Kompas TV nasional rumah pemilu

Yusril Tegaskan Jokowi Benar: Presiden Boleh Kampanye dan Berpihak di Pemilu

Kompas.tv - 25 Januari 2024, 07:39 WIB
yusril-tegaskan-jokowi-benar-presiden-boleh-kampanye-dan-berpihak-di-pemilu
Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra. (Sumber: (KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO)) 
Penulis : Fadel Prayoga | Editor : Desy Afrianti

JAKARTA, KOMPAS TV - Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan, pernyataan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang menyatakan seorang Kepala Negara boleh kampanye dan berpihak di Pemilu 2024 adalah benar. 

Sebab, dalam Undang-Undang Pemilu tidak melarang seorang presiden untuk ikut kampanye, apakah untuk pemilihan presiden atau pemilihan legislatif. 

Aturan yang sama juga tidak melarang kepala negara untuk berpihak atau mendukung salah satu pasangan calon presiden. 

Baca Juga: Jimly Asshiddiqie: Presiden Jokowi Sebaiknya Tidak Ikut-ikutan Kampanye

Kata dia, Pasal 280 Undang-Undang Pemilu secara spesifik menyebut di antara pejabat negara yang dilarang berkampanye adalah ketua dan para Hakim Agung, ketua dan hakim Mahkamah Konstitusi, ketua dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan. 

"Tidak ada penyebutan presiden dan wakil presiden atau menteri di dalamnya. Presiden Joko Widodo tidak salah jika dia mengatakan presiden boleh kampanye dan memihak," kata Yusril dalam keterangannya, Rabu (24/1/2024). 

Sementara, pasal 281 Undang-Undang Pemilu mensyaratkan pejabat negara yang ikut berkampanye dilarang untuk menggunakan fasilitas negara atau mereka harus cuti di luar tanggungan. 

Kendati begitu, undang-undang tersebut tidak menghapuskan aturan soal pengamanan dan kesehatan terhadap presiden atau wakil presiden yang berkampanye. 

“Bagaimana dengan pemihakan? Ya kalau Presiden dibolehkan kampanye, secara otomatis Presiden dibenarkan melakukan pemihakan kepada capres cawapres tertentu, atau parpol tertentu. Masa orang kampanye tidak memihak,” kata Yusril.

“Aturan kita tidak menyatakan bahwa Presiden harus netral, tidak boleh berkampanye dan tidak boleh memihak. Ini adalah konsekuensi dari sistem Presidensial yang kita anut, yang tidak mengenal pemisahan antara Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, dan jabatan Presiden dan Wapres maksimal dua periode sebagaimana diatur oleh UUD 45,” ujarnya. 

Menurut dia, jika presiden tidak boleh berpihak, seharusnya jabatan presiden dibatasi hanya untuk satu periode. 

Jika ada pihak yang ingin presiden bersikap netral, ia mempersilakan pihak tersebut untuk mengusulkan perubahan konstitusi. 

“Itu (agar presiden netral) memerlukan amandemen UUD 45. Begitu pula Undang-Undang Pemilu harus diubah, kalau presiden dan wakil presiden tidak boleh berkampanye dan memihak," katanya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menyebut, seorang Kepala Negara boleh berkampanye dan memihak salah satu pasangan calon (paslon) di Pilpres 2024. 


Namun, saat berkampanye itu yang penting tidak menggunakan fasilitas negara. 

Baca Juga: Soal Keberpihakan Presiden, TKN Prabowo: Jokowi Berintegritas, Tidak akan Lakukan Abuse of Power

"Hak demokrasi, hak politik setiap orang. Setiap menteri sama saja. Yang penting, presiden itu boleh loh kampanye. Presiden itu boleh loh memihak. Boleh," kata Jokowi di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu (24/1/2024).

"Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara. Boleh," ujarnya.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x