Kompas TV nasional peristiwa

Piala Citra Pertama Nani Wijaya, "Yang Muda Yang Bercinta" Pernah Dilarang Diputar Penguasa

Kompas.tv - 16 Maret 2023, 11:22 WIB
piala-citra-pertama-nani-wijaya-yang-muda-yang-bercinta-pernah-dilarang-diputar-penguasa
Nani Wijaya saat bersama Oneng Rieke Diah Pitaloka pada Jumat (14/10/2022). Ia bersama pemeran Bajaj Bajuri lainnya (Sumber: warta kota/ikhwana)
Penulis : Iman Firdaus | Editor : Desy Afrianti

JAKARTA, KOMPAS.TV - Artis Nani Wijaya meninggal dunia pada Kamis dini hari (16/3/2023) dalam usia 78 tahun. Nani meninggal di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Selatan, seperti disampaikan anaknya, Cahya Kamila.

“Innalillahi wa innailaihi rajiun, telah berpulang ibunda kami tercinta dengan tenang Ibu Hj. Nani Widjaya. Di RS Fatmawai 16 Maret 2023 pada pukul 3.28. Mohon dimaafkan segala kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja,” tulis Cahya dalam akun Instagram pribadinya.

Baca Juga: Si "Oneng" Rieke Diah Pitaloka Sedih "Emak" Nani Wijaya Meninggal Dunia: Minta Maaf Segala Dosa

Melihat karier Nani di dunia film, hampir seluruh pejalanan hidupnya dia persembahkan untuk film. Mulai bermain film sejak usia belasan tahun pada 1960 lewat "Darah Tinggi", hingga masyarakat lebih mengenalnya sebagai sosok "Emak" dalam serial Bajaj Bajuri. 

Namun, sebenarnya pada tahun 1978 lewat "Yang Muda Yang Bercinta" Nani diganjar Piala Citra sebagai pemeran pembantu terbaik dalam usia 34 tahun. Dalam film yang disutradarai Sjumandjaja itu, Nani bermain sebagai ibu dari Soni (W.S Rendra) bersama Maruli Sitompul sebagai ayah. 

Film ini becerita tentang sosok mahasiswa bernama Soni yang suka protes di awal Orde Baru. Protes Soni banyak dia tuangkan dalam puisi pamflet, seperti halnya saja-sajak Rendra yang penuh dengan protes terhadap pembangunan dan kekuasaan. Dalam film ini, Rendra tampil dengan sajak-sajaknya, seperti "Sajak Sebatang Lisong". Salah satu baitnya:

menghisap sebatang lisong
melihat Indonesia Raya
mendengar 130 juta rakyat
dan di langit
dua tiga cukung mengangkang
berak di atas kepala mereka

matahari terbit
fajar tiba
dan aku melihat delapan juta kanak kanak
tanpa pendidikan

Sajak-sajak "Si Burung Merak" ini cukup mendominasi dalam beberapa adegan film, terutama ketika di kampus. Rendra dan sang sutradara seperti menemukan saluran untuk menyampaikan kritiknya pada penguasa kala itu, yang sedang giat membangun.    

Baca Juga: Breaking News: Aktris Senior Nani Wijaya Meninggal Dunia

Akibatnya, meski film ini sudah lolos sensor pada 15 April 1978, dengan potongan 18 menit. Namun, Kodam Jaya tidak memberi izin untuk diputar di seluruh wilayah Jakarta. Kala itu, Kodam Jaya yang berisi prajurit Angkatan Darat di wilayah Jakarta, punya kewenangan dalam memberi izin atau tidak sebuah film atau pertunjukan.  

Alasannya, film ini sarat dengan unsur propaganda, agitasi dan menghasut masyarakat, khususnya generasi muda. Cukup lama dan jadi perdebatan hingga Kopkamtib (Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban), perangkat penguasa kala itu, ikut turun tangan. Baru pada September 1993, film ini boleh diputar di Jakarta.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x