Kompas TV nasional rumah pemilu

Pengamat Sebut Sejumlah Menteri akan Mundur Usai Pilpres: Tidak Mau Dicatat Sejarah Rusak Demokrasi

Kompas.tv - 26 Januari 2024, 11:17 WIB
pengamat-sebut-sejumlah-menteri-akan-mundur-usai-pilpres-tidak-mau-dicatat-sejarah-rusak-demokrasi
Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti saat menyampaikan keterangan dalam program Kompas TV, Rabu (5/4/2023). (Sumber: Kompas TV)
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti | Editor : Iman Firdaus

 

JAKARTA, KOMPAS.TV- Sejumlah menteri yang lahir dari reformasi disebut bersiap mundur dari Kabinet Indonesia Maju karena tidak ingin dicatat oleh sejarah turut serta merusak demokrasi.

Pengamat LIMA (Lingkar Madani) Indonesia Ray Rangkuti pun mencontohkan menteri-menteri yang lahir dari reformasi antara lain Sri Mulyani, Mahfud MD, Teten Masuki hingga Basuki Hadimuljono dalam dialog Sapa Indonesia Pagi KOMPAS TV, Jumat (26/1/2024).

“Menteri-menteri yang dibesarkan oleh reformasi ini dan ikut berjuang untuk menelurkan reformasi ini, nggak ingin dicatat sebagai bagian dari yang ikut serta membuat demokrasi buruk,” ucap Ray.

“Oleh karena jauh-jauh hari mungkin dari sekarang mereka akan mengatakan kami akan mundur. Cuma bacaan saya mungkin sebelum Pilpres mereka enggak akan mundur, tapi besar kemungkinan setelah Pilpres mungkin mereka bersama-sama akan mundur. Karena itu tadi mereka nggak siap bekerja sama dengan orang yang mengangkangi demokrasi.”

Baca Juga: Jubir: Muhaimin Mundur dari Jabatan Tunggu Realisasi Mahfud, kalau Bisa Sebelum 14 Februari 2024

Ray menuturkan, semula mungkin banyak pihak yang masih berharap Pak Jokowi bisa menjaga diri usai putusan Mahkamah Konstitusi dengan bersikap netral di Pemilu. Tapi kenyataannya, situasi justru semakin buruk ditampilkan jelang pemilihan presiden 14 February 2024.

“Seolah-olah netral, di belakang tidak. Masa presiden mengungkapkan bahwa presiden itu boleh kampanye tapi di belakang beliau ada seorang paslon, mestinya kan (saat) doorstop Presiden tahu mana etika mestinya,” tegas Ray.

“Itu doorstop, presiden bisa jawab kok, mohon maaf ini saya nggak bisa jawab karena ada salah satu paslon di belakang saya, saya akan jawab nanti di tempat yang lain bagaimana sikap saya.”

Sebelumnya, Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana merasa apa yang disampaikan Presiden Jokowi soal presiden boleh berkampanye di Halim Perdanakusuma telah banyak disalahartikan.

Sebab menurut Ari, pernyataan itu dijawab Presiden dalam konteks menjawab pertanyaan media tentang Menteri yang ikut tim sukses.

Baca Juga: Respons Panelis Sulistyowati Irianto tentang Debat Keempat: Semua Substansi Relatif Tidak Tergali

“Dalam merespon pertanyaan itu, Bapak Presiden memberikan penjelasan terutama terkait aturan main dalam berdemokrasi bagi Menteri maupun Presiden,” tegas Ari.

“Dalam pandangan Presiden, sebagaimana diatur dalam pasal 281, UU no. 7 tahun 2017 tentang Pemilu, bahwa Kampanye Pemilu boleh mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, dan juga Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Artinya, Presiden boleh berkampanye. Ini jelas ditegaskan dalam UU.”

Namun, sambung Ari, jika presiden ikut berkampanye maka ada syarat yang harus ditaati.


 

“Pertama, tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sesuai aturan yang berlaku. Dan kedua, menjalani cuti di luar tanggungan negara,” kata Ari.

“Dengan diijinkannya Presiden untuk berkampanye, artinya Undang-Undang Pemilu juga menjamin hak Presiden untuk mempunyai preferensi politik pada partai atau Pasangan Calon tertentu sebagai peserta Pemilu yang dikampanyekan, dengan tetap mengikuti pagar-pagar yang telah diatur dalam UU.”



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x