> >

PPKM Level 3 di Jabodetabek, Bandung Raya, DIY, dan Bali setelah Rumah Sakit Utama "Hampir Penuh"

Bbc indonesia | 8 Februari 2022, 18:30 WIB
Ilustrasi tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit atau bed occupancy rate (BOR). (Sumber: Antara)

"Kita masih belum tahu berapa puncaknya di Indonesia, yang perkiraan kami akan terjadi di akhir Februari," kata Menkes Budi Gunadi beberapa waktu lalu.

Ia juga mengestimasi jumlah kasus harian periode Omicron bisa lebih tinggi hingga enam kali lipat dari varian Delta.

"Bisa tiga kali sampai enam kali dibandingkan puncak Delta. Di mana puncaknya Delta di Indonesia 57.000 kasus per hari," tambah Menkes Budi yang juga mengatakan prediksi ini diambil dari kasus-kasus di beberapa negara lain.

Ia juga mengimbau masyarakat, "Kami minta tolong tetap waspada. Tolong tetap hati-hati. Kalau tidak perlu sekali berkerumun atau mobilitas, yuk kita kurangi."

Bagaimanapun, dalam situasi terkini pemerintah mengambil kebijakan mempertahankan sekolah tatap muka, termasuk mengurangi jumlah hari karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri dari tujuh hari menjadi lima hari.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo juga mengatakan lonjakan ini sudah diperkirakan dan "diantisipasi pemerintah dengan kesiapan-kesiapan kita yang sudah jauh lebih baik dibandingkan tahun-tahun lalu."

"Baik dari segi rumah sakit, obat-obatan, dan oksigen, tes isolasi, maupun tenaga kesehatan. Dan kondisi RS juga masih terkendali," kata Presiden Jokowi.

Ia menambahkan, varian Omicron tingkat penularannya tinggi tapi tingkat fatalitasnya lebih rendah dari varian Delta.

"Di beberapa negara tingkat keterisian RS relatif rendah. Di Indonesia, kasusnya cukup tinggi, keterisian RS masih terkendali. Varian Omicron dapat disembuhkan tidak perlu ke RS, pasien cukup isolasi mandiri di rumah, minum obat dan minum multivitamin," tambah Jokowi.

Sejumlah IGD RS lain masih lengang

Sejauh ini, hasil pantauan BBC News Indonesia di sejumlah rumah sakit lain di Jakarta, tidak tampak tumpukan orang di depan IGD.

Hal ini tampak di RSUD Cibubur, Jakarta Timur. Di pelataran RS terdapat tenda darurat, yang digunakan warga sekitar untuk vaksinasi ketiga.

Namun, menurut petugas keamanan setempat, rumah sakit tersebut sudah ditutup untuk pasien umum sejak 1 Februari 2022, dan hanya menerima pasien khusus Covid-19.

BBC News Indonesia juga memantau situasi di RSUD Pasar Rebo, Jakarta Timur. Tumpukan masyarakat terlihat di pelataran utama untuk mengambil nomor antrean berobat dengan pelbagai macam penyakit.

Baca juga:

Sementara, di pelataran gedung IGD RSUD Pasar Rebo kurang dari 10 orang yang menunggu.

Masih dari Jakarta Timur, halaman gedung IGD di RS Polri Sukanto juga tak tampak tumpukan orang, hanya mobil ambulans yang terpakir.

'Kecemasan seorang nakes menghadapi gelombang ketiga'

Sejauh ini tak banyak tenaga kesehatan yang bisa bicara secara terbuka mengenai kondisi dan status Covid. Namun, seorang nakes yang berjaga di IGD fasilitas kesehatan milik pemerintah di Jakarta Timur bercerita tentang kecemasannya menghadapi gelombang ketiga Omicron.

Ia meminta BBC News Indonesia untuk menyamarkan nama dan lokasi tempat kerjanya.

Sari - bukan nama sebenarnya - mengatakan saat ini puskesmas tempat ia bekerja sudah bisa merujuk 15 pasien dalam satu hari.

"Jadi beberapa kali saat saya jaga, anak sekolah SD, SMP banyak yang positif karena acara di sekolah. Terus guru wali kelasnya positif. Iya, anak kecil banyak yang kena," katanya.

Pasien-pasien ini dirujuk untuk melakukan isolasi di RS darurat Wisma Atlet, dengan waktu tunggu antrean hingga enam jam.

Dari puskesmas tersebut, sejauh ini, belum ada yang dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan intensif, "karena gejalanya ringan, kayak batuk pilek ngilu-ngilu."

Bagaimanapun, Sari mengatakan lonjakan kasus belakangan ini "cepat banget".

"Karena di puskesmas pun nakesnya sudah banyak yang positif."

"Iya, ini sih menurut saya sudah banyak banget, dan saya sendiri jadinya takut banget. Jadi kalau pulang ke rumah itu benar-benar harus mandi dulu. Semprot-semprot, mandi lagi," kata Sari.

Lonjakan kasus Covid belakangan ini juga mengingatkan Sari pada masa-masa kelam saat gelombang kedua menghantam fasilitas kesehatan.

Saat itu, pada Juli 2021, Lapor Covid mencatat sebanyak 500 tenaga kesehatan meninggal dalam satu bulan.

Sari saat itu masih bekerja di salah satu RSUD di Jakarta Timur, sebelum pindah ke puskesmas.

"Waktu itu IGD kita nggak bisa merawat pasien Covid. Sehingga beberapa pasien yang jelek [kritis] pun itu kami harus merujuk. Bahkan satu malam, saya bisa merujuk sembilan pasien sekaligus," kata Sari.

Kondisi saat itu disebut Sari "benar-benar parah". Banyak rekan kerjanya yang terinfeksi Covid, namun tetap dipaksa untuk bekerja.

"Bahkan kami hampir semua nakes di IGD sudah isolasi mandiri. Gara-gara positif."

Nakes yang sebelumnya mendapat jatah melakukan isolasi mandiri selama 14 hari dipangkas menjadi 10 hari. "Bahkan kami dengan PCR yang masih positif itu pun kami harus masuk kerja," katanya.

"Hampir semua pengalamannya bikin saya takut. Sebenarnya nakes-nakes di luar sana itu mungkin pasien lihat fine-fine saja, tapi kami tuh di ruang jaga suka nangis. Pertama, teman kami banyak yang gugur.

"Ketika kamu harus merujuk teman sejawat sendiri baik ke rumah sakit maupun ke Wisma Atlet. Itu yang membuat kami makin stres. Jadi sebenarnya, psikis kami terganggu," cerita Sari.

Sari menyoroti perkembangan lonjakan kasus di tengah protokol masyarakat yang abai, termasuk kebijakan-kebijakan pemerintah yang masih mempertahankan sekolah tatap muka, makan di tempat restoran, mal dan bioskop yang masih dibuka.

"Jadi sejujurnya trauma banget sama yang delta kemarin," kata Sari.

 

Artikel ini merupakan hasil liputan BBC Indonesia yang ditayangkan juga di Kompas.TV

 

Penulis : Edy-A.-Putra

Sumber : BBC


TERBARU