Kompas TV nasional humaniora

Kisah Keluarga Tionghoa Melahirkan Para Bupati di Tanah Jawa

Kompas.tv - 19 Juli 2023, 14:00 WIB
kisah-keluarga-tionghoa-melahirkan-para-bupati-di-tanah-jawa
Sejumlah warga Tionghoa memainkan liong (naga) saat pawai perayaan Cap Go Meh 2565, di jalan raya Tuparev, Karawang, Minggu (23/2/2023). Pawai perayaan Cap Go Meh itu diramaikan 46 patung dewa dewi, 53 barongsai dan 20 liong, dengan rute sekitar wilayah perkotaan Karawang (Sumber: Kompas.tv/Ant)
Penulis : Iman Firdaus | Editor : Gading Persada

JAKARTA, KOMPAS.TV-  Han Hien Siong adalah orang Tionghoa yang ikut dalam pemberontakan di Batavia alias Jakarta pada tahun 1740.

Usai pemberontakan yang menewaskan ratusan orang itu, Han melarikan diri ke Rajegwesi (Bojonegoro). Di sini dia menjadi dukun sekaligus hidup sebagai orang Jawa dan Islam.

Baca Juga: Haji Masagung Pendiri TB Gunung Agung, Tionghoa Nasionalis Sahabat Para Pejuang Kemerdekaan

Sejarawan Ong Hok Ham dalam bukunya, "Riwayat Tionghoa Peranakan" (Penerbit Komunitas Bambu) menyebutkan,  kala itu anak Tumenggung Bojonegoro sakit dan tidak ada yang bisa menyembuhkan.

Tumenggung kemudian membuat sayembara barang siapa yang bisa menyembukan anaknya akan dijadikan menanti. Dan lelaki beruntung itu adalah Han Hien Siong.  Tapi, kata Ong, sukar untuk mengetahui kebenaran berita ini.

"Yang pasti, anak Tumenggung Bojonegoro menikah dengan orang Tionghoa."

Dari pernikahan ini, lahirlah lima anak. Satu di antaranya bernama Muchsin. Ketika dewasa Muchsin bekerja  pada residen Rembang Hendrik Breton.

Ketika Breton diangkat sebagai gubernur pantai timur laut, Muchsin ikut naik pangkat sebagai rombo polisi (bupati) Panarukan, yang kala itu dikenal sebagai wilayah rampok dan begal.

Namun karena kepiawainnya, Muchsin menjadikan wilayahnya aman. Hal ini membuat nama Breton pun terangkat hingga diberi jabatan Raad van Indie. 


Sayangnya Muchin tidak punya anak seperti juga Breton. Ketika meninggal pada 1776, kekayaan dan jabatannya jatuh ke tangan anak-anak kakanya yaitu Baba Sam dan Baba Midoen yang kemudian jadi bupati di Panarukan dengan gelar Tumenggung Adiwikromo.

Baba Midoen kemudian menikah dengan anak panembahan Notokoesoemo dari Sumenep Madura. 

Dari perkawinan ini lahirlah Raden Bagus Han Soe Tik yang kemudian menjadi bupati Besuki dengan gelar Pangeran Adiwikromo I. 

Baca Juga: Hary Tanoe Sebut Paguyuban Tionghoa Siap Dukung Pilihan Jokowi

Sementara Baba Sam punya karir tinggi pula di Besuki yang dikena sebagai Soerjo Adiwirjo. Kemudian diangkat jadi raden adipati dan dikenal dengan nama Kanjeng Ridder, yang meninggal pada 1810 dan dimakamkan di Ngampel. 

Dengan meninggalnya Baba Sam, Han Sioe Tik dan Raden Bagus,  maka habis pula nama marga Han dari keluarga Jawa Tionghoa itu. 

 



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x