 30 karya historiografi seputar peristiwa itu — di antaranya buku 'Gelora Api Revolusi' terbitan BBC Siaran Indonesia dan Gramedia (1986). (Sumber: BBC Indonesia)

Keputusan Presiden tentang Serangan Umum 1 Maret 1949, yang sempat menyulut polemik, didasarkan kajian atas sekitar 30 karya historiografi seputar peristiwa itu — di antaranya buku 'Gelora Api Revolusi' terbitan BBC Siaran Indonesia dan Gramedia (1986).

Tim sejarawan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, melakukan kajian guna menuliskan kembali sejarah peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 (selanjutnya disingkat SU 1 Maret 1949) secara "otentik dan kredibel".

Mereka menguji secara kritis arsip, foto, kesaksian para tokoh, buku-buku dan artikel seputar SU 1 Maret 1949 di Yogyakarta.

Hasil kajian inilah, atas permintaan Dinas Kebudayaan DIY, kelak menjadi landasan di balik lahirnya Kepres Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara.

Dari sekitar 30 karya historiografi, buku 'Gelora Api Revolusi, Sebuah Antologi Sejarah' itu dijadikan salah-satu rujukan untuk melacak siapa penggagas serangan itu.

Dalam buku itu, Sri Sultan Hamengku Buwono IX — Menteri Pertahanan Republik Indonesia — untuk pertama kalinya menyebut dirinya sebagai penggagas serangan tersebut.

"Pernyataan pertama yang keluar di publik [tentang siapa penggagas Serangan Umum 1 Maret 1949], ya, wawancara dengan BBC Siaran Indonesia," ungkap Sri Margana, ketua tim kajian akademik SU 1 Maret 1949, Rabu (09/03).

"Jadi, itu untuk pertama kali Sri Sultan Hamengku Buwono XI menyatakan kepada publik tentang idenya dalam SU 1 Maret," tambahnya kepada BBC News Indonesia.

Dahulu BBC News Indonesia menggunakan nama BBC Seksi Indonesia dan kemudian BBC Siaran Indonesia yang fokus kepada siaran radio.

Buku 'Gelora Api Revolusi, Sebuah Antologi Sejarah' memuat wawancara BBC Indonesia dengan lebih dari 30 ahli dan pelaku sejarah.

Berbagai wawancara di buku itu, awalnya, disiarkan selama sembilan bulan pada 1985 guna menyambut 40 tahun Kemerdekaan Indonesia.

Dan, Sri Sultan Hamengku Buwono IX adalah salah-satu yang diwawancarai. Dalam momen itulah, dia ditanya soal siapa penggagas SU 1 Maret 1949.

Baca juga:

Jawaban Sri Sultan berbeda dengan narasi dominan di masa itu yang terkesan seolah-olah serangan itu identik dengan Suharto, presiden Indonesia saat itu.

"Selama Orde Baru, ada kesan seolah-olah SU 1 Maret itu identik dengan Pak Harto saja," kata Margana. Padahal, dalam serangan itu tidak ada peran tunggal atau dominan, ujarnya.

Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 terhadap sejumlah pusat pertahanan Belanda di Yogyakarta merupakan bagian penting sejarah modern Indonesia.

Serangan yang berlangsung selama enam jam di Yogyakarta itu berhasil menunjukkan kembali eksistensi Indonesia ke dunia internasional.

Baca juga:

Ketika itu, Yogyakarta — Ibu kota Republik Indonesia — dikuasai Belanda sejak pertengahan Desember 1948, saat mereka menggelar Agresi Militer Kedua.

Melalui momen serangan itulah, PBB kemudian mendesak Belanda untuk berunding kembali dengan Republik Indonesia.

Dan ujungnya, Belanda mengakui Kedaulatan Indonesia melalui Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Desember 1949.

Apa pernyataan Sri Sultan Hamengkubowono IX kepada BBC Siaran Indonesia?

Dalam buku itu, Sri Sultan Hamengku Buwono IX mengatakan dirinya menggagas SU 1 Maret 1949 itu setelah mendengarkan berita radio BBC dan VOA.

Melalui pemberitaan itu, dia menjadi tahu bahwa Dewan Keamanan PBB akan menggelar sidang untuk membicarakan "soal Indonesia".

"Ini yang saya pegang dan lalu menjadi alasan bagi saya, pertama, untuk menaikkan semangat daripada penduduk kembali," ujarnya.

"Kedua, untuk mengadakan sesuatu yang bisa menarik perhatian [dunia internasional]."

Baca juga:

Awal Februari 1949, Sri Sultan kemudian mengirim surat kepada Panglima Besar Jenderal Sudirman di tempat persembunyiannya.

Tujuannya, meminta izin agar supaya diadakan "suatu serangan umum" di siang hari.

"Sudah barang tentu dengan segala resiko yang ada pada suatu serangan," ungkapnya.

Menurutnya, Sudirman menyetujui gagasannya. Sang jenderal kemudian meminta Sri Sultan berhubungan langsung dengan komandan yang bersangkutan, yaitu Kolonel Suharto.

Baca juga:

Sri Sultan kemudian bertemu Suharto pada 14 Februari 1949. Mereka semula menentukan serangannya pada 28 Februari, tapi informasi ini "bocor".

"Lalu ditentukan 1 Maret jam enam pagi, kalau sirene berbunyi, dan itu dilakukan. Lalu, terjadi serangan umum," paparnya. Dan "berhasil sekali".

Mereka dapat menduduki kembali Yogyakarta sampai jam tiga, karena satu jam sebelumnya Sri Sultan dan kawan-kawan menerima informasi tank-tank Belanda bergerak dari Magelang ke ibu kota.

"Oleh karena itu saya mengusulkan kepada Pak Harto agar supaya korban jangan terlalu banyak, untuk mengundurkan diri," katanya.

Baca juga:

Sri Sultan menganggap serangan itu "sudah cukup untuk menarik perhatian" Dewan Keamanan PBB.

Kejadian itu kemudian disiarkan oleh pemancar Republik Indonesia di [Desa] Playen, Gunung Kidul, ke Bukit Tinggi, ke India dan PBB, katanya.

Dan ternyata, "ini mempunyai suatu pengaruh yang besar sekali, sehingga terjadi keputusan daripada security council [DK PBB] bahwa Republik [Indonesia] harus kembali."

Akibat keputusan itu, "digelar perundingan antara Van Royen dan Roem".

"Dan Bung Karno dan Bung Hatta kembali dari Bangka tanggal 9 Juli, maka dengan demikian kembali pemerintahan ke Yogya," jelasnya.


'Sinyal siaran BBC Siaran Indonesia diblokir intelijen militer Orba, karena GAP bahas kelahiran PKI'

Sebelum diterbitkan dalam buku, 'Gelora Api Revolusi, Sebuah Antologi Sejarah' (selanjutnya disingkat GAP) adalah nama program siaran radio BBC Indonesia.

Penulis : Edy-A.-Putra

Sumber : BBC


TERBARU