Kompas TV nasional rumah pemilu

Jimly Sebut Wawasan MK Nggak Luas Melihat Masa Depan Peradaban yang Harus Dibina, Ini Alasannya

Kompas.tv - 1 Januari 2024, 15:00 WIB
jimly-sebut-wawasan-mk-nggak-luas-melihat-masa-depan-peradaban-yang-harus-dibina-ini-alasannya
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) 2003-2008 Jimly Asshiddique di Program Rosi, Kompas TV, Kamis (1/6/2023). (Sumber: Tangkap Layar Kompas TV)
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti | Editor : Gading Persada

JAKARTA, KOMPAS.TV- Mahkamah Kontitusi (MK) dinilai tidak memiliki wawasan luas untuk membina peradaban yang lebih baik lagi.

Hal tersebut disampaikan oleh Jimly Asshiddiqie karena MK telah membatalkan soal syarat pejabat negara harus mengundurkan diri ketika maju Pilpres di program Sapa Indonesia Pagi KompasTV, Senin (1/1/2024).

“Oleh MK dibatalin, ya karena wawasannya nggak luas, nggak luas melihat masa depan yang peradabannya harus dibina, itu kan nggak mudah,” ucap Jimly.

“Jangan hanya karena titik koma undang-undang dasar, ya memang itu hak asasi manusia, semua orang punya hak, sama saja.”

Menurutnya, apa yang dilakukan MK terlalu teknis sehingga tidak melihat lagi transformasi demokrasi Indonesia dalam jangka panjang.

“(MK) Melihatnya itu terlalu teknis sebagai persoalan hak asasi manusia, tapi dipahami tekstual, tidak melihat ya transformasi demokrasi Indonesia dalam jangka panjang, bahwa bangsa kita ini masih feodal, perilaku politik kita ini masih feudal, bentuk negaranya republic, nah ini kan harus direkayasa menuju modernisasi politik masa depan,” ujar Jimly.

Baca Juga: Jimly Asshiddiqie: Pemilu 2024 Banyak Masalah Ditambah Disrupsi Teknologi yang Nyata

Oleh karena itu, dia berharap di pemerintahan yang baru soal rangkap jabatan harus dipikirkan jalan keluarnya.

“Perlu ada design masa depan yang kita harus rekayasa untuk dimodernisasikan, salah satunya itu tadi, supaya antara pejabat misalnya idealnya ya, kalau dia menteri mau jadi calon ya berhenti dong, mengundurkan diri bukan sekedar cuti,” kata Jimly.

Dikutip dari Mahkamah Konstitusi, persyaratan bagi pejabat negara untuk mengundurkan diri ketika hendak mencalonkan diri sebagai calon presiden atau wakil presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 170 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) mendapatkan tafsir baru.

Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Pasal 170 ayat (1) UU Pemilu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “Pejabat negara yang dicalonkan oleh Partai Politik Peserta Pemilu atau Gabungan Partai Politik sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya, kecuali Presiden, Wakil Presiden, Pimpinan dan anggota MPR, Pimpinan dan anggota DPR, pimpinan dan anggota DPD, gubernur, wakil  gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota, termasuk menteri dan pejabat setingkat menteri, sepanjang menteri dan pejabat setingkat menteri mendapatkan persetujuan dan izin cuti dari Presiden”.

Baca Juga: Wapres Ma'ruf Amin Minta KPK Berbenah Diri Kembali Jadi Lembaga Kredibel

Amar Putusan Nomor 68/PUU-XX/2022 yang dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang digelar pada Senin (31/10/2022) di Ruang Sidang Pleno MK.


 



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x