Kompas TV nasional kriminal

BIN Ungkap Modus Terorisme dalam Perekrutan Anggota dan Pendanaan Kegiatan

Kompas.tv - 31 Agustus 2021, 21:06 WIB
bin-ungkap-modus-terorisme-dalam-perekrutan-anggota-dan-pendanaan-kegiatan
Ilustrasi kotak amal untuk pendanaan teroris Jamaah Islamiyah. (Sumber: Tribunnews.com/net)
Penulis : Johannes Mangihot | Editor : Vyara Lestari

JAKARTA, KOMPAS.TV - Badan Intelijen Negara (BIN) mengungkap sejumlah perubahan pola kelompok teroris dalam merekrut anggota.

Deputi VII BIN Wawan Hari Purwanto menilai perubahan pola perekrutan ini sebagai modus baru yang dijalankan kelompok terorisme.

Pertama, menempatkan perempuan sebagai pelaku atau dikenal sebagai pengantin aksi terorisme.

Menurut Wawan, perempuan efektif digunakan karena masyarakat dan aparat penegak hukum cenderung tidak curiga.

Baca Juga: Kutuk Keras Serangan Bom di Kabul, BNPT: Terorisme adalah Kejahatan Kemanusiaan

Kedua, menggunakan kotak amal sebagai sarana pendanaan. Menurut Wawan, BIN sudah menelusuri modus pendanaan dengan kotak amal.

Hal ini dinilai efektif karena kelompok teroris menyamarkan pendanaan dengan kegiatan yayasan atau panti asuhan agar masyarakat tidak menaruh curiga.

"Pendanaan terorisme melalui kotak amal ini menunjukkan masih aktifnya gerakan bawah tanah kelompok teror," ujarnya dalam diskusi virtual, Selasa (31/8/2021) seperti dikutip dari Antara.

Modus lainnya yakni menyasar generasi milenial. 

Wawan menjelaskan bahwa hal ini patut menjadi perhatian serius. Sebab, generasi milenial yang sedang berproses membentuk jati diri dan identitas bisa membuat kalangan tersebut rentan terpapar paham radikal.

Baca Juga: TNI AL Unjuk 11 Atraksi Melawan Pembajakan dan Terorisme di Laut

Untuk diterima generasi anak muda, kelompok teroris akan menyebarkan paham radikal di media sosial. Sasaran utamanya adalah kaum muda berusia 17 sampai 24 tahun.

"Penyebaran radikalisme terhadap generasi muda patut diwaspadai mengingat mereka merupakan pengguna aktif media sosial yang rentan untuk menyebarkan narasi-narasi radikal," ujar Wawan.

Wawan menambahkan, selain menyasar generasi milenial, sebaran paham radikal di internet dan media sosial juga bisa menyulut keinginan seseorang untuk menjadi pelaku tunggal atau lone wolf.

Di Indonesia, pelaku tunggal aksi terorisme ini sudah beberapa kali terjadi. Kasus terbaru yakni aksi ZA (25), tersangka terduga teroris yang menyerang Mabes Polri pada Rabu sore (31/3/2021).

Baca Juga: Polri: Teroris Jamaah Islamiyah Cari Dana dengan Sebar Kotak Amal

Menurut Wawan, BIN telah memberikan rekomendasi kepada Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Polri, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan instansi terkait untuk mengoptimalkan patroli siber, menindak akun-akun radikal maupun meningkatkan literasi digital guna melawan paham anti-Pancasila.

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Kementerian Agama (Kemenag), serta pemerintah provinsi juga diharapkan terus mengoptimalkan pengawasan penyebaran radikalisme di lingkungan pendidikan tinggi.

"Aksi lone wolf sebagai modus dan aksi terorisme yang paling memungkinkan untuk terjadi di kemudian hari akibat radikalisasi diri sendiri," ujar Wawan.
 



Sumber : Kompas TV/Antara


BERITA LAINNYA



Close Ads x