Kompas TV nasional politik

HNW Tolak Rencana Pemerintah Hapus BNPB: Harusnya Diperkuat, Bukan Diperlemah Apalagi Dihapus

Kompas.tv - 15 April 2022, 10:40 WIB
hnw-tolak-rencana-pemerintah-hapus-bnpb-harusnya-diperkuat-bukan-diperlemah-apalagi-dihapus
Wakil Ketua Majelis Syura PKS Hidayat Nur Wahid (HNW) di DPR, Jakarta, Jumat (20/12/2019). HNW memprotes libur maulid 2021 yang diputuskan pemerintah (Sumber: KOMPAS.com/TSARINA MAHARANI )
Penulis : Fadel Prayoga | Editor : Gading Persada

JAKARTA, KOMPAS TV - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menolak rencana pemerintah menghapus eksistensi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam menanggulangi bencana di Indonesia. 

Menurut dia, kondisi geografis Indonesia yang berada di wilayah rawan bencana, sehingga keberadaan BNPB amat diperlukan.

Sebab, masyarakat membutuhkan mereka untuk melakukan mitigasi bencana di sejumlah daerah. 

"Maka wajarnya, di tengah banyaknya bencana alam dan non-alam, yang terus terjadi sepanjang tahun di berbagai kawasan Indonesia, semestinya kelembagaan BNPB diperkuat, bukan malah diperlemah apalagi dihapuskan," kata pria yang karib disapa HNW itu dalam keterangan tertulis, Jumat (15/4/2022). 

Baca Juga: BNPB Sebut 200 Warga di Manggarai Barat NTT Terancam Bencana Pergerakan Tanah

Politikus PKS itu menyebut dirinya amat prihatin dengan rencana sikap pemerintah tersebut.  

"Baik kelembagaan maupun sistem kerja dan anggarannya, misalnya dengan diturunkan statusnya dari keberadaannya dalam UU menjadi berada di level Perpres (Peraturan Presiden). Kami sangat prihatin dengan sikap Pemerintah tersebut, yang menunjukkan lemahnya komitmen dalam hal penanggulangan bencana,” ujarnya. 

Ia menilai, penjelasan Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Sosial Tri Rismaharini bahwa kelembagaan penanggulangan bencana akan dibuat lebih kuat dan fleksibel melalui Peraturan Presiden, justru bertentangan dengan kebutuhan di lapangan, apalagi dengan logika hierarki hukum yang berlaku di Indonesia.

Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Pasal 7 ayat (1) dengan jelas mencantumkan bahwa posisi hierarkis Undang-Undang berada dua tingkat di atas Peraturan Presiden.

“Artinya jika nomenklatur BNPB yang tadinya berada di UU kemudian dipindahkan ke Perpres, itu jelas namanya pelemahan, bukan fleksibilitas,” katanya.

Selain soal nomenklatur BNPB, ia menjelaskan bahwa deadlock pembahasan RUU Penanggulangan Bencana antara Pemerintah dan komisi VIII DPR-RI juga terjadi lantaran Pemerintah menolak usulan Komisi VIII DPR-RI yang juga didukung oleh DPD-RI perihal penetapan alokasi 2 persen APBN untuk penanganan bencana.

"Karena faktanya, hampir seluruh wilayah Indonesia terpapar risiko atas lebih dari 10 bencana alam maupun non alam, dan kerugian ekonomi per tahun berkisar Rp20-30 Triliun, sementara alokasi dana penanggulangan bencana selama ini baru berkisar Rp3-10 Triliun setiap tahun," katanya. 

Ia mengatakan, dampak dari kurangnya anggaran bencana di antaranya adalah minimnya upaya mitigasi, banyaknya infrastruktur rusak yang tak segera diperbaiki, tidak maksimalnya kebijakan atasi bencana, dan lemahnya komitmen membantu masyarakat korban bencana. 

"Sementara salah satu keputusan negara yang tidak prioritas malah didahulukan dengan menyediakan dana ratusan triliun untuk Ibu Kota Negara yang Baru, sementara usulan alokasi dana untuk penanggulangan bencana alam dan non alam yang rutin terjadi," kata dia. 

Baca Juga: Seorang Guru Gugat UU IKN, Lokasinya Dianggap Sangat Beresiko Bencana

Ia menyatakan, PKS bersama seluruh Fraksi di Komisi VIII DPR kompak bersama-sama perjuangkan kemaslahatan bagi bangsa dan negara. 

"Bahkan didukung oleh DPD, memperkuat BNPB, agar bisa lebih efektif mengatasi masalah kebencanaan alam maupun non alam di Indonesia. Sayang sekali, Pemerintah yang mestinya paling di depan mendukung usaha tersebut dengan menguatkan BNPB, malah menolaknya," katanya.




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x