JAKARTA, KOMPAS.TV – Dalam Islam, paling tidak ada tiga hal yang menyebabkan seseorang tidak diperbolehkan mendapatkan warisan keluarga. Siapa saja mereka dan apa alasannya?
Ustaz Ahmad Sarwat, Lc dari Rumah Fiqih Indonesia menjelaskan detil terkait hal itu dalam buku 2300 Konsultasi Fiqih perihal orang-orang yang gugur dalam menerima warisan keluarga.
Baik itu warisan keluarga lewat jalur ayah, ibu maupun dari jalur lebih tua misal kakek-nenek serta kerabat jauh. Dalam Islam sendiri ada salah satu cabang ilmu bernama Faraidh. Ilmu ini mengatur tentang tata laksana waris dalam Islam.
“Berdasarkan dalil yang berserakan di sana-sini, para ulama faraidh lalu mengumpulkannya dan menghimpun semua dalil itu. Sehingga didapat daftar hal-hal yang bisa menggugurkan hak waris seseorang,” kata Ustaz Sarwat dalam buku tersebut.
Baca Juga: Sinkronisasi Hukum Islam dengan Masyarakat Modern - KURMA
Apabila seorang ahli waris membunuh pewaris (misalnya seorang anak membunuh ayahnya), maka gugurlah haknya untuk mendapatkan warisan dari ayahnya.
Kata Ustaz Sarwat, si anak tersebut tidak lagi berhak mendapatkan warisan akibat perbuatannya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, "Tidaklah seorang pembunuh berhak mewarisi harta orang yang dibunuhnya."
Meski begitu, kata Ustaz Sarwat, ada perbedaan di kalangan fuqaha atau ulama ahli Fiqih Islam tentang penentuan jenis pembunuhan.
Perbedaan Agama
Ustaz Sarwat lantas menjelaskan dalam bukunya, hal kedua adalah terkait perbedaan agama.
Seorang Muslim tidak dapat mewarisi ataupun diwarisi oleh orang non Muslim, apa pun agamanya.
“Maka seorang anak tunggal dan menjadi satu-satunya ahli waris dari ayahnya, akan gugur haknya dari mendapat warisan, bila dia tidak beragama Islam. Dan siapapun yang seharusnya termasuk ahli waris, tetapi kebetulan dia tidak beragama Islam, tidak berhak mendapatkan harta warisan dari pewaris yang muslim,” ujarnya.
Hal ini telah ditegaskan Rasulullah alam sabdanya:
"Tidaklah berhak seorang muslim mewarisi orang kafir, dan tidak pula orang kafir mewarisi muslim." (Bukhari dan Muslim)
Seseorang yang berstatus sebagai budak tidak mempunyai hak untuk mewarisi sekalipun dari saudaranya. Sebab segala sesuatu yang dimiliki budak, secara langsung menjadi milik tuannya.
Baik budak itu sebagai qinnun (budak murni), mudabbar (budak yang telah dinyatakan merdeka jika tuannya meninggal), atau mukatab (budak yang telah menjalankan perjanjian pembebasan dengan tuannya, dengan persyaratan yang disepakati kedua belah pihak).
Alhasil, semua jenis budak merupakan penggugur hak untuk mewarisi dan hak untuk diwarisi disebabkan mereka tidak mempunyai hak milik.
Meskipun begitu, di zaman modern saat ini budak secara resmi ditiadakan, maka kondisi ketiga ini masih diperbincangkan dalam Islam.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.