Kompas TV nasional hukum

Belum Pernah Jadi Peserta Pemilu, MK Tolak Permohonan Uji Materi yang Diajukan Partai Ummat

Kompas.tv - 29 Maret 2022, 16:53 WIB
belum-pernah-jadi-peserta-pemilu-mk-tolak-permohonan-uji-materi-yang-diajukan-partai-ummat
Mahkamah Konstitusi. (Sumber: Antara )
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian Undang-undang (UU) No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang diajukan oleh Partai Ummat.

Mengutip keterangan tertulis MK, Selasa (29/3/2022), putusan Nomor 11/PUU-XX/2022 dibacakan dalam sidang di Ruang Sidang Pleno MK.

Wakil Ketua MK, Aswanto, menjelaskan alasan MK tdak dapat menerima permohonan pengujian tersebut.

Menurutnya, partai politik atau gabungan partai politik yang dapat mengajukan pengujian norma Pasal 222 UU Nomor 7 tahun 2017 adalah yang pernah menjadi peserta pemilu sebelumnya.

“Berdasarkan pertimbangan Mahkamah dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 74/PUU-VIII/2020 tersebut di atas maka partai politik yang memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan pengujian norma Pasal 222 UU 7/2017 adalah partai politik atau gabungan partai politik yang sudah pernah menjadi peserta pemilihan umum sebelumnya,” jelas Aswanto.

Baca Juga: Kadernya Ditangkap karena Dugaan Kasus Terorisme, Begini Tanggapan Partai Ummat

Mahkamah berpendapat, pemohon dalam permohonan tersebut adalah partai politik yang baru terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

Partai politik itu juga belum pernah diverifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) baik administrasi maupun faktual, sebagaimana halnya persyaratan untuk menjadi partai politik peserta pemilihan umum.

“Mahkamah partai a quo belum dapat dinyatakan sebagai partai politik peserta Pemilihan Umum sebelumnya, sehingga dengan demikian tidak terdapat kerugian konstitusional Pemohon dalam permohonan a quo,” tegas Aswanto.

Berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas, pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo.

“Meskipun Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo, namun dikarenakan Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo, Mahkamah tidak mempertimbangkan pokok permohonan,” ujarnya.

Sebelumnya, pada sidang pendahuluan, Pemohon menegaskan bahwa Pasal 222 UU Pemilu bukanlah open legal policy dan bertentangan dengan ketentuan Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 6A ayat (5) UUD 1945.

Menurut pemohon, Pasal 6A ayat (5) UUD 1945 merupakan delegasi yang mengamalkan hal-hal terkait dengan teknis, sementara ambang batas 20% bukan berbicara mengenai teknis dan malah menghambat terjadinya demokrasi yang fair dan kompetitif.

Sementara itu, mengenai pengusungan, sambung Raziv, hal tersebut seharusnya telah diatur secara limitatif dalam Pasal 6 ayat (2) UUD 1945.

Baca Juga: 2 Loyalis Amien Rais Mundur, Ketum Partai Ummat Klaim Tak Ada Perpecahan

Pemohon meyakini bahwa keberadaaan Pasal 222  UU Pemilu ini bukan merupakan open legal policy melainkan close legal policy.

Sehingga, seharusnya pasal a quo dibatalkan oleh MK.

Dalam sidang tersebut, phak pemohon diwakili oleh Ridho Rahmadi sebagai Ketua Umum dan A Muhajir selaku Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Ummat.




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x