Kompas TV nasional hukum

KPK Periksa Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Terkait Kasus Korupsi Pengadaan Lahan di Munjul

Kompas.tv - 10 Agustus 2021, 13:45 WIB
kpk-periksa-wakil-ketua-dprd-dki-jakarta-terkait-kasus-korupsi-pengadaan-lahan-di-munjul
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik yang dipanggil menjadi saksi oleh KPK dalam kasus korupsi pengadaan lahan di Munjul (Sumber: Kompas.com)
Penulis : Nurul Fitriana | Editor : Purwanto

JAKARTA, KOMPAS.TV – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil tiga saksi dalam penyidikan kasus korupsi pengadaan tanah di Munjul, Jakarta Timur.

Ketiga saksi tersebut, yaitu Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, M Taufik, Pelaksana Harian Badan Pembinaan Badan Usaha Milik Daerah periode 2019 Riyadi, dan Kasubbid Pelaporan Arus Kas Badan Pengelola Keuangan Daerah DKI Jaya, Sudrajat Kuswata.

"Hari ini, pemeriksaan saksi tindak pidana korupsi terkait pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, DKI Jakarta tahun 2019 untuk tersangka YRC dan kawan-kawan," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Diketahui, pemeriksaan ketiga saksi diagendakan untuk tersangka mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan, dan kawan-kawan.

Selain Pinontoan, KPK juga menetapkan empat tersangka lain yaitu Direktur PT Adonara Propertindo, Tommy Adrian, Wakil Direktur PT Adonara Propertindo, Anja Runtuwenas, Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur, Rudy Hartono Iskandar, dan satu tersangka korporasi PT Adonara Propertindo.

Baca Juga: Empat Saksi Kasus Korupsi Pengadaan Tanah di Munjul DKI Diperiksa KPK, Berikut Konstruksi Perkaranya

Dari kasus korupsi pengadaan lahan ini, KPK menduga ada kerugian keuangan negara mencapai Rp152,5 miliar.

Diberitakan sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri pernah menjelaskan konstruksi perkara kasus pengadaan tanah di Munjul ini. Berdasarkan penuturan Firli, disebutkan mulanya Pada Februari 2019, Rudy meminta Anja dan Tommy melakukan pendekatan pada Yayasan Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus dengan kesepakatan penawaran tanah ke Sarana Jaya.

Awalnya, penawaran itu menggunakan nama Andyas Geraldo selaku anak Rudi tetapi kemudian surat penawaran tersebut diubah menggunakan nama Anja sebagai pihak yang menawarkan. Selanjutnya, surat penawaran tanah di Munjul untuk pihak Sarana Jaya dibuat atas nama Anja dengan harga Rp 7,5 juta/m2. Padahal, lahan tersebut masih milik Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus.

Pada Maret 2019, Anja bersama Tommy menemui Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus untuk menandatangani Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tanah di Munjul seluas 41.921 m2 dengan harga Rp 2,5 juta/m2.

Masih di bulan Maret 2019, kata Firli, Yoory selaku Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya memerintahkan stafnya untuk menyiapkan pembayaran 50 persen untuk pembelian tanah Munjul sebesar Rp 108,99 miliar. Padahal, belum dilakukan negosiasi harga antara Yoory dengan Anja yang mengaku sebagai pemilik lahan.

Baca Juga: Ditanya Apakah KPK Sudah Tentukan Waktu untuk Panggil Anies Soal Kasus di Munjul, Ini Jawaban Firli

Kemudian, pada April 2019, dilaksanakan penandatanganan PPJB tanah Munjul seluas 41.921 m2 di Kantor Sarana Jaya antara Yoory dengan Anja. Di hari yang sama Perumda Pembangunan Sarana Jaya mentransfer 50 persen pembayaran pembelian ke rekening tersangka AR (Anja Rantunewe sebesar Rp 108,99 miliar.

Selanjutnya, pada awal Mei 2021, dengan menggunakan rekening perusahaan PT Adonara Propertindo, Rudi dan Anja menyetujui dan memerintahkan Tommy mengirimkan dana sebesar Rp 5 miliar sebagai uang muka tahap dua kepada Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus.

Lebih jauh, setelah ditandatangani PPJB dan dilakukan pembayaran sebesar Rp 108,9 miliar, Firli menyebut, Sarana Jaya baru melakukan kajian usulan pembelian lahan di Munjul. Dari kajian itu, lebih dari 70 persen lahan di Munjul masih berada di zona hijau untuk ruang terbuka hijau (RTH) yang tidak bisa digunakan untuk proyek hunian atau apartemen. Firli mengatakan, berdasarkan kajian konsultan jasa penilai publik, harga appraisal lahan tersebut hanya Rp 3 juta per meter.

Pada Desember 2019, lanjut dia, meskipun lahan tersebut tidak bisa diubah zonasinya ke zona kuning, pihak Sarana Jaya tetap melakukan pembayaran sebesar Rp 43,59 miliar kepada Anja. Pembayaran itu dilakukan melalui rekening Bank DKI atas nama Anja dengan total yang telah dibayarkan sebesar Rp152,5 miliar.

Baca Juga: Geledah Dua Lokasi di Banjarnegara, KPK Amankan Barang Bukti Berupa Dokumen dan Barang Elektronik

Atas pembayaran yang telah dilakukan oleh Sarana Jaya tersebut, Firli mengatakan, Rudi meminta Anja dan Tommy untuk mengalirkan dana itu untuk pembayaran BPHTB pengadaan lahan di Pulogebang. Selain itu, dana tersebut masukkan ke rekening perusahaan lain milik Rudi dan digunakan untuk beberapa keperluan pribadi Rudi dan Anja.

Atas perbuatan para tersangka tersebut, diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara setidak-tidaknya sebesar sejumlah Rp 152,5 miliar. Rudi kemudian dijerat Pasal 2 Ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUH Pidana.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x