Kompas TV nasional politik

Mendagri Tito Jelaskan Alasan Dewan Aglomerasi di RUU DKJ Dipimpin Wapres

Kompas.tv - 13 Maret 2024, 13:44 WIB
mendagri-tito-jelaskan-alasan-dewan-aglomerasi-di-ruu-dkj-dipimpin-wapres
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian (Sumber: ANTARA/HO-Puspen Kemendagri)
Penulis : Fadel Prayoga | Editor : Desy Afrianti

JAKARTA, KOMPAS TV - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjelaskan alasan pemerintah mengusulkan Dewan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur dipimpin oleh wakil presiden (wapres) seperti yang tertuang dalam draf Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ).  

Ia menyebut, nantinya kawasan aglomerasi itu akan ditangani oleh lintas kementerian, sehingga diserahkan kewenangannya kepada wapres. 

Hal itu ia sampaikan dalam rapat pembahasan RUU DKJ di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (13/3/2024).

Baca Juga: Anggota DPD RI Minta Kewenangan Wapres Sebagai Dewan Kawasan Aglomerasi di RUU DKJ Dikaji Ulang

"Kalau bicara menyelesaikan masalah kompleks lintas menko yaitu presiden dan wapres, kita melihat itu bahwa presiden memiliki tanggungjawab nasional yang luas sekali maka perlu lebih spesifik ditangani wapres," kata Tito. 

Menurut Tito, kewenangan wapres seperti itu juga telah dilakukan ketika pemerintah melakukan percepatan pembangunan di Papua. 

"Ini mirip seperti yang kita lakukan di Papua, dibentuk badan percepatan pembangunan papua yang tugasnya sama harmonisasi pemerintahan daerah. Jadi semua berjalan hampir dua tahun dipimpin wapres karena memang Papua memerlukan harmonisasi itu banyak sekali program-program di Pemerintahan Pusat tentang Papua entah masalah jalan, perhubungan, pendidikan, kesehatan dan lain-lain tapi ada semacam harmonisasi yang belum optimal," kata Tito.

Tito mengatakan banyak persoalan yang menjadi permasalahan bersama Jakarta dan sekitarnya, kemacetan, polusi, banjir, migrasi penduduk hingga masalah di bidang kesehatan. 

Sehingga, perlu harmonisasi dan penataan serta evaluasi untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya.

"Oleh karena itu, ada berbagai istilah yang saat itu muncul apakah membentuk namanya kawasan metropolitan Jakarta, Jabodetabek atau namanya megapolitan atau namanya aglomerasi. Ini banyak ditentang karena nanti akan mengubah UU banyak sekali, UU Jabar, UU Banten, UU tentang Depok, UU tentang Bekasi, banyak sekali."

"Sehingga akhirnya disepakati saat itu disebut saja dengan kawasan aglomerasi. Artinya tidak ada keterikatan masalah administrasi pemerintahan, tapi ini satu kawasan yang perlu diharmonisasikan program-programnya. Terutama yang menjadi common problem," kata Tito.

Sebelumnya, Anggota DPD RI Sylviana Murni meminta kewenangan Wapres sebagai Dewan Pengarah Kawasan Aglomerasi dalam Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ), dikaji ulang. 

Menurut dia, permintaan itu agar tak terjadi dualisme kepemimpinan di wilayah Jakarta. 


Hal itu ia sampaikan dalam rapat kerja bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR dengan pemerintah yang membahas Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) di Ruang Rapat Baleg DPR, Jakarta, Rabu (13/3/2024).

Baca Juga: Nasdem-PKS Tolak RUU DKJ yang Atur Gubernur dan Wagub Ditunjuk Presiden

"DPD RI berpandangan bahwa atribusi kewenangan secara langsung kepada wapres sebagai Dewan Pengarah Kawasan Aglomerasi dalam RUU ini harus dipertimbangkan sedemikian rupa, agar tidak terjadi dualisme kekuasaan antara presiden dan wakil presiden yang dapat berpotensi timbulkan pecah kongsi antara keduanya di kemudian hari," kata Sylviana Murni. 



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x