Kompas TV nasional hukum

Tim Baleg DPR RI Usul Nama RUU PKS Diubah Jadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual

Kompas.tv - 30 Agustus 2021, 18:46 WIB
tim-baleg-dpr-ri-usul-nama-ruu-pks-diubah-jadi-ruu-tindak-pidana-kekerasan-seksual
Sejumlah warga yang tergabung dalam Jakarta Feminis melakukan aksi Minggu (1/9/2019) meminta DPR segera mengesahkan RUU PKS. (Sumber: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Penulis : Nurul Fitriana | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS.TV - Tim Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengusulkan nama Rancangan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) diubah menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Menurut perwakilan tim penyusun, Sabari Barus, hal tersebut disesuaikan dengan pendekatan hukum yang mana kekerasan seksual sebagai pidana khusus.

"Terkait dengan aspek judul, sesuai dengan pendekatan hukum dalam kerangka penyusunan, kekerasan seksual sebagai pidana khusus, maka judul sebaiknya menjadi RUU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual," kata Sabari Barus dalam Rapat Pleno Penyusunan Draf RUU di Gedung Senayan Jakarta, Senin (30/8/2021).

Selain itu, Barus juga menjelaskan kata "penghapusan" terkesan sangat abstrak lantaran jika diartikan hilang sama sekali, akan mustahil untuk dicapai.

Oleh karena itu, pihaknya memandang perlu untuk mengubah kata penghapusan menjadi tindak pidana.

"Kami memandang tepat dengan menggunakan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual," ujar Barus.

Selain karena arti dari "penghapusan" yang abstrak, Barus juga menyebut ada tiga pendekatan hukum yang dijadikan kerangka penyusunan RUU PKS.

Pertama, kekerasan seksual sebagai tindak pidana khusus di mana perbuatan dirumuskan dengan menyebut unsur-unsur sekaligus hukuman dari tindak pidana tersebut.

Baca Juga: Baleg Mulai Bahas RUU Minuman Beralkohol, dari Gangguan Mental Sampai Daya Tarik Wisata

Kedua, melalui perspektif korban yang tentu berbeda dengan hukum pidana pada umumnya lantaran beorientasi pada penindakan pelaku.

Menurut Barus, hal ini mendukung orientasi RUU PKS yang fokus pada korban tanpa menghilangkan hukum bagi pelaku.

"Ini membedakan RUU ini dengan UU pidana lainnya," ujar Barus.

Ketiga, pendekatan hukum acara yang menggunakan basis Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan aturan-aturan khusus sesuai karakter kekerasan seksual dalam RUU.

Selain itu, dalam rapat yang digelar Barus juga menjelaskan terkait urgensi pengaturan dalam RUU PKS.

Ia mengutip data Komisi Nasional (Komnas) Perempuan yang menyebutkan sebanyak 46.698 kasus kekerasan seksual di ranah personal, rumah tangga, dan publik, terjadi sepanjang tahun 2011-2019.

Dari jumlah itu, kata Barus, sebanyak 23.021 kasus terjadi di ranah publik berupa perkosaan 9.039 kasus, pelecehan seksual 2.861 kasus, dan cybercrime bernuansa seksual 91 kasus.

Ia mengatakan RUU PKS hadir sebagai upaya perlindungan warga negara dari ancaman ketakutan sebagaimana diatur dalam Pancasila dan UUD tahun 1945, khususnya dalam Pasal 28G ayat (1).

Sementara kekerasan seksual merupakan tindakan mengganggu rasa aman dan kebebasan seseorang serta dapat menimbulkan penderitaan fisik dan psikologis korban.

Baca Juga: Akankah RUU PKS Menjadi UU PKS? - MELEK HUKUM

Menurut Barus, korban kekerasan seksual kebanyakan adalah perempuan dan anak, yang terganggu keamanan dan kebebasannya sehingga harus mendapat perlindungan dari negara. Landasan hukum, sambungnya, merupakan bukti perlindungan negara bagi rakyatnya.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x