> >

Transformasi Digital: Menguatkan Literasi Digital, Cegah Hoaks dan Peredaran Narkoba Daring

Advertorial | 4 April 2021, 16:59 WIB
Webinar Firtual (Forum Literasi Hukum dan Ham Digital) bertema Hidup 100 Persen di Masa Pandemi: Bebas Hoaks dan Bebas Narkoba, Kamis (1/4/2021). (Sumber: KompasTV)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Kabag Penerangan Umum Divhumas Polri, Kombes Polisi Ahmad Ramadhan mengungkapkan data penemuan narkoba selama pandemi Covid-19. Yang mengejutkan, meski di masa pandemi, data belum menunjukkan tren penurunan peredaran narkoba.

Pada kuartal I/2021, jumlah barang bukti ditemukan Polri sebanyak 1.146,3 kg sabu dan 61,8 kg ekstasi.

Sementara pada Maret hingga akhir 2020, jumlah barang bukti disita sebanyak 6.747,5 kg sabu dan 1.201,3 kg ekstasi.

Dari berbagai jenis narkoba yang beredar, jumlah sitaan masih didominasi jenis sabu dan ekstasi.

Terkait hal itu Kasubdit Media Non-Elektronik BNN, Kombes Polisi Deni Dharmapala menyatakan ada beberapa faktor mendorong masih tingginya kasus narkoba saat pandemi.

“Banyaknya waktu luang di rumah yang justru digunakan untuk melakukan kegiatan-kegiatan kontraproduktif. Termasuk akhirnya tergoda untuk mencoba penyalahgunaan narkoba,” katanya dalam Webinar “Hidup 100 Persen di Masa Pandemi: Bebas Hoaks dan Bebas Narkoba” yang tayang di YouTube KompasTV, Kamis (1/4/2021).

Lanjut Deni, tren transaksi pemesanan barang dan makanan secara daring juga dimanfaatkan sebagai peluang bagi para pengedar narkoba. Banyak narkoba yang akhirnya disamarkan sebagai transaksi daring biasa.

Selain si penjual dan si pembeli, si pengantar bisa jadi tidak tahu apa barang yang diantar karena barang yang sudah dikemas tidak boleh dibuka kembali.

Baca Juga: Kiai dan Ulama Meminta Warga Tidak Percaya Hoaks Soal Vaksin Covid-19

Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, Deni menilai narkotika jenis baru atau new psychoactive substances (NPS) juga semakin banyak beredar. 

“Para pelaku tidak hanya berhenti hanya sebatas narkoba jenis sabu, ganja, ekstasi saja. Di dunia saja, sudah ada 1.044 jenis baru. Dan itu bentuknya tidak bisa diduga, ada padat, cair, dan sebagainya. Tujuannya adalah untuk mengelabui aparat agar tidak terendus oleh Polri maupun BNN,” imbuhnya.

Menanggapi fakta banyaknya platform daring yang digunakan sebagai modus pengedaran narkoba, Staf Ahli Menkominfo Bidang Komunikasi dan Media Massa, Prof. Widodo Muktiyo mengatakan pihaknya telah melakukan monitoring semua transaksi virtual secara aktif dan pasif.

Monitoring aktif merupakan pengawasan yang dilakukan selama 24 jam. Sementara, monitoring pasif bersifat pelaporan. Artinya, belum semua kebohongan daring bisa terdeteksi sehingga masih dibutuhkan laporan kecurigaan untuk bisa diambil tindakan.

Tambah Prof. Widodo, “yang dimaksud hoaks tidak selalu berita dalam substansinya tidak betul, tetapi dibalik itu, ada niatan tidak betul pun sudah memungkinkan (hoaks). Sehingga dibutuhkan partisipasi aktif masyarakat untuk bisa melaporkan itu untuk bisa men-take down dari pemilik platform.”

Persiapan transformasi digital Indonesia

Menurut Prof. Widodo, penting untuk memahami informasi komunikasi di tengah pandemi Covid-19, terutama dalam dunia global ketika arus pesan dan informasi di dunia menjadi sangat cepat, padat, dan sulit dibedakan kebenarannya.

Prof. Widodo menyatakan, ada pernyataan dari seorang filsuf dari Prancis, bahwa informasi bisa menjadi food for the soul atau makanan yang menyehatkan jiwa. Sebaliknya, informasi yang salah bisa menjadi poison for the soul yang merusak jiwa bangsa.

Ia kemudian menuturkan arahan Presiden untuk mempercepat transformasi digital Indonesia. Dalam hal ini, Kominfo menekankan fokus pada ketersediaan infrastruktur digital untuk semua wilayah Indonesia.

“Ternyata Indonesia luas, ada 83.218 desa kelurahan. Baru 70.670 kelurahan yang terkoneksi, masih ada 12.548 yang harus dikoneksikan. Kita percepat targetnya kita majukan jadi 2022 seluruh penjuru tanah air terkoneksi,” ungkapnya.

Namun, lanjut Prof. Widodo, koneksi juga bisa menjadi simalakama. Setelah terkoneksi, mentalitas bangsa Indonesia harus sehat dan punya karakter harus bagus.

Tak hanya itu, SDM bertalenta digital juga harus disiapkan agar transformasi infrastruktur dapat bertemu dengan man behind-nya.

Baca Juga: Pakar UGM Bongkar 6 Hoaks Seputar Covid-19

Dalam menangani hal ini, Kominfo melakukan fungsi di hulu dan hilir, salah satunya dengan memberikan sosialisasi dan edukasi agar masyarakat bisa mendapatkan informasi yang ‘menyehatkan’.

“Literasi media sosial merupakan bagian dari penyadaran bahwa jejak digital tidak bisa dihapus. Jejak digital yang positif yang mengandung nilai religius yang bagus akan menjadi pahala kelak,” tuturnya.

Melihat dominasi generasi milenial dalam media sosial, Kominfo juga menekankan pentingnya sosialisasi dengan ‘cara milenial’. Hal ini juga menjadi urgensi pemberantasan penyebaran hoaks dan peredaran narkoba secara daring, mengingat sasaran utamanya adalah generasi muda.

Terkait hal ini, Kombes Polisi Deni mendeklarasikan slogan BNN, yakni war on drugs. BNN mengajak masyarakat untuk berperang melawan narkoba, minimal untuk diri sendiri dan keluarga terdekat demi mencapai Indonesia Bersinar (bersih narkoba).

Ia juga mengingatkan bahwa generasi muda membutuhkan pilihan dan role model, sehingga untuk mengingatkan mereka tidak bisa menggunakan cara yang otoritatif.

“Generasi muda sudah kenyang larangan, mereka butuh pilihan dan role model untuk hidup dengan segala alasan dan motivasi. BNN ingin merubah larangan menjadi pilihan, otoritatif menjadi aspiratif, dan kaku menjadi fleksibel,” tutupnya.

Penulis : Elva-Rini

Sumber : Kompas TV

Tag

TERBARU